70: Silenced (2)



Kento: "Hentikan..... sudah cukup..." ujar Kento sambil menatap Nagisa yang kehilangan jati dirinya itu. perlahan-lahan Nagisa mulai menoleh kebelakang. entah kenapa mendengar suara Kento, perlahan-lahan Nagisa mulai merasa dirinya kembali berubah seperti semula.


Nagisa: "K-Kento...?" gumam Nagisa pelan, suaranya yang awalnya terdengar seperti auman monster berubah menjadi nyaring dan merdu seperti semula.


mendengar suara Nagisa memanggil namanya, entah kenapa perlahan-lahan kedua mata Kento mulai berkaca-kaca. sebuah senyuman tersimpul pada wajahnya, betapa ia merasa lega bahwa Nagisa baik-baik saja dan Echidna berhasil dikalahkan.


dengan perlahan Kento pun mulai berjalan kearah Nagisa. walau Nagisa masih terdiam membeku ditempat menatap Kento berjalan kearahnya dan kedua tatapannya pun masih kosong.


Kento: "syukurlah, kau baik-baik saja.. aku khawatir sesuatu yang buruk terjadi pada--"


*Deg*


tiba-tiba saja jantung Kento berdegup kencang 


jasad Echidna yang terlihat sudah terbujur kaku tiba-tiba saja bangkit dan terlihat aura kehitaman mulai muncul disekelilingnya. dari genggaman tangannya, sebuah pedang berbentuk ular hitam keluar.


penyihir ular itu bangkit dan melesat kearah Nagisa dengan secepat suara.


Namun, Kento langsung buru-buru melesat kearah Nagisa dan melindunginya. 


namun Nagisa terlalu cepat menyadarinya.




*SRAT*


dengan secepat kilat, pedang ular itu pun menembus dada Nagisa. dirinya yang tengah berdiri melindungi Kento pun langsung tumbang digenggaman Kento.


Kento: "Nagisa!" seru Kento, ia memegangi wajah Nagisa yang seketika pucat pasi itu. seketika Nagisa berubah wujud seperti semula.


Kento terus memeluk tubuh mungil Nagisa sambil terus menerus memanggil namanya. namun Nagisa tak mampu merespon apapun, tubuh mungilnya pun perlahan-lahan menjadi kurus.


melihat pemandangan itu, Echidna hanya bisa tersenyum menyeringai. luka-luka pada tubuhnya sudah pulih sepenuhnya, dan dirinya tak lagi merasakan sakit apapun. seolah-olah semua serangan Nagisa tadi hanya omong kosong belaka dan tak berdampak apapun padanya.


Echidna: "percuma saja! mau kau panggil berapa kali pun ia takkan bisa menjawabmu, ada racun sihir dalam pedang yang kupakai. sihir itu akan terus memakan tubuh Nagisa dan sihir pada tubuhnya"


Echidna: "Nah karena tinggal dirimu seorang diri, aku rasa semuanya jadi agak mudah.. bukan begitu anak singa?" ujar Echidna sambil mengarahkan pedang ularnya kearah Kento.




Kento terdiam dan menaruh kunci emas milik Rigel pada kedua tangan Nagisa.




dengan tatapan mengerikan, Kento menoleh kearah Echidna. dalam sekali kedipan mata, tiba-tiba saja wujud Kento sudah ada didepan Echidna. ia berubah drastis, tubuhnya menjadi dua kali lebih besar dari wujud Kento yang asli dan rambutnya mulai lebih memanjang.




Kento: "takkan kubiarkan kau menyentuh Nagisa lebih jauh lagi..." bisiknya sebelum mengiris kedua bola mata Echidna. Echidna pun merintih kesakitan, seluruh matanya mulai meleleh. cakar Kento sangat panas seperti matahari, bahkan rasanya seluruh tubuhnya ingin melepuh.




meski begitu, ia terus berusaha bertarung melawan Kento walau ia kesulitan karena kedua bola matanya meleleh. Kento tak mau kalah, ia takkan membiarkan bahkan sehelai rambut Echidna jatuh diatas Nagisa begitu saja.




dengan begitu, pertarungan mengerikan Echidna dengan Kento pun terus berlanjut.




keduanya sama-sama kuat, sama-sama tak mau kalah, dan sama-sama memiliki tujuan mereka masing-masing. meski tubuhnya terluka oleh berbagai racun Echidna, Kento takkan pernah mengalihkan pandangannya dari Nagisa dan akan terus melindunginya.


Echidna: "kau pikir serangan kelas udang seperti ini bisa mengalahkanku?! baiklah.. aku rasa aku harus menunjukkan warna asliku yang sebenarnya!" pekik Echidna, walau seluruh tubuhnya sudah terluka parah.


Echidna mulai mengelurkan seluruh sihir dan tenaganya, seketika wujudnya berubah menjadi lebih besar dan lebih menyeramkan. wujudnya mirip seperti pohon, hanya saja terlihat lebih aneh daripada pohon biasa. ketika salah satu daunnya berguguran, daun itu akan berubah menjadi ular derik raksasa.


Kento tak mau kalah, ia terus menyerang dengan segala sihir yang ia miliki saat ini. walau nampaknya sangat tidak mungkin bagi dirinya untuk mampu menang melawan Echidna yang sekuat sekarang.


tapi, ia tak bisa menyerah bagaimanapun juga.


Nagisa butuh dirinya.


bahkan semua orang.




Kento menarik nafas dan menggertakkan gigi-giginya yang runcing lalu ia mulai mengambil ancang-ancang untuk mengeluarkan serangan selanjutnya.


Batin Kento: "sial... biarpun ini serangan terakhirku, setidaknya ini mampu melumpuhkan penyihir itu!" seru Kento.


ia mulai melesat kearah Echidna dan mulai berteriak sekencang mungkin.




saat itulah perlahan otaknya mulai kembali memutar memori-memori lama berharganya.




Nagisa.


aku pernah bilang padamu, kan?


aku akan jadi pahlawanmu, aku akan selalu ada disana melindungimu.


bukankah itu yang aku janjikan?




Nagisa.


maafkan aku hari itu aku tak bisa menolongmu.


maaf jika hari itu aku lari dan tak pernah kembali lagi.


maaf jika aku tidak mengingatkanmu siapa diriku pada hari kita bertemu kembali kala itu.




Nagisa.


maaf sudah seringkali menjitak kepalamu,


maaf sudah seringkali membentakmu terus-terusan.


maaf sudah seringkali overprotektif dan selalu saja sok mengatur.




maaf aku tak bisa menjadi teman yang baik.


namun, terima kasih banyak sudah ingin berteman denganku.




sungguh, terima kasih. berkat dirimu, aku jauh lebih berani untuk melangkah.


aku tak lagi antisosial, aku tak lagi lebih memilih menyendiri, aku tak lagi melangkah sendirian.




itu semua karenamu.


terima kasih.






dalam sekali serangan, wujud Echidna hancur berkeping-keping. seluruh monster dan penyihir-penyihir ciptaan Echidna pun mulai menghilang.


begitu pula dengan pohon sihirnya. perlahan-lahan, pohon besar itu mulai menciut hingga menghilang. dunia abstrak Echidna melebur, berubah menjadi lukisan nyata.


sinar matahari perlahan mulai menyinari puncak bukit, angin baru bertiup pelan, sosok Echidna berubah menjadi debu hilang bersama gelapnya malam.


sinar matahari pun menerpa dengan lembut wajah mungil Nagisa. sebuah senyuman terlukis pada wajahnya yang tertidur lelap. pada akhirnya, pertarungan para zodiak dengan penyihir telah selesai.


dirinya tak perlu merasa khawatir.




samar-samar, ia bisa mendengar suara seseorang yang ia kenali berbisik ditelinganya:


"selamat pagi, Nagisa"


......................






Nagisa masih terlelap di rumah sakit, setelah seharian mencari dirinya pada akhirnya para anggota zodiak berhasil menemukan Nagisa. mereka segera membawanya yang terluka parah untuk disembuhkan, lalu membawanya ke mansion. tak lupa, mereka menghubungi Rikou dan Ibunya.




para zodiak dan keluarga Nagisa khawatir tidak terkira, gadis itu sudah tertidur selama tiga minggu.




Keith: "Nagisa.. oi, Nagisa.. bangun dong.. hari ini aku bawain kau apel, lho! masih seger nih, ayo mumpung masih enak! bangun dong.." ujar Keith sambil menepuk-nepuk pipi Nagisa.


Retsu: "Keith, jangan menepuk-nepuk pipinya! nanti Nagisa jerawatan! tanganmu kan, kotor!" seru Retsu panik.


Keith: "paansi lebay sekali kau, putri solo. aku ini sudah cuci tangan tau.." keluh Keith lalu terus lanjut menyubit pipi Nagisa.




Rigel: "kapan ia akan bangun, Retsu?" tanya Rigel khawatir.


Retsu: "anu.. aku kurang tahu, Ketua... racun pada tubuh Nagisa sebenarnya sudah pulih semenjak tiga minggu yang lalu setelah pertarungan, tapi entah kenapa ada suatu sihir yang membuatnya tak kunjung bangun.."




sementara itu, Rikou yang ada disebelah Nagisa terus memegangi tangan adiknya itu sambil bengong.  Kou ada tepat disebelahnya, begitu melihat tangan Nagisa bergerak Kou buru-buru langsung menyahut.


Kou: "ah!" serunya, seketika membuat Rikou sadar.


melihat Nagisa membuka matanya, Rikou langsung terkejut.


Rikou: "Nagisa!" seru Rikou langsung bangkit dari kursi tempat ia duduk.


Nagisa: "Rikou.. Kousei..? semuanya..?" gumam Nagisa sambil melihat sekelilingnya, seluruh anggota zodiak berkumpul dan langsung mengelilinginya. Kou langsung melompat dan memeluk Nagisa erat-erat.


Retsu: "syukurlah, akhirnya kau bangun juga!"


Cecil: "kami khawatir sekali.." tambah Cecil.


Nagisa: "terima kasih semuanya, maaf sudah membuat kalian khawatir" ujar Nagisa sambil tersenyum lebar.


Rikou: "Nagisa.. kau takkan percaya tentang apa yang aku alami dirumah, kemana saja kau?! astaga, kau tak tahu betapa lelahnya aku membereskan rumah seorang diri, untung saja mama pulang dan membantuku, kau membuatku khawatir saja!" seru Rikou sambil menjitak kepala Nagisa.


Nagisa: "ow! m-maaf, kak.." kata Nagisa sambil memegangi kepalanya.


kemudian, ia mulai menganalisa satu persatu wajah anggota zodiak yang ada diruangannya. semuanya ada kecuali Rian dan...




Kento.




Nagisa: "Hei, kemana Kento?" tanya Nagisa.


mendengar kata-kata itu terlontar, tiba-tiba saja wajah seluruh anggota zodiak terkejut dan suasana menjadi hening.


Nagisa: "kenapa wajah kalian seperti itu?" tanya Nagisa bingung sambil memiringkan lehernya.




Rigel: "ia ada dibawah"


Nagisa: "benarkah? kalau begitu aku harus bertemu dengannya!" seru Nagisa sambil bangkit dari atas tempat tidurnya dan berjalan kedepan pintu, namun Rigel buru-buru menarik lengannya.


Rigel: "tidak sekarang, Nagisa. kau baru sadar, setidaknya istirahatlah sejenak dahulu"


Nagisa: "tapi Kento--"


Rigel: "Ia sedang tidak ingin diganggu. aku akan mengantarmu bertemu dengannya nanti sore, untuk sekarang kumohon beristirahatlah." ujar Rigel.


untuk beberapa alasan, Nagisa merasa ada sesuatu yang salah, namun dirinya berusaha menyangga hal tersebut dan mengangguk.




Nagisa: "tentu. aku akan bertemu dengannya nanti sore" kata Nagisa sambil mengangguk.




sore harinya, sesuai janji Rigel membawa Nagisa menemui Kento. entah mengapa, Nagisa merasa khawatir. bagaimana keadaan Kento seusai pertarungannya dengan Echidna? ia pasti terluka parah dan mengalami trauma berat setelah pertarungan itu.




Rigel membawa Nagisa ke bukit tempat pertarungan itu terjadi. begitu menginjakkan kaki disana, Nagisa merasakan deja vu yang mengerikan. namun, ia berusaha untuk menyangga hal-hal itu lagi. ia tak sabar ingin menemui Kento.


Nagisa: "Rigel-sama.. mengapa kau membawaku ke bukit? apakah Kento ada disini?" tanya Nagisa, namun Rigel tak menjawab apa-apa.




hingga Nagisa melihat sebuah batu nisan besar berdiri kokoh diantara pepohonan lebat.




dengan nama seseorang yang terukir jelas disana.




tak perlu lagi bicara, Nagisa sudah jatuh tumbang dan menangis dengan keras.

Comment