68: Beautiful Lies (2)

Rigel: "Baiklah, semuanya! Aku akan bagi kita menjadi dua kelompok"


Rigel: "Nagisa, Layl, Louise, Kento, Kendo, Serena, dan Cecil akan pergi ke bukit menyusul Echidna, sisanya kalian bisa bantu aku menjaga benteng kita ini"


Rigel: "Kalian mengerti?"


Semua orang: "Mengerti!"


Rigel: "Bagus, dan untukmu Nagisa.. sebelum kau pergi, aku ingin kau membawa ini" kata Rigel sambil memberikannya sebuah kunci emas.


Nagisa: "Kunci emas?"


Rigel: "Benda ini akan membantumu dan teman-temanmu jika seandainya terjadi masalah. Bisakah kau menjaganya baik-baik?" Tanya Rigel, Nagisa mengangguk dan menerima kunci emas itu.


Nagisa: "Akan aku jaga dengan sepenuh hati"


Dalam perjalanan menuju ke Kuil, Nagisa dan teman-temannya harus bertemu dengan banyak sekali penyihir yang kuat-kuat.


Mereka semua dikendalikan oleh Echidna, dan jumlah mereka tak terkira sama sekali.
Mereka ada dimana-mana, disetiap sudut kota.


Namun, kalah jumlah tidak berarti mematahkan semangat mereka.


Mereka sama-sama menyatukan kekuatan untuk menembus para penyihir.


Layl: "Jumlah mereka terlalu banyak, bagaimana ini? Bahkan serangan-serangan sihir kita tak mampu melumpuhkan mereka sama sekali..!"


Lou: "Benar, serangan dari clone-clone anjing buatanku juga tidak mempan terhadap mereka semua" tambah Lou.


Kento: "Semuanya, jangan menyerah dulu!" Seru Kento sambil menyingkirkan satu per satu penyihir dihadapannya dengan tangan kosong.


Namun, bukannya malah menghilang mereka malah semakin banyak.


Kendo: "semuanya.. merapat!" Perintah Kendo sambil mengeluarkan busur apinya, teman-temannya mulai merapat dan ia pun membuat lingkaran api disekitar mereka agar para Penyihir tidak mendekati mereka.


Saat ini mereka sedang dikepung.


Cecil: "I-Ini gawat.. kita dikepung! Bagaimana caranya kita bisa sampai ke bukit?!"


Nagisa melihat sekeliling mereka sambil terus menggenggam erat pedang airnya, berusaha mencari cara agar mereka bisa membuat jalan menembus para penyihir, namun nampaknya sangat tidak mungkin.


Batin Nagisa: "aku tidak boleh menyerah.. aku harus bertemu dengan Rian, ia pasti ada disana.. dalam bahaya"


Batin Nagisa: "tapi.. bagaimana..? Bagaimana aku bisa menembus para penyihir?"


Namun tiba-tiba saja, Layl menepuk pundak Nagisa, menyadarkannya dari alam bawah sadarnya.


Nagisa: "Layl?"


Layl: "Tak perlu khawatir, Nagisa. Kita akan temukan jalan keluar dari semua permasalahan ini"


Nagisa: "Tapi bagaimana? Sangat tidak mungkin kita menembus para penyihir yang jumlahnya sebanyak ini!"


Layl: "barang kali kau lupa, aku ini juga adalah seorang Holy Spirit: Medusa seperti Echidna. Aku bisa membuat sebuah portal, namun hanya saja.. portal yang kubuat ini hanya bisa dimasuki satu orang saja.. dan aku rasa, kau lah yang harus masuk kesana, Nagisa" jelas Layl.


Nagisa: "Huh? Aku?"


Kento: "Apa?! Tidak! Aku takkan membiarkan Nagisa pergi sendirian, ia bisa dalam bahaya!"


Kento: "Echidna itu berbahaya, bagaimana Nagisa bisa melawannya dalam kondisinya yang masih belum pulih dari kutukan itu!?" Seru Kento tidak terima.


Nagisa: "Tidak, Kento-kun"


Nagisa: "Aku akan baik-baik saja, Layl benar. Aku yang harus masuk kedalam portal dan menyelamatkan Rian, lagipula ini adalah permintaanku"


Nagisa: "Biarpun kondisiku yang parah begini, aku masih kuat bertarung dan jika sesuatu yang buruk memang terjadi, aku akan menghubungimu" kata Nagisa sambil menaruh tangannya diatas pundak Kento.


Nagisa: "Terima kasih banyak sudah selalu mempedulikanku, Kento" kata Nagisa sambil tersenyum lebar.


Nagisa: "Oh ya, aku ingin memberikanmu ini" kata Nagisa sambil mengulurkan sebuah kunci emas dari kantungnya dan memberikannya ke Kento


Kento: "Ini kan... milik Rigel"


Nagisa: "Ia menitipkannya padaku, dan sekarang aku ingin menitipkannya padamu, gunakan itu jika kalian dalam masalah" ujarnya.


Kento menggenggam erat kunci itu dan mengangguk,


Kento: "Baik"


Nagisa: "Layl" panggil Nagisa


Layl: "Baik" sahut Layl, kemudian ia membuat sebuah portal hitam besar diatas tanah.


Layl: "Portal iu akan membawamu langsung ke kuil atas bukit. Kau yakin ingin masuk kesana? Walaupun.. sendirian?" Kata Layl sambil menatap kedalam portal itu.


Nagisa: "Tentu, inilah apa yang aku inginkan" kata Nagisa dengan mantap.


Nagisa menoleh kearah teman-temannya, untuk yang terakhir kalinya sebelum masuk kedalam portal itu.


Nagisa: "Jaga diri kalian baik-baik"


Serena: "Kau juga"


Kemudian, Nagisa melompat kedalam portal dan menghilang begitu saja.


......................


Sementara itu, di Mansion..


Para zodiak dan Holy spirit disana juga sedang melawan pasukan penyihir yang menyerang benteng mereka.


Rigel: "semuanya, jangan lengah!" Seru Rigel sambil terus menyerang para penyihir dengan sihirnya.


Meski kehilangan bros mereka, para zodiak yang kehilangan bros masih terus bersikukuh untuk melawan daripada diam saja.


Biarpun mereka terluka parah sekalipun.


Segala macam senjata pun mereka gunakan.


Retasu: "Ayato-san, lenganmu!" Seru Retasu sambil menunjuk kearah lengan Ayato yang terluka.


Ayato: "aku baik-baik saja, jangan--"


Retasu: "Tidak bisa begitu! Ini harus segera disembuhkan!" Serunya.


Melihat rasa kepedulian Retasu terhadap dirinya, Ayato tidak bisa melakukan apapun kecuali tersipu.


Ayato: "S-Sungguh, aku baik-baik saja dan--"


*GRUK*


Tiba-tiba saja, seluruh dataran bergetar dan muncul sebuah pohon besar didepan Mansion.


Pohon besar itu terlihat tidak suram, bentuknya tidak beraturan dan menyeramkan, serta ukurannya cukup tinggi dan besar.


Keith: "A-Apa-apaan itu?! Pohon itu besar sekali!!" Seru Keith


Kiiro: "Ini belum seberapa"


Irene: "Kalau tidak buru-buru nanti kita semua akan mati.."


Keith: "Kalian semua ini bicara apa sih?!"


Rigel: "Itu Pohon Kabut, pohon yang akan menyerap kekuatan seluruh makhluk ahli sihir, baik itu Zodiak ataupun Holy Spirit" jelas Rigel


Batin Rigel: "Nagisa.. cepatlah datang dan kalahkan Echidna.."


.............


Nagisa mendarat dengan mulus diatas rerumputan, suasana hutan bukit benar-benar sangat mengerikan ketika seluruh dunia dalam kendali Echidna, tempat ini biasanya penuh dengan taburan bintang pada malam hari, dan ramai dipenuhi oleh orang-orang disiang hari.


Namun untuk mengembalikan semua itu seperti sedia kala, Nagisa harus mengalahkan Echidna terlebih dahulu.


Nagisa berjalan melewati pepohonan yang terlihat menyeramkan dan suram, saat ini dipikirannya hanya ada rasa penasaran dan cemasnya akan Rian.


Nagisa: "tunggulah sebentar lagi, Rian.. aku akan datang" gumam Nagisa.


Kemudian ia sampai didepan kuil, keadaan kuil nampak suram dan tak terurus. Padahal, dulu tempat ini merupakan tempat yang indah, sering dikunjungi semua orang,


Dan tempat ini juga adalah tempat kesukaan Nagisa.


Akan tetapi, ia tidak melihat tanda-tanda Echidna dimanapun.


Nagisa: "Aku disini, Echidna! Kau bisa keluar sekarang!" Serunya.


Echidna: "Oh.. kau kesini seorang diri..? Kau hanya mempermudah segala hal bagiku, Nagisa" ujarnya, disusul dengan suara tawa.


Nagisa sontak menoleh, sosok Echidna keluar dari balik pepohonan. Ia mulai menampakkan wajahnya, wajah seorang gadis yang Nagisa kenali,


Tanaka Shira.


Melihatnya, Nagisa tidak bisa berkata-kata.


Nagisa: "Sh-Shira?!"


Shira: "Halo, Nagi. Senang rasanya kau mengenaliku" ujarnya sambil menarik senyum.


Nagisa: "Selama ini.. kau.. kau adalah Echidna?!"


Shira: "Hehehe.. kaget, ya?"


Nagisa menjernihkan pikirannya sejenak, dan memfokuskan pikirannya ke tujuannya.


Nagisa: "Dimana Rian?! Apa yang kau lakukan padanya?!"


Shira: "Lho.. kita kan, baru ketemu.. kenapa buru-buru sekali? Padahal aku rindu padamu, lho Nagisa.. liburan yang panjang ini membuatku benar-benar rindu padamu"


Nagisa: "omong kosong! Katakan dimana Rian!"


Shira: "Tidak sabaran, baiklah.. ayo ikut denganku masuk kedalam Kuil.." kata Shira, sambil menuntun Nagisa masuk kedalam Kuil.


Didalamnya, sosok Rian nampak sedang duduk diatas kursi membelakanginya, kedua tangan dan kakinya diikat dengan sebuah rantai berwarna merah, dan terlihat luka disekujur lengannya.


Nagisa: "Rian!" Seru Nagisa sambil berlari kearah Rian, kata-kata sungguh tak bisa mengungkapkan betapa inginnya Nagisa berlari dan memeluk Rian, betapa ia sangat ingin meminta maaf atas perilakunya yang kasar,







Namun,









Nagisa: "Rian! Apa kau baik-baik sa--"


Sebelum Nagisa menyelesaikan kata-katanya, ia terkejut melihat kondisi Rian.


Sekujur tubuhnya penuh luka gigitan, kulitnya berwarna keabu-abuan, dan mengerikannya, ia kehilangan kedua bola matanya dan mulutnya terbuka lebar.


Tidak mungkin ada manusia yang masih hidup dalam keadaan begini.


Nagisa: "Rian...?"


Nagisa mencoba menyentuh wajah Rian, namun sebelum jari-jarinya menyentuh wajah anak laki-laki berambut putih itu, tiba-tiba saja kepala Rian putus dan menggelinding kebawah, dari dalam lubang bola mata dan mulutnya sekumpulan ular-ular putih kecil keluar dari dalam sana.


Melihat itu, Nagisa sungguh tak bisa berkata-kata.


Tatapannya menjadi kosong, dan dirinya terjatuh begitu saja dihadapan jasad Rian.


Seluruh ruangan kuil hanya terdengar suara tawa dari Echidna.


Namun, rasanya Nagisa tak bisa mendengar suara tawa nyaring penyihir keji itu.


Yang ia dengar hanyalah kekosongan.


Dan rasanya, seluruh dunianya telah runtuh.


.......

Comment