64: Malice

kalau bukan karena takdir, aku pun juga tidak ingin melakukannya.


tapi aku tidak punya pilihan lain.


seorang anak laki-laki berambut putih berdiri didepan makam ayahnya seorang diri, satu-satunya orang yang ia punya selama ini setelah Ibunya bercerai dengan ayahnya.


kemana dia akan pergi? dengan siapa dia akan hidup?


Ibu membenciku, bahkan tidak mau melihat kedua mataku lagi.


Hidupku mungkin terjamin karena harta ayah, tapi tetap saja


harta itu tidak dapat menggantikan rasa sepi yang tidak berujung.


hingga suatu hari,


tahun demi tahun sudah berlalu, kini anak laki-laki berambut putih itu sudah semakin besar. ia baru saja pulang dari hari pertamanya di sekolah menengah pertama.


ia berjalan sambil menatap koin dengan gambar dua ikan yang berenang berlawanan arah satu sama lain yang diberikan ayahnya itu.


satu-satunya kenangan.


kemudian, tanpa sengaja jatuh ketika ia sedang memainkannya. namun ketika ia hendak memungutnya, sebuah tangan putih yang lentik mengambilnya terlebih dahulu.






?????: "milikmu?" tanya suara lembut yang anak laki-laki itu kenal. ia menoleh kedepan dan melihat seorang gadis seusianya tersenyum manis menatapnya sambil memberikan koin itu.




Tanaka Shira.


Rian: "iya, terima kasih" kata Rian sambil menerima kembali koinnya itu.


Shira: "sama-sama, hehe" balas si gadis berambut putih sambil tersenyum riang pada Rian.


Rian: "kau Shira, bukan? teman sekelasku" tanyanya.


Shira: "iya, betul! haha, makasih lho sudah mengingat namaku" katanya sambil menyelipkan rambut putihnya kebelakang telinganya. ia menatap koin yang Rian pegang.


Shira: "koin yang bagus"


Rian: "terima kasih"


Shira: "pemberian ayahmu, bukan?"


Rian: "darimana kau tahu?"


Shira hanya tersenyum, namun kali ini kedua matanya berubah menjadi ungu gelap.


Shira: "kau tidak bisa merahasiakan sesuatu dari penyihir, Rian" jawabnya.


Rian menyernyitkan dahinya dan kedua bola matanya membesar. ia perlahan mundur dari hadapan Shira.


Rian: "penyihir..? apa maksudmu..? jangan bercanda!" serunya. Shira hanya tertawa cekikikan mendengar balasan Rian.


tanpa Rian sadari, seisi kota perlahan berubah menjadi aneh. semua orang yang berlalu lalang kehilangan salah satu anggota tubuhnya dan mereka berjalan terlalu pelan, rumah-rumah dan gedung-gedung berubah menjadi rumah-rumah boneka yang terlihat suram.


Shira: "jangan takut, aku takkan melukaimu kok. tapi tergantung kondisi"


Rian: "apa maksudmu? bicara yang jelas!"


Shira: "kasar sekali, apakah begitu caramu bicara pada seorang lady ?" tanya Shira disusul dengan sebuah tawa cekikikan yang awalnya terdengar normal menjadi menyeramkan.


Shira: "aku tahu seberapa besarnya rasa kehilanganmu, Rian. terpampang jelas pada kedua matamu kau sangat merindukan ayahmu"


Rian menelan liurnya dan perlahan mundur, ia hendak berlari tapi seakan-akan kakinya menolak perintahnya.


Shira: "aku tahu benar, Rian. kau adalah anak yang sangat, sangat baik pada ayahmu. apa kau.. ingin ayahmu kembali?"


Rian: "omong kosong! bagaimana kau akan melakukannya!?"


Shira: "aku ini penyihir, ingat? dan aku tidak suka melanggar janji, kau tahu?"


Shira: "aku benar-benar bisa mengembalikan ayahmu, dalam keadaan sehat, hidup, dan pastinya ia punya semua ingatannya denganmu. aku bisa menghidupkan ayahmu kembali, Rian" kata Shira.


mendengarnya, entah kenapa Rian merasa tergiur.


Rian: "..k-kalau begitu bisakah kau membantuku?"


Shira: "dengan satu syarat"


Rian: "apapun, untuk ayah"


Shira tersenyum puas.


Shira: "bergabunglah kedalam klub Astrologi, jadilah mata-mataku. aku ingin kau memberitahukanku tiap detail rencana para zodiak, dan..






curi bros mereka."


Rian: "zodiak? apa maksudmu? a-aku benar-benar tidak mengerti semua ini sama sekali"


Shira: "nanti kau akan mengerti, Rian." jawab Shira sambil tersenyum.


Shira: "lakukan perintahku, setelah bros para zodiak terkumpul semuanya aku akan menghidupkan kembali ayahmu" katanya sambil berjalan melewati Rian.


setelah itu, semuanya kembali normal.


tidak ada orang-orang yang kehilangan salah satu anggota tubuhnya, tidak ada lagi gedung-gedung dan rumah boneka, dan tidak ada lagi bau krayon.


Rian menatap koinnya itu, lalu menggenggamnya.


Rian: "..demi ayah.." gumamnya.


demi ayah.


demi ayah.


demi ayah.


demi ayah.


demi ayah.


demi ayah.


demi ayah.


demi ayah.


demi ayah.




DEMI AYAH.


...........................


Kembali ke waktu.


Nagisa dan Cecil berlari sejauh mungkin dari tempat. mereka berhenti dibelakang sebuah pabrik yang sudah lama ditinggalkan.


Nagisa: "Cecil.. apa kau terluka?"


Cecil: "..tidak, terima kasih Nagisa.. aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau kau tidak datang"


Nagisa tersenyum dan mengangguk, tapi didalam hatinya ia masih tidak menyangka dengan apa yang barusaja ia lihat tadi.


Nagisa: "bagaimana dengan zodiak yang lain? apa mereka.. masih--"


Cecil: "aku yakin mereka masih hidup, hanya saja.. mungkin saja bros mereka.."


mendengar kata 'bros'


sontak Nagisa teringat akan brosnya yang tertinggal begitu saja di rumah. Ia khawatir, tapi ada kemungkinan juga Rian belum mengambilnya.


Kento: "Nagisa!" seru Kento, ia turun dari atas salah satu atap rumah dan berlari kearah Nagisa dan Cecil.


Kento: "kalian tidak apa-apa?"


Cecil: "ya, Nagisa membantuku" kata Cecil, Kento mengangguk dan mengalihkan pandangannya kearah Nagisa.


ia terlihat marah, marah sekali.


Nagisa hanya bisa diam.


*BTAK*


Kento menjitak kepala Nagisa dengan keras.


Kento: "APA YANG KAU PIKIRKAN, IDIOT?! KAU MENAKUTIKU, AKU KIRA KAU HILANG DICULIK RIAN ATAU MALAH LEBIH BURUK--"


Kento berhenti bicara begitu melihat air mata membasahi pipi Nagisa.


Kento: "N-Nagisa-- maafkan aku, apakah sakit?"


Nagisa: "..aku tidak percaya.. Rian--"


Nagisa: "--kenapa ia melakukan itu? aku kira ia teman.." Kento memotong kalimat Nagisa dengan memeluknya erat.


Kento: "..ssh, sudahlah. tidak perlu menangis, kenyataan memang pahit." kata Kento sambil perlahan mengelus rambut biru Nagisa.


Nagisa: "tapi, ini sulit dipercaya aku--"


Kento: "aku tahu, Nagisa. tapi ini kenyataan, aku tahu memang sakit tapi itu bukan berarti rasa sakit itu akan ada disana selamanya. sekarang, ayo kita ke markas Rigel. akan jauh lebih aman disana" kata Kento, Nagisa perlahan melepas pelukannya dari Kento.


kemudian, Kento menyeka air mata Nagisa dengan ibu jarinya.


Kento: "sial, kau semakin jelek saja kalau menangis" kata Kento sambil tersenyum, tapi Nagisa hanya terdiam saja. kemudian Kento merogoh-rogoh isi kantung celananya, dan memberikan Nagisa bros birunya.


kedua bola mata Nagisa membesar seketika.


Nagisa: "d-darimana kau--"


Kento: "aku sudah bilang di telepon bahwa aku akan datang, bukan?" tanya Kento.


Kento: "jika bros itu memang berharga, maka jagalah baik-baik. jaga semua yang kau sayangi dengan nyawamu, Nagisa" kata Kento sambil tersenyum. Nagisa balik tersenyum dan mengangguk.


Nagisa: "kau tahu.. setelah semua ini, aku mulai mengira bahwa kau adalah orang yang baik.. bukan orang sok pemimpin seperti yang aku kenal dulu"


Kento: "woiyadong, aku ini orang yang sangat baik kau tahu?" kata Kento dengan nada sombong, Nagisa menampar bahu Kento sambil tertawa.


Mendengar Nagisa tertawa, Kento pun ikut tertawa. namun kemudian, suara batuk palsu menghentikan suara tawa mereka.


Cecil: "ahem"


Cecil: "aku gak mau jadi nyamuk, dan.. bukannya sekarang lebih baik kita pergi ke mansion?"


Kento: "ah, benar. Ayo, Nagisa cepat berubah wujud" kata Kento.


Nagisa: "lho.. kenapa?"


Kento: "akan jauh lebih cepat kalau kita pakai wujud zodiak" balas Kento. Nagisa mengangguk dan berubah wujud menjadi Aquarius.


Nagisa: "baik, ayo" kata Nagisa. Kento dan Cecil tersenyum, kemudian mereka mulai melesat dari atap ke atap bersama-sama.


Nagisa dan Kento menatap satu sama lain sambil tersenyum, lalu kembali melompat dari atap ke atap.


.................................


sesampainya di Mansion, mereka disambut oleh Rigel dan beberapa zodiak yang terluka parah. Nagisa, Kento, dan Cecil buru-buru masuk. Rigel yang melihat mereka terkejut.


Rigel: "Astaga, kalian baik-baik saja? kemana saja kalian?! aku sudah menghubungi kalian berkali-kali!" seru Rigel.


Cecil: "maaf, Ketua Rigel tapi.. tadi aku sempat diserang Rian dan Nagisa datang menolongku, lalu kami ketemu Kento dan langsung buru-buru kesini" jelas Cecil, Rigel mengangguk.


Rigel: "kalian tidak terluka, kan?" tanya Rigel cemas.


Nagisa: "tidak, Ketua. kami baik-baik saja--" Nagisa berhenti bicara begitu ia merasakan sakit kepala yang sangat berat, ia nyaris kehilangan keseimbangan.


Kento buru-buru menangkapnya agar ia tidak jatuh.


RCK: "Nagisa!"


*Rigel Cecil Kento


Nagisa: "a-aku tidak apa-apa.. tenang saja" kata Nagisa.


Rigel: "kutukanmu masih belum terpulihkan.."


Kento: "kita harus bagaimana?" tanya Kento, Rigel menggeleng.


Rigel: "Aku sungguh tidak tahu, Kento. aku sudah bicara berkali-kali dengan Layl tapi ia benar-benar tidak punya cara untuk melumpuhkan kutukan itu. jarum itu tidak bisa dikeluarkan dengan cara apapun."


Kento dan Nagisa terdiam.


Rigel: "tapi, aku tidak akan menyerah. kita akan mencari penawar kutukan Layl, tapi saat ini kita harus fokus dengan masalah Rian. Echidna benar-benar memburu kita saat ini. Ayato, Masada, Kanato, dan Kana mereka kehilangan bros mereka. beruntungnya ia cuma baru dapat empat. tapi bukan berarti ia akan diam begitu saja, aku yakin itu"


Cecil: "apa itu artinya kita tidak bisa pulang..?"


Rigel: "tepat sekali. aku sudah menyihir setiap bagian luar dan dalam mansion ini. kita akan aman dari gangguan Rian dan Echidna"


Rigel: "kalian semua akan tinggal disini sementara waktu."


Nagisa: "berapa lama?" tanya Nagisa cemas.


Rigel: "sampai semuanya benar-benar baik-baik saja. kalian mengerti?" jawab Rigel. Nagisa merunduk.


NKC: "..Mengerti"


*Nagisa Kento Cecil


Batin Nagisa: "Rikou, Kousei, maafkan aku"

Comment