8-Tell Me Good Bye

Hai, lama tidak jumpa. Usiaku sudah dua puluh satu tahun. Cukup dewasa bukan, dari pada sembilan tahun yang lalu. Bagaimana tempat barumu, aku harap selalu nyaman dan baik-baik saja. Um, aku baik disini dan masih bertahan dengan kesendirian yang selalu menjadi zona nyamanku sejak dulu.


Masih ingatkah kamu dengan pertemuan pertama kita diawal tahun sekolah. Kamu tahu, aku menyukaimu meski aku tahu itu pertemuan pertama kita. Meski hanya melihatmu dikejauhan aku sudah merasa senang. Jarak kita tidak selalu jauh dan banyak momen kita disatu lingkungan yang sama walau kita tidak pernah berinteraksi.


Aku selalu melihatmu ditempat itu, itu alasan mengapa aku suka menyendiri di kelas. Karena aku bisa dengan leluasa melihatmu diseberang sana. Apakah aku terdengar seperti penguntit atau maniak, aku harap tidak ada pikiranmu untuk hal itu. Beberapa kali kita bersinggungan dan aku menjadikannya sebagai keberuntungan. Padahal bukan momen yang menarik.


Ingat ketika kita berjabat tangan untuk yang pertama dan terakhir. Ketika semua siswa memberi ucapan selamat kepada anggota osis yang baru. Itu adalah momen terbaik selama masa sekolahku. Meski aku mengerti ketidakperdulianmu dan saat itu kamu bahkan tidak melihatku. Aku pernah bersikap seperti orang bodoh padahal aku hanya melihat sepatumu tapi, rasa senangku seperti mendapat lotre. Itu cukup menggelikan karena pada dasarnya kita tidak saling mengenal dan aku hanya mengetahui namamu. Namun, tidak sebaliknya. Karena aku tidak yakin apa kamu mengethui namaku.


Ditahun kedua, seperti skenario kita berada dinaungan ruangan yang sama. Itu membuatku tidak bisa melihatmu lebih leluasa. Ditahun yang sama juga untuk pertama kalinya kamu menyapaku. Itu bukan sapaan sebenarnya, karena kamu bertanya lebih tepatnya. Aku gugup dan menyembunyikan wajahku dengan bersikap sibuk dan dingin seolah-olah tidak perduli. Memberi jawaban salah dan membuatmu kembali bertanya. Aku merutuk saat itu karena bersikap bodoh dihadapanmu. Dan kembali memberi jawaban yang benar meski harus menetralkan detak jantungku dulu.


Tapi, kisah "Romansa" kita berhenti tepat di tahun terakhir. Aku harus mengucapkan selamat jalan padamu. Kecelakaan itu mengharuskanmu untuk pergi dan aku hanya bisa diam menyadari kenyataan bahwa kamu pergi tanpa tahu bahwa aku sakit disini. Setiap pembahasan orang lain tentangmu dikemudian hari mengiris luka tak kasat mata di tubuhku. Sangat sakit, kadang bisa kutahan. Namun kadang juga tidak bisa kutahan, hingga mataku memanas dan tenggorokanku terasa perih.


Kita bukan siapa-siapa tapi setiap cerita yang menyinggung tentangmu berefek besar padaku. Kamu tahu, bahkan setelah hampir lewat sembilan tahun perasaanku masih sama. Katakan aku egois, menyakiti diriku sendiri dan seakan menjadikanmu sebagai alasan. Maafkan aku, aku tidak bermaksud begitu. Apakah bisa dikatakan jika aku mencintaimu, jika sampai sekarang tidak ada yang berubah dari perasaanku. Apakah sekarang kamu tahu rahasia terbesarku yang menyimpan perasaan ini, meski kita sudah berbeda dunia.


Katakan padaku selamat tinggal, karena aku membutuhkannya. Mungkin bisa meredakan berbagai rasaku terhadapmu.

Comment