1-Cafe

Kau datang dijam yang sama, memesan menu yang sama, dan kemudian duduk ditempat yang sama. Lalu, aku akan mengantarkan menu itu. Kau mengucapkan terima kasih tanpa melihat kearahku, kau teralu fokus dengan benda yang ada ditanganmu. Wajah dingin selalu terpatri seperti tidak pernah terlihat hangat. Kau tahu, melihatmu dengan jarak sedekat ini merupakan keberuntungan bagiku selama tiga bulan terakhir ini. Meski pun kau tidak pernah melihatku, aku tidak masalah.


Setelah itu aku hanya akan memandangmu dari kejauhan. Rasanya seperti kau bekerja ditemani kekasih. Kita berada ditempat yang sama. Terlalu berangan, tapi aku merasa tidak masalah dengan itu. Pagi ini memang cerah, matahari juga tidak terlalu panas. Sangat cocok bukan untuk sepasang kekasih pergi berkencan.


Pandanganmu masih terkunci pada alat komunikasi yang ada ditanganmu itu. Mengetik pesan yang entah untuk siapa. Aku selalu ingin menyapamu, tapi aku cukup pengecut untuk melakukannya. Terlalu malu, sangat penakut, dan penuh rasa gugup. Aku berniat, tapi seketika aku urungkan. Aku tidak mau kamu menganggapku aneh karena tiba-tiba menyapamu. Aku bahkan tidak tahu apakah kau mengenalku atau setidaknya mengetahui namaku, aku terlalu takut untuk mengetahui jawabannya. Terasa menyedihkan, aku tahu. Tapi, dari pada menerima kenyataan bahwa aku hanyalah setitik embun yang tidak terlihat aku merasa lebih baik seperti ini.


Berulang kali aku melewati mejamu. Entah itu mengantar pesanan, menerima pesanan, atau membersihkan meja. Bekerja seperti ini menyenangkan, sampai pada pintu terbuka dan lonceng berbunyi. Seorang gadis mendatangimu terburu-buru. Aku tahu gadis itu, ia gadis yang ada di kelas vokal. Tersenyum padamu dan menyapamu. Ketika ia mengambil tempat dihadapanmu, pandanganmu menyambutnya dan senyumanmu menyapanya. Hari ini, sangat bagus untuk berkencan.

Comment