The Second

Seluruh sudut istana telah dihias dengan berbagai macam bunga di hari istimewa ini. Harum semerbak bunga tercium olehku, membuat perasaanku melambung seperti melayang. Aku bahkan sempat berpikir kalau aku mungkin saja berada di surga.


Hari ini adalah hari istimewa dan bersejarah bagi Kerajaan Palloseo.


Kurasa lebih tepat jika kukatakan: hari istimewa bagi kakakku, Pangeran Talza. Sebab hari ini telah diputuskan sebagai hari pertunangan Pangeran Talza dari Kerajaan Palloseo dan seorang putri dari Kerajaan Losan.


Kapal yang membawa putri dari Kerajaan Losan direncanakan tiba sebentar lagi. Setelah itu, acara pertunangan akan langsung diadakan pada malam harinya.


Kedua pengawal di depanku membukakan pintu menuju aula istana. Aku berjalan masuk ke dalam aula. Puluhan pengawal dan dayang telah berbaris rapi di posisi mereka masing-masing. Mereka memberi hormat kepadaku ketika aku berjalan melewati mereka.


Raja Mote, Ayahku, duduk di singgasananya dengan wajah berbinar-binar. Aku memberinya hormat ala Kerajaan Palloseo begitu berada dihadapannya. Ayah segera berdiri dan memelukku. Sama sepertiku, Ayah tidak terlalu menyukai formalitas.


"Akhirnya kau datang juga, Kir. Kemarilah." Ayah membimbingku duduk di kursi yang ada di samping kiri singgasananya. Ia pun duduk.


"Aku tidak mungkin melewatkan hari besar ini, Ayah. Ngomong-ngomong, kakak dimana?" Aku mengedarkan pandangan ke seluruh aula tapi tidak menemukan sosoknya.


Ayah tersenyum cemas dan menjawab, "Talza sedang bersiap-siap di belakang. Ayah harap dia tidak gugup."


Aku tertawa mendengar kecemasan Ayah yang tak berarti. "Itu tidak mungkin terjadi, Ayah."


Selama ini, belum pernah aku melihat kakakku gugup. Semua ditanggapi kakakku dengan santai. Tapi.. Mungkin saja hal ini bisa membuatnya gugup. Mengingat ia akan bertunangan dengan seorang putri yang tidak pernah ditemui sebelumnya.


Tidak lama kemudian, sangkakala berbunyi dengan nyaring, menandakan tamu kerajaan telah tiba.


Otomatis, aku langsung berdiri. Aku melirik sekilas ke arah Ayah yang duduk dengan posisi penuh wibawa, lalu mengalihkan perhatianku ke arah pintu masuk.


Entah kenapa jantungku mulai berdebar cepat selama masa penantian ini. Kakakku juga belum menunjukkan sosoknya.


Apa yang dipikirkan oleh kak Talza, batinku. Seharusnya ia menyambut kedatangan calon istrinya. Apa nanti kata orang-orang ka-


Otakku langsung berhenti berpikir ketika melihatnya masuk melalui pintu aula.


Rambutnya yang panjang hingga ke pinggang dan berwarna keemasan, tertimpa cahaya matahari yang masuk menerobos melewati jendela-jendela. Hal itu memberikan efek kilau yang menakjubkan di sekeliling kulitnya yang sangat putih. Seolah-olah gadis itu bersinar seperti matahari. Mata birunya yang jernih menatap lurus ke depan. Dengan penuh percaya diri dan anggun, gadis itu melangkah maju.


Malaikat. Itu kata pertama yang terlintas di benakku saat melihat sosok putri dari Kerajaan Losan.


Aku mengedipkan mata beberapa kali. Tidak percaya dengan penglihatanku sendiri saat ini. Tapi sosoknya tidak berubah. Cantik dan bersinar.


Sang putri berhenti di hadapan Ayah, agak jauh ke belakang dari tempatku memberi hormat pada Ayah. Sang putri tersenyum lalu membungkuk dengan sedikit mengangkat bagian bawah pakaian panjangnya.


Ah, jadi ini cara memberi hormat ala Kerajaan Losan, batinku. Dan ini pertama kali aku melihat secara langsung pakaian wanita dari Kerajaan Losan. Kalau tidak salah mereka menyebutnya sebagai 'gaun'.


"Saya, Lausa Vastalin dari Kerajaan Losan, memberi hormat kepada Raja Mote," kata sang putri kemudian. "Sebagai tanda persahabatan, saya datang dengan tujuan untuk menikah dengan putra kerajaan Palloseo."


Ayah mengangguk lalu tersenyum kepada sang putri.


"Terima kasih telah datang jauh-jauh ke Kerajaan Palloseo, Putri Lausa. Mengenai tunanganmu..." Ayah tampak ragu-ragu karena yang bersangkutan sama sekali tidak tampak batang hidungnya.


Tiba-tiba pintu di sebelah kanan aula terbuka lebar. Kak Talza masuk dengan gaya 'khas'-nya.


"Aku di sini! Aku adalah pangeran pertama, Talza! Akulah tunanganmu, Tuan Putri. Senang berkenalan denganmu~"


Kak Talza memperkenalkan dirinya dengan centil. Lebih buruk lagi, kak Talza memakai pakaian perempuan! Hobi aneh kak Talza ini sudah diketahui oleh seluruh penduduk kerajaan kami.


Aku melotot marah ke arah kak Talza. Bagaimana mungkin kak Talza berani memakai pakaian seperti itu di acara resmi ini?


Kak Talza tidak menanggapi tatapan marahku. Aku mendengar Ayah berdeham. Takut-takut, aku melirik ke arah Putri Lausa.


Sang putri tersenyum manis sekali dan berkata, "Senang berkenalan denganmu, Pangeran Talza. Tapi kusarankan agar kau tidak mendekatiku. Aku tidak suka dengan pria yang memakai pakaian wanita."


Eh? Apa? Kak Talza ditolak?!


Belum selesai keterkejutanku, sang putri menoleh padaku, lalu berjalan mendekatiku dan bertanya, "Apakah kau juga putra kerajaan?"


"Ah, ya. Aku adalah pangeran kedua. Ak-" Perkataanku terhenti gara-gara ciuman sang putri di pipiku.


"Sudah kuputuskan," kata sang putri yang kini menggandeng tanganku. "Aku akan menikah dengan putra kedua."


Mendengar pernyataan sang putri, Ayah tertawa terbahak-bahak.


"Baiklah kalau itu keinginanmu, Putri! Malam ini kita akan melangsungkan acara pertunangan antara Pangeran Kir dari Kerajaan Palloseo dan Putri Lausa dari Kerajaan Losan!" seru Raja Mote. Suaranya menggema di aula istana.


Kak Talza tersenyum lebar dan memberiku selamat.


Demikianlah hari ini adalah hari istimewa dan bersejarah bagiku. Hidupku berubah drastis dalam hitungan detik.


***

Comment