Pengantar Mimpi



Clalune, salah satu dari bulan kembar, bersinar terang di langit kelabu Litanna. Cahaya ungunya yang lembut seolah menjernihkan hati setiap makhluk yang memandanginya. Namun, pemandangan langka ini tidaklah seindah penampakannya. Dalam legenda dan mitos, kemunculan Bulan Ungu Clalune adalah suatu pertanda buruk. Karena setiap kali Clalune bersinar ungu, selalu ada peristiwa 'besar' yang terjadi.


"Sungguh indah."


Gavin menarik tirai jendela hingga tertutup dengan mulutnya.


"Kenapa kau tidak nikmati pemandangannya lebih lama. Tidak setiap saat kita bisa melihat bulan terkutuk ini."


Gavin berbalik dan menatap tajam ke pemilik suara.


Seorang perempuan cantik berkulit sangat pucat duduk di dekat perapian. Ia memakai gaun ketat berwarna merah. Kakinya yang jenjang disilangkan memperlihatkan pahanya yang mulus. Perpaduan cahaya api perapian serta lilin dalam ruangan menampilkan efek menakjubkan pada gaun dan kulit pucatnya. Seakan-akan yang berada di hadapan Gavin saat ini adalah Dewi Api. Tapi, tidak salah juga menganggap perempuan itu sebagai Dewi Api, mengingat ia adalah putri Dewa Api Abadi.


"Pulanglah, Sitra." Suara berat dan dalam keluar dari mulut Gavin.


"Eh?" Sitra menggembungkan kedua pipinya. "Kenapa? Padahal aku baru datang."


"Seharusnya kau tahu apa yang terjadi saat Bulan Ungu Clalune muncul."


Sitra memain-mainkan ujung rambut merahnya. "Tentu saja." Ia lalu menjentikkan jari dan bola api sebesar bola bisbol timbul di ujung jari telunjuknya. "Entah kenapa aku jadi bersemangat."


Bulan Ungu Clalune sudah menunjukkan dampaknya. Tidak ada yang bisa menghentikan kekuatan Clalune.


Gavin mulai terlihat cemas saat satu bola api dimunculkan lagi oleh dewi kecil itu.


"Hei, anjing penjaga."


Alis Gavin berkedut mendengarnya.


"Asal kau tahu," Sitra tiba-tiba melompat ke atas kursi malas yang barusan didudukinya, "aku tidak akan pulang sampai aku puas bermain!"


Dua bola api miliknya pun segera 'menyerang' Gavin. Dengan sigap, dua ekor Gavin menepis kedua bola api tersebut bersamaan.


"Apa yang kau lakukan!"


"Bermain!" balas Sitra riang. Bola api yang lebih besar dan banyak bermunculan di sekelilingnya.


"Hentikan, bodoh!"


Untuk mempertahankan dirinya, Gavin terpaksa bertransformasi. Meninggalkan wujud hewannya, kini siluman itu mengambil bentuk keduanya – setengah hewan setengah manusia. Tubuh Gavin membesar, kaki depannya berubah menjadi tangan berbulu dengan cakar tajam, dan ia berdiri menjulang dengan kedua kaki belakang layaknya manusia.


Sayangnya, proses transformasi Gavin kali ini jauh lebih lambat dan terasa menyakitkan dibandingkan biasanya. Akibatnya beberapa bola api yang diluncurkan oleh Sitra berhasil mengenai tubuh Gavin dengan telak.


Cih! Dasar bulan ungu sialan! maki Gavin dalam hati sambil menahan sakit.


"Permainan dimulai!" seru Sitra kemudian tertawa seperti orang mabuk.


Gavin, yang transformasinya selesai, mengambil posisi, siap menghadapi serangan bola api dari perempuan yang mabuk kekuatan karena pengaruh Clalune.


== O0O ==


Gavin akhirnya ambruk setelah bertahan entah berapa lama dalam permainan gila ini. Asap kecil mengepul dari barang-barang yang terkena bola api Sitra. Termasuk bulu dan surainya.


Penyerang Gavin mengibaskan rambut merahnya ke belakang dengan angkuh.


"Ada apa?" tanyanya, tersenyum penuh kemenangan. "Kau menyerah?"


Gavin yang terkapar mendengus. Sebuah bola api yang tadinya melayang-layang di atasnya melesat turun dan menghantam perut Gavin.


Siluman itu menepuk perutnya dengan tangan besarnya, langsung memadamkan api yang membakar bulu di perutnya.


Perempuan api ini berniat memanggangku ya, batinnya.


"Menyerah saja, bodoh. Kalau kau menyerah, aku akan menjadikanmu sebagai anjing penjagaku. Bagaimana?"


Gavin menggeram. Ia benci disebut 'anjing penjaga'.


"Siapa yang kau sebut dengan 'anjing'? Aku ini singa!"


"Apa bedanya?" Sitra melambaikan tangan acuh. "Kalian sama-sama berbulu, berjalan dengan empat kaki, punya taring dan cakar."


Gavin kembali menggeram, kali ini lebih keras.


"Oh ya, kalian juga menggeram!" lanjutnya menyeringai nakal.


Siluman singa itu mengaum begitu kuat membuat Sitra harus menutup kedua telinganya dengan telapak tangan.


"Ya ampun. Kau benar-benar tidak bisa diajak bercanda ya?" Sitra merenggangkan tangan ke atas dengan malas sembari berjalan keluar ruangan. "Ah, membosankan."


Gavin terus memperhatikannya hingga sosok merah itu menghilang di balik pintu, lalu mengalihkan perhatiannya ke sekeliling ruangan yang sebagian besar hangus terbakar dan menghela napas panjang.


Kelelahan, tubuh Gavin kembali ke wujud hewannya. Gavin memaksakan diri untuk bangkit. Singa itu mengerang.


"Tuan Gavin?"


Peri kecil menjulurkan kepalanya dari balik pintu, melongok ke kiri dan kanan. Ia mengernyit melihat keadaan ruangan tersebut.


"Anda tidak apa-apa, Tuan Gavin?" Fifi memberanikan diri terbang mendekati Gavin.


Siluman singa hanya meringis.


"Nona Sitra mana?"


"Entahlah. Mungkin pulang."


Itulah yang diharapkan Gavin. Juga yang diinginkan Fifi.


Fifi, peri bunga, tidak menyukai Sitra yang liar dan egois. Belum lagi, kerusakan yang ditimbulkannya setiap datang ke kediaman ini, merepotkan orang-orang di sekitarnya. Bahkan Kraca, Dewa Api Abadi, menyerah menghadapi putrinya yang satu ini.


Fifi mengamati Gavin berdiri dengan kaki gemetar. Singa hitam besar itu sukses ambruk setelah dua langkah. Tanpa diminta, Fifi merapal mantera penyembuh padanya. Bintik-bintik cahaya hijau kecil menyelimuti tubuh Gavin.


"Jangan bergerak!" sahut Fifi menyela Gavin yang membuka mulut hendak mengatakan sesuatu. "Tidak bisakah kalian bermain sesuatu yang 'normal'? Tanpa menghancurkan yang ada di sekitar atau melukai diri kalian sendiri?"


Gavin mendengus dan berkata lemah, "Katakan itu padanya ...."


"Fifi tidak mengerti... Mengapa Nona Sitra senang bermain seperti ini..., dan mengapa Tuan Gavin meladeninya..."


Alih-alih menjawab, Gavin meluruskan badan dan melompat berdiri.


"Tunggu--"


"Terima kasih."


Gavin melangkah menuju pintu, meninggalkan Fifi yang ternganga mendengar ucapannya barusan.


"Tuan Gavin! Tunggu Fifi!"


Peri kecil itu pun terbang mengejar siluman singa.


==O0O==


Langkah kaki Gavin menggema saat berjalan menyusuri lorong. Fifi, si peri, duduk diam di atas kepala singa hitam itu.


Gavin mendorong pintu ganda hingga terbuka dengan kaki depannya.


Di hadapan mereka kini terhampar ribuan buku, baik yang tersusun rapi dalam rak buku maupun yang sengaja ditumpuk di atas lantai.


Fifi tiba-tiba terbang ke tengah ruangan, dimana permadani berwarna kuning terhampar dengan sekumpulan bantal warna-warni. Fifi terbang mengelilingi bunga putih di pot yang juga berwarna putih. Peri itu selalu kelihatan bahagia berada di dekatnya. Hal ini dapat dilihat dari kepakan sayap sang peri bunga. Semakin cepat kepakannya berarti suasana hati sang peri semakin riang atau bersemangat.


Gavin memandang sendu bunga Kilos. Bunga yang dirawat dan dijaga sepenuh hati oleh Fifi. Bunga kesayangan majikan mereka. Ia lalu memperhatikan Fifi yang tampaknya bicara dalam bahasa peri kepada bunga tersebut. Bunga Kilos bergoyang pelan seakan ikut bicara.


"Fifi," panggil Gavin.


"Ya?"


"Cepat tidur. Banyak yang harus kita lakukan." Gavin berbalik lalu menghembuskan napas panjang. "Kita harus memperbaiki ruang santai yang rusak."


"Eh?" Fifi berseru kesal. "Kenapa Fifi dan Tuan Gavin yang harus membereskan kerusakan yang dibuat oleh Si Rambut Merah?"


Gavin meninggalkan Fifi yang melampiaskan kekesalannya kepada kumpulan bantal di sana.


Menyadari tidak ada gunanya marah-marah, dan juga kelelahan karena menggunakan mantera penyembuh, Fifi membaringkan dirinya ke atas sebuah bantal biru muda. Sebagai peri bunga, sudah pasti ia bisa menggunakan sihir. Sayangnya, sihir penyembuh bukanlah keahlian seorang peri bunga. Ditambah lagi, sudah lama sekali Fifi tidak menggunakan sihir lain, sihir yang lebih besar daripada sihir yang digunakannya untuk merawat bunga Kilos. Karena itu, Fifi sangat lelah meski tidak lama merapal mantera penyembuh.


Fifi lalu mengucapkan 'selamat tidur' kepada bunga Kilos. Matanya yang lentik perlahan-lahan menutup. Sekilas, ia melihat bunga Kilos bergoyang seolah membalas ucapan 'selamat tidur'-nya.


Senyum manis mengembang di wajah sang peri dan kesadarannya pun terbang menuju alam mimpi. Sementara itu, bunga Kilos diliputi oleh cahaya ungu dan mulai berubah tanpa suara...


==O0O==



Comment