1. (DYA)

Hari ini aku merasa lebih baik, badanku maksudnya. Aku sangat antusias akan kepindahanku. bukannya aku tidak menyukai rumah lamaku, hanya saja tinggal di lingkungan yang memiliki banyak pohon dan taman yang indah adalah impianku. kemarin aku sangat kelelahan menata perabot rumah dan membersihkan rumah, dan hari ini aku beristirahat sambil menikmati rumah baru. aku memikirkan Rama. satu-satu hal yang membuatku sedih akan kepindahanku adalah karena jauh dari Rama. Rama berjanji akan mengunjungi ku satu bulan sekali di minggu pertama. Sebenarnya aku menawarkan untuk mengunjunginya, tetapi Rama menolak karena katanya aku tidak pintar mengemudi. ia mengkhawatirkanku karena faktanya aku memang lemah dalam hal mengemudi. aku lebih suka menggunakan transportasi umum.


Sore hari aku memutuskan keluar membeli bolam karena lampu ruang depan mati. hanya berjalan beberapa komplek aku menemukan toko hardware peralatan rumah tangga yang cukup besar. Shield. nama toko ini cukup menarik perhatianku. disamping toko itu terdapat sebuah bengkel kecil. Aku masuk kedalam toko itu mencari lampu. saat aku hendak membayar, aku tidak melihat seseorang penjaga kashier. aku melihat sekeliling dan tidak menemukan pemilik toko. apakah pemilik toko tidak takut akan pencuri?membiarkan toko buka tanpa penjagaan. aku keluar dari toko dan menghampiri bengkel. pintu bengkel yang berbentuk garasi itu terbuka, dan ada seorang laki-laki yang pakaiannya penuh dengan noda hitam. melihat penampilannya kurasa ia adalah pekerja di bengkel ini.


"permisi." mendengarku menyapa, laki-laki itu berbalik dan membelakangi mobil yang sedang ia perbaiki. aku sedikit terkejut karena laki-laki itu masih muda.. dan tampan. laki-laki itu memandangiku dengan bingung. walaupun wajahnya penuh dengan oli dan debu, ketampanannya tidak memudar.


"Apakah toko itu buka? aku ingin membeli lampu ini tapi tidak ada yang menjaga toko." ucapku dengan menunjukan lampu yang kubawa. aku berusaha keras agar suara ku tidak bergetar karena sangking gugupnya. apakah aku pernah segugup ini saat berbicara dengan lawan jenis? saat ini aku berusaha untuk bernafas normal karena tatapan laki-laki ini sangat lekat dan posesif. setelah selesai menatap wajahku, matanya beralih ke rambutku yang tergerai. aku menyesal tidak menyisir rambutku sebelum kesini. bukannya menjawab pertanyaanku, laki-laki itu hanya diam sambil berjalan meninggalkanku, dan masuk kedalam toko. beberapa detik berlalu, dan seorang laki-laki lain, menggunakan seragam pegawai toko keluar dari pintu. laki-laki itu tersenyum dan menghampiriku.


"Maaf Nona, saya tadi ada didalam rumah sehingga tidak tahu ada pembeli. Apa anda ingin membeli ini?" tanya pegawai toko itu dengan lembut sambil menunjuk lampu yang ku bawa. pegawai itu mengajakku ke kashier, dan aku melihat nametag yang ada di saku kanan bajunya.


Aldo. aku melirik sebentar, lalu memberikan uang kepada pegawai toko yang bernama Aldo itu.


"Saya belum pernah melihat anda sebelumnya, Nona. apakah anda tinggal didaerah sini?" tanya Aldo sopan. melihat dari penampilan dan cara ia berbicara, aku menyimpulkan bahwa aldo seumuran dengan ku. atau lebih tua beberapa tahun.


"tolong jangan terlalu formal, panggil saja Dya. aku baru saja pindah, dan rumahku hanya beberapa komplek dari sini." aku tidak terlalu senang dipanggil dengan Nona, dan ada baiknya aku mulai bersosialisasi dengan tetangga sekitar.


"Baiklah Dya, dan kamu tentu saja harus memanggilku Aldo. sepertinya kita seumuran." ucap Aldo dengan ramah. setelah Aldo memberikan uang kembalian, aku melihat sekitar. kecewa karena tidak melihat laki-laki tampan tadi, aku melangkahkan kaki meninggalkan toko. sepertinya sekarang aku jadi penggila cowok ganteng. Rama akan mentertawaiku jika tahu bahwa aku sulit bernafas karena baru saja melihat cowok super ganteng. apakah aku akan bisa bertemu denganya lagi? kalau cowok tadi pegawai di bengkel, pasti akan ada kesempatan untuk bertemu.


sesampainya dirumah aku masih saja memikirkan cowok bengkel tadi. selesai mandi, aku melihat handphone ku. ada dua panggilan tidak terjawab, dan tentu saja itu Rama.


"oh Dya, bisa kah kamu langsung mengangkat telponku? aku sangat tidak sabaran, dan kamu tahu itu." Rama langsung mengomel di sebrang telpon. aku tertawa


"maaf Ram, aku tadi mandi."


"bawa saja handphonenya. oiya bagaimana rumah baru mu? sudah selesai bebenah?"


"aku suka rumah ini. yap. hari ini aku sudah selesai bebenah. lelah sekali"


"pastikan kamu mengunci pintu dan jendela. ohiya, buat rumahmu seolah berpenguhuni. letakan beberapa sepatu dan sendal di depan pintu." Rama mengatakan hal yang sama dengan kemarin. aku sangat mengantuk untuk menanggapi Rama.


***


Hari ini aku ada kuliah pukul 10.00, masih ada cukup waktu untuk berjalan-jalan sebentar. komplek rumahku tidak seperti komplek pada umunya. jarak rumah satu dengan rumah yang lain cukup jauh, sehingga untuk berinteraksi cukup sulit. yang ku tahu tetangga kanan kiri ku adalah pekerja yang sibuk. sudah hampir seminggu aku tinggal dilingkungan ini dan jarang bertemu dengan warga.


dan aku belum ke bengkel itu. aku penasaran, dan selalu melihat kearah bengkel saat berjalan menuju halte.


jantung berdebar kencang sekali. aku berjalan melewati bengkel dan melihat pintu bengkel sedikit terbuka . aku mencoba mendekati pintu.


"Kau menghilang lagi, Rei? Sudah berapa hari?" aku mendengar suara dari balik pintu. itu jelas suara Aldo


"6 hari." jawab seseorang dengan suara datar.


"kau sedikit aneh akhir-akhir ini. kau bahkan bolos kerja."


"Ku mohon jangan libatkan Lissa. Akhir-akhir ini aku sulit konsentrasi, dan aku malas membiarkan Lissa menerobos begitu saja."


Aku mengintip disela pintu, dan melihat aldo sedang berhadapan dengan cowok itu, cowok pegawai bengkel yang ku temui beberapa hari lalu. cowok yang membuatku penasaran setengah mati.


"Apa yang kamu lakukan disini?" suara melingking dari belakangku membuatku terkejut. aku berbalik dan didepanku berdiri seorang perempuan cantik menatapku tidak ramah. aku bergeser agar tidak menghalangi pintu. perempuan itu masih memandangiku dari ujung kepala hingga ujung kaki.


"Aah, aku ingin ke toko membeli sesuatu." ucapku beralasan sambil menunjuk toko. alis gadis itu terangkat dan tersenyum sinis. lalu pintu terbuka. Cowok yang tidak kutahu namanya, yang jelas-jelas membuat jantungku berdetak tidak normal, memandangiku dengan heran. tenanglah. bersikaplah biasa.


"aku mencarimu berhari-hari Reinald. kebiasaanmu hilang tanpa kabar membuatku kesal." gadis itu mengahadap cowok yang tidak kutahu namanya, dan akhirnya ku tahu namannya. Reinald. aku suka nama itu. Reinald tidak menghiraukan gadis itu, dan hanya menatapku dengan tatapan yang sulit ditebak. apa yang ia pikirkan sekarang? mengapa menatapku seperti itu?


"Hai Dya. mau berangkat kuliah?" tanya Aldo dengan tersenyum. beberapa hari ini aku memang sering berkunjung ke Shield untuk melengkapi perobat rumah baru ku. Aldo dan aku sering berbincang-bincang, sehingga kami cukup dekat.


"Kamu mengenalnya, Al?" kata gadis itu menatapku masih dengan sinis, dan mengintimidasi.


"Hentikan Lissa, sikapmu kasar sekali untuk seseorang yang baru kau temui." Aldo memutar bola matanya dan menghela nafas panjang. sepertinya gadis yang dibicarakan Aldo dan Reinald adalah gadis ini. apakah gadis ini pacar Reinald? mantan kekasih? dan mengapa cantik sekali?


tanpa ku duga gadis bernama Lissa itu tertawa melihatku. apakah ada yang lucu? mengapa ia menertawaiku?


"oh tidak. Rei bukan pacarku, apalagi mantan kekasihku. Jelas aku tidak terima jika kamu berpikir seperti itu."


aku menatap Lissa kaget. mengapa ia tahu apa yang kupikirkan? apakah ia dapat membaca pikiran seseorang dengan mudah? apakah aku mudah sekali ditebak. aku menundukan kepala merasa malu sekali. harusnya aku bisa menyanggah Lissa, tapi berdekatan dengan Reinald sedikit membuatku linglung.


"Jangan hiraukan gadis gila itu." ucap Reinald tanpa memandangku. kemudian ia menarik lengan Lissa, dan masuk ke dalam toko.


"Rei benar. Lissa memang sering berbicara seenaknya. ku harap kamu tidak tersinggung" Aldo berusaha menjelaskan.


"Aku lebih tersinggung dengan temanmu yang bernama Rei itu. apakah sikapnya selalu dingin?"


Aldo tertawa kecil mendengar pertanyaanku.


"Rei memang sama sekali tidak ramah. jadi jangan buang energi mu untuk membenci sikapnya."


membenci sikap Rei? aku harap aku bisa melakukannya. untuk kebaikan jantungku. karena memikirkannya saja membuatku jantung berdebar-debar.

Comment