#2 Proposal Teddy [Suga Ver]

- Proposal Teddy -




Angin bertiup merdu, menyapa setiap insan yang menikmati dinginnya musim gugur yang telah berakhir. Lalu diam-diam sang bayu berbisikan pada pucuk-pucuk dedaunan yang berguguran. Menandakan musim dingin akan segera tiba.


Yoongi membawa langkahnya ke rumah Hana. Ia ingin menjelaskan kesalahpahaman ini. Dalam hati ia berharap Hana tak mengusirnya, karena itu akan membuatnya semakin sakit.


Ting.. Tong...


Yoongi menekan bel rumah Hana. Ia berharap Hana akan segera keluar dan menemuinya.


Ceklek...


"Yoongi!" ucap nyonya Jung saat melihat Yoongi. Ia sedikit terkejut melihat penampilan Yoongi yang terlihat berantakan.


"Eomonim apa Hana ada? Aku ingin bicara dengannya. Ini sangat penting."


"Tapi Hana—."


"Aku mohon, eomonim," ucap Yoongi memelas.


"Baiklah, tunggulah di sini," ucap nyonya Jung. Awalnya ia enggan memanggil putrinya yang tak ingin diganggu siapapun itu, tapi melihat keadaan Yoongi yang kacau membuat hatinya tersentuh. Pasti terjadi sesuatu yang buruk diantara mereka tadi.


Tok...


Tok...


Tok...


"Hana keluarlah, Yoongi datang. Ia bilang ada yang ingin ia bicarakan denganmu," ucap sang Ibu.


"Usir saja eoma, aku tak ingin menemuinya lagi," ucap Hana masih dengan suara paraunya.


"Tapi dia bilang, ini sangat penting," bujuk sang ibu lagi.


"Aku tak perduli."


Dengan senyum yang tampak dipaksakan, nyonya Jung berjalan menemui Yoongi.


"Mianhae Yoongi, sepertinya Hana tak ingin diganggu dulu," ucapnya.


"Baiklah eomonim, aku akan datang lagi nanti," ucap Yoongi, ia berbalik dengan raut sedih.


"Tunggu, Yoongi," cegah nyonya Jung.


"Nde, ada apa eomonim?"


"Apa kalian bertengkar lagi?" tanya nyonya Jung, namun hanya disambut anggukkan oleh Yoongi. "Tenanglah Yoongi, seperti yang sudah-sudah. Dia akan cepat kembali padamu, jadi biarkan dia sendiri dulu."


Eomonim benar tapi kali ini masalahnya jauh berbeda daripada yang kemarin-kemarin—batin Yoongi.


"Ya sudah eomonim, aku pulang dulu," ucap Yoongi berpamitan.


--


Dari jendela kamarnya, Hana memandang punggung Yoongi yang kian jauh. Butiran bening kembali jatuh saat melihat sosok Yoongi yang terlihat kacau, terlebih saat ia melihat lengan Yoongi dibebat kain putih.


"Maafkan aku Yoongi," isaknya lirih. Baginya Yoongi sangat berharga lebih dari apapun. Meskipun akhir-akhir ini mereka lebih sering bertengkar karena kesibukan Yoongi yang makin padat bersama BTS. Ia sangat memaklumi itu.


Tapi tidak kali ini, Yoongi yang ia harapkan akan menjadi pendamping hidupnya. Kini justru mempermainkan perasaannya. Berulang kali mengabaikannya. Dan sekarang menjadikan acara lamarannya sebagai lelucon.


Apa kau benar-benar manusia Yoongi?—pikir Hana.


Ia sudah lelah.


"Apa yang harus ku lakukan sekarang Yoongi? Rasanya sulit sekali membencimu."




--




"Huaaa... Yoongi lihat. Bukankah pria itu tampak romantis?" ucap Hana yang sedari tadi memandangi pria yang tengah melamar kekasihnya di cafe favorit mereka.


"Lihat Yoongi, dia mau memasangkan cincin dijari manisnya," ucap Hana, berharap Yoongi akan menanggapinya.


Namun lagi-lagi Yoongi terlalu asik dengan dunianya. Ia biarkan earphone melekat ditelinganya, kendati ia sedang berkencan dengan kekasihnya. Sementara mulutnya terus saja merapal lirik yang ia corat-coretkan pada notenya, dan mengabaikan Hana.


"Ku harap, aku bisa seperti gadis itu. Dilamar di tempat romantis dengan cara yang romantis pula," ucap Hana sembari mengalihkan pandangannya pada Yoongi yang terlihat sibuk.


"Kau itu benar-benar menyebalkan," ucap Hana kesal.


"Hah?" Yoongi mengangkat kepalanya, memandang Hana dengan ekspresi bingung.


"Jadi sedari tadi kau tak mendengarkanku!" seru Hana kesal. "Kau bahkan mengabaikanku lagi, di kencan kita. Kau benar-benar menyebalkan."


"Hana apa maksudmu?"


Dengan kasar Hana merebut note milik Yoongi dan melemparnya entah ke mana. "Hana apa yang kau lakukan?" tanya Yoongi, ia marah.


"Apa yang aku lakukan? Harusnya aku yang bertanya padamu?" ucap Hana. "Berhentilah bersikap seperti ini? Kita sedang kencan, tapi kau hanya sibuk dengan duniamu dan mengabaikanku."


"Maafkan aku, tapi aku harus menyelesaikan laguku sesegera mungkin."


"Sebegitu pentingkah lagumu daripada kencan kita? Kau benar-benar menyebalkan Yoongi," Hana menyandang tasnya lalu pergi meninggalkan Yoongi.




--




Miris.


"Berapa kali pun aku mencoba membencimu, aku tak pernah bisa membencimu Yoongi," ucap Hana lirih. Butiran bening kembali jatuh mengingat betapa egoisnya Yoongi kala itu. Ia benci sikap Yoongi yang seperti itu, tapi ia tak pernah bisa membenci sosok yang memberikannya melodi penyemangat dikehidupannya yang terbilang datar.


"Aku sungguh mencintaimu."




---




Mentari telah beralih dari peraduannya, bertukar posisi dengan sang dewi malam. Berselimut awan ia terlelap ditemani jutaan bintang. Angin masih menghembuskan hawa dingin, seakan tak membiarkan seorang pun keluar dari rumahnya. Namun Yoongi yang hanya berbalut kemeja putih yang tadi pagi dipakainya, terus berjalan tanpa tujuan setelah untuk kesekian kalinya ia diusir dari rumah Hana.


"Maafkan aku Hana," butiran bening jatuh membasahi wajahnya yang tampak semakin pucat.




---




Hana terbangun dari tidurnya, tenaganya terasa hilang setelah seharian menangisi Yoongi. Kembali, bayangan Yoongi terlintas dalam ingatannya mengusik setiap memory yang pernah ia buat dengannya. Dadanya kembali terasa sesak dibuatnya, tapi ia lelah menangis.


"Aku merindukanmu," ucapnya lirih. Ia lalu meraih ponselnya, mengaktifkannya dan betapa terkejutnya ia saat melihat puluhan pesan suara dari Yoongi.


Kriiiinggg.....


Hana tersentak saat ponselnya berdering, tanda telepon masuk. Awalnya ia enggan mengangkat telepon dari Seokjin, tapi ia penasaran kenapa Seokjin meneleponnya malam-malam begini.


"Yeobeoseo!" ucap Hana.


"Hah.. syukurlah kau mengangkat teleponnya," ucap Seokjin. "Sudah ribuan kali aku meneleponmu."


"Ada apa oppa meneleponku?" tanya Hana.


"Yoongi belum pulang sejak ia bilang akan kencan denganmu. Padahal sudah hampir tengah malam. Dan ponselnya juga tidak aktif," ucap Seokjin. "Apa kau tau dimana dia sekarang?"


Hana hanya terdiam mendengar Yoongi menghilang. Apa ini karenanya?—pikir Hana, tanpa sadar butiran bening kembali jatuh ke pipinya.


"Hana, apa kau baik-baik saja?" tanya Seokjin.


Lagi, tak ada jawaban yang diterima Seokjin.


"Ya sudah, aku tutup teleponnya," ucap Seokjin. "Kabari aku jika Yoongi menghubungimu."


"Oppa tunggu!" ucap Hana sebelum Seokjin benar-benar menutup teleponnya.


"Ada apa?"


"Tolong marahi Yoongi, jika kau menemukannya. Ia sungguh membuatku kesal hari ini," ucapnya. Sebenarnya bukan itu yang ingin ia katakan, ia hanya berharap jika Yoongi baik-baik saja dan sedang menenangkan diri.


"Hum, baiklah. Aku tutup teleponnya. Bye."


Usai mengucap salam terakhirnya Seokjin benar-benar menutup teleponnya. Tapi hal itu tak serta merta membuatnya tenang. Ia khawatir terjadi sesuatu yang buruk, terlebih ia sempat melihat tangan Yoongi yang diperban.


Hana membuka pesan suara yang Yoongi tinggalkan untuknya.




Voice mail 1


"Hana maafkan aku. Aku tak bermaksud melakukan ini. Ku mohon maafkan aku."




Isi voice mail ke-2 sampai seterusnya, sama. Hanya ucapan permintaan maaf.




Voice mail terakhir


"Hana, selamat tinggal."




Hana tersentak mendengar pesan suara terakhir Yoongi, dadanya kembali sesak karenanya. Tanpa sadar tangannya sudah menekan tombol Call pada papan nama Yoongi.


Tak butuh waktu lama baginya untuk mendapat jawaban. Yoongi sudah mengangkat teleponnya.


"Hana," ucap lirih di sebrang telepon. Hana terkesiap mendengar suara orang itu. Suaranya tampak seperti orang yang frustasi.


Ia lalu mengusap airmatanya. "Dasar bodoh, apa yang kau bicarakan? Memangnya kau mau pergi ke mana?"


"Kenapa kau begitu peduli padaku? Bukankah kau membenciku?"


DEG—


Ucapan yang tadi Hana lontarkan, kembali dilemparkan kepadanya. Begitu sakit, karena tepat mengenai jantungnya.


"Maafkan aku," ucap Hana tertunduk, airmata yang sudah mengering kembali menggenang di pelupuk matanya. "Maafkan aku, Yoongi. Maafkan aku."


"Terlambat," ucap Yoongi. Hana kembali tersentak dibuatnya.


"Ku mohon maafkan aku," isak Hana.


Yoongi hanya terdiam.


"Baiklah, jika kau tak mau memaafkanku, tolong beritahu aku di mana kau sekarang."


"Aku berada di tempat di mana tak seorangpun bisa menemukanku, tempat di mana semuanya akan ku akhiri," ucap Yoongi lirih.


"Apa maksudmu? Kenapa bicaramu aneh begitu. Kau di mana sekarang?"


Yoongi tak menjawab.


"Yoongi—"


Tuuuuttttt...


Yoongi memutus teleponnya begitu saja, membuat Hana takut akan terjadi sesuatu yang buruk pada Yoongi. Ia kembali menekan tombol Call dipapan nama Yoongi.


"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Silakan tinggalkan pesan setelah bunyi—."


Hana semakin merasa khawatir setelah mendengar suara operator. Buru-buru ia meraih jaketnya.


Ia terus menghubungi ponsel Yoongi, namun masih saja tak aktif. "Tuhan, semoga ia benar-benar ada di sana," gumam Hana.


Ia berlari menuju gedung tak terpakai yang tak begitu jauh dari rumahnya.


Ya, pasti gedung itu tempat yang dimaksud Yoongi. Karena sudah lama kosong dan ada rumor yang mengatakan gedung itu berhantu, orang-orang jadi enggan pergi ke sana. Dan itu juga tempat yang cocok untuk melakukan bunuh diri.


Hana sampai juga di gedung itu. Manik matanya seolah terpikat pada sosok di atap gedung itu. Minimnya cahaya menyulitkan untuk melihat siapa sosok itu, tapi sepertinya angin sedang bersahabat. Ia dengan baik menyeret awan hitam yang menutupi sang rembulan, membiarkan pancarannya mengenai sosok yang ia kenali sebagai—.


"YOONGI!" teriak Hana.


Tanpa memperdulikan nafasnya yang masih tersengkal-sengkal Hana menaiki tangga menuju atap. Semua ini ia lakukan, demi Yoongi. Agar Yoongi tak benar-benar meninggalkannya, karena ia sungguh mencintai lelaki bermata sipit itu.


BRAKKK...


"YOONGI!" pekik Han, ia menghambur memeluk Yoongi yang tersenyum melihatnya. Saat itu juga tangisnya pecah. Ia takut, sangat takut kehilangan Yoongi.


"Hana—." ucap Yoongi tepat ditelinga gadisnya.


"DASAR BODOH!" pekik Hana, ia masih terisak. "Kau pikir dengan bunuh diri, aku akan memaafkanmu, Huh?"


Yoongi bisa merasakan kemeja yang ia kenakan basah oleh air mata Hana, tangannya yang bebas mencoba membelai surai hitam Hana. "Apa yang kau bicarakan Hana? Siapa yang ingin bunuh diri?" ucap Yoongi, yang langsung mendapat tatapan bingung Hana.


"Lalu tadi itu apa?" tanya Hana dengan wajah polos yang bergenang air mata.


Yoongi terkekeh kecil. "Maafkan aku Hana, aku terpaksa melakukan ini," mendengar kata yang terlontar dari mulut Yoongi buru-buru ia melepaskan pelukannya lalu dengan sengaja mendorong Yoongi.


"Kau benar-benar menyebalkan. Setelah tadi kau mengerjaiku dengan berpura-pura melamarku. Lalu sekarang— Hiks... Hiks.." Hana tak mampu lagi membendung perasaan sedihnya, ia kembali menangis. Tubuhnya yang lelah, terkulai begitu saja ke lantai atap gedung yang kotor.


"Ku pikir kau akan mati dan meninggalkanku begitu saja dengan penyesalan seumur hidupku," isak Hana.


Yoongi yang semula berdiri, ikut berjongkok dan memeluk Hana. Mengusap surai hitamnya sembari berkata, "Maafkan aku Hana, aku tak bermaksud mengerjaimu. Aku hanya ingin kau mendengar penjelasanku."


"Aku hanya ingin kau tahu, kalau yang tadi pagi itu bukanlah lelucon. Aku benar-benar serius melamarmu."


Hana yang tertunduk mendadak mengalihkan pandangannya pada Yoongi. Kini dua pasang manik sendu itu saling berpandangan, menatap dengan dalam seolah mencari kebenaran dari ucapan masing-masing.


"Jika kau benar-benar serius, tapi kenapa kau memberiku boneka mengerikan itu?" tanya Hana yang sudah mulai tenang, Yoongi pun melepaskan dekapannya.


"Hmm... itu bagaimana menjelaskannya ya?" ucap Yoongi seraya mengusap tengkuknya yang tak gatal. Ayolah Min Yoongi bukankah kau berniat menjelaskannya pada Hana.


Hana yang penasaran, terus menatap intens Yoongi. Membuat Yoongi akhirnya menyerah "Ya baiklah," ucapnya. "Kotaknya tertukar dengan seseorang yang bertabrakan denganku saat akan menemuimu."


"Mwo?" pekik Hana tak percaya.


"Karena buru-buru, aku jadi salah mengambil kotak. Padahal aku sudah mengeceknya, tapi karena isinya hampir mirip jadinya tak ku hiraukan," ucap Yoongi. "Maafkan aku gara-gara ceroboh aku—."


Hana terkekeh mendengar perkataan Yoongi yang menurutnya menggemaskan.


"Kenapa kau malah tertawa?" tanya Yoongi dengan mulut yang cemberut. "Aku frustasi tahu, saat kau bilang kau membenciku dan jangan menemuimu lagi. Aku pikir aku ingin melompat ke jalanan saat itu juga dan menunggu orang yang sudi menabrakkan mobilnya ke tubuhku."


"Tapi untungnya, orang itu menyelamatkanku," tambah Yoongi.


"Orang itu?" tanya Hana.


"Ya, orang yang bertabrakan denganku. Ia dengan baik hati mengembalikan kotakku meskipun kotak miliknya sudah ku buang," ujar Yoongi. "Dia juga yang menyarankan ide ini."


Hana hanya mengangguk-angguk.


"Nah, mumpung eomonim dan abeonim ada di sini aku ingin melamarmu sekali lagi," ucap Yoongi, sontak Hana mengedarkan pandangannya mencari sosok orang tuanya itu. Namun tak hanya orang tuanya yang berdiri di sana, Seokjin dan member Bangtan yang lain juga ada di sana, begitupun dengan Beomgyu dan Heebin.


"Hah? Eoma, appa sejak kapan kalian ada di sini?" tanya Hana.


"Sejak kau membiarkan pintu depan terbuka begitu saja," ujar ibu Hana dengan nada gemas.


"Maafkan aku eoma, aku benar-benar khawatir pada Yoongi tadi. Jadi aku tak sadar kalau belum menutup pintu," ucap Hana dengan cengiran di wajahnya.


"Jung Hana," panggil Yoongi, yang entah sejak kapan sudah memeluk boneka teddy putih besar. "Dengarkan aku, malam ini di bawah temaram rembulan dan disaksikan jutaan bintang begitu pula orang-orang ini. Aku Min Yoongi memintamu menjadi pendamping hidupku dalam suka maupun duka. Apa kau bersedia?" tanya Yoongi dengan lantang meskipun sebenarnya ia merasa gugup karena acara lamarannya disaksikan banyak orang.


Semu kemerahan yang terlihat di wajah Hana, menandakan betapa bahagianya ia. Ini jauh dari ekspektasinya kala itu, ini bahkan jauh lebih romantis daripada lamaran-lamaran di tv yang pernah ia lihat.


Min Yoongi aku sungguh mencintaimu—batin Hana.


"Hana nunna cepat jawab, kau membuat kami semua digigiti nyamuk," cletuk Taehyung yang langsung mendapat jitakan dari Namjoon.


"A-ku mau," ucap Hana malu-malu.


"Bisakah kau katakan sekali lagi?" ucap Yoongi memastikan, takut kalau ia salah dengar.


"Yak, Min Yoongi bodoh. Aku mau jadi pendampingmu," pekik Hana.


"Kau kasar seperti biasanya," guman Yoongi. Tangannya kini beralih pada pita yang melingkar dileher teddy bear putih itu. Ia mencoba melepaskan sepasang cincin yang terikat di sana.


Klontang...


Karena kerepotan dengan bonekanya yang terlalu besar. Cincin itu jatuh dan menglinding entah ke mana. Semoga saja tak jatuh ke bawah.


"Yak Min Yoongi kali ini apa lagi, huh?" pekik Hana. "Cepat cari cincinnya!"


Yoongi menatap pasrah wajah Hana yang murka. Bagaimana ia bisa mencari cincinnya di tempat minim penerangan begini. Dengan wajah memelas ia mencoba melirik orang-orang di sana untuk membantunya.


"Minna—."


"Hoaamm... Hyung aku sudah mengantuk," ucap Jungkook sang maknae sembari menarik hyung-hyung-nya pergi.


"Aku juga sudah mengantuk," ucap Taehyung yang ikut-ikutan menguap.


"Ya sudah ayo kita pulang," ucap Seokjin sembari berjalan pergi.


"Ayo Heebin kita pulang, eoma pasti sudah khawatir menunggu kita," ucap Beomgyu sembari menyeret sepupunya itu pergi.


"Ayo eoma, appa aku juga sudah mengantuk. Kita tinggalkan saja dia, salah sendiri kenapa menjatuhkan cincinnya," ujar Hana sembari menarik kedua orang tuanya.


"Yak! Setidaknya beri aku senter untuk mencarinya. Ponselku sudah kehabisan baterai!" pekik Yoongi kesal. Beriringan dengan kekehan jahil semuanya.




-




-




-




END [090317]




Note : Saeng-il Chukae Hamnida Min Yoongi, semoga oppa-ku ini selalu diberi kesehatan dan terus menelurkan lagu-lagu yang bikin ARMY klepek-klepek. :D Haha...


Akhirnya FF yang udah lama bersarang ini di post juga, semoga nggak mengecewakan reader-deul. Mian juga kalo ada typo dan kata ambigu, please reviewnya.

Comment