Chapter 4 : Peduli


"Apa ?" tanya Sloth saat mereka sampai ke kantor Diligence.


"Kau gak naik kelas lagi" kata Diligence.


"Ooo . . . Gitu aja kok sampai panggil aku ke sini ?" tanya Sloth.


Diligence menghantamkan kedua tangannya ke meja dan menatap Sloth dengan tatapan penuh amarah, "Gitu aja ? Gitu aja?!!! Apa kamu tidak peduli dengan dirimu ?!"


"Aku terlalu malas untuk peduli" kata Sloth.


Diligence mendekat ke arah Sloth dan mencengkeram kerah seragam Sloth, "Kamu gak peduli dengan masa depan-"


"Zzzzz"


Diligence mengguncang Sloth untuk membangunkannya tapi dia tidak bangun juga.


"Kenapa aku peduli banget sama kamu sedangkan kamu bahkan tidak peduli pada dirimu sendiri ?" kata Diligence sambil menatap Sloth yang sedang tertidur.


Suara ketukan pintu mulai terdengar dan Diligence menggendong Sloth ke sofa.


"Masuk" kata Diligence


Seorang wanita berambut pendek yang berwarna pink memasuki ruangan. Dia adalah Mia, guru yang telah lama mengajar di sekolah tersebut.


"Pak Gabriel, saya punya pertanyaan untuk anda" kata Mia tanpa basa-basi


"Ada apa ?" tanya Diligence


"Apakah anda bekerja dengan rajin selama ini ?" tanya Mia


"Pertanyaan macam apa itu ?"


"Jawab saja"


"Ya"


Apa kurangnya aku dalam hidupmu hingga kau curangi aku~


Mia mengangkat hpnya yang bernada dering "Asalkan Kau Bahagia", lagu yang sangat populer di kalangan wanita.


"Permisi ya, Pak Gabriel" kata Mia yang keluar dari kantor Diligence untuk menjawab panggilan tersebut.


Ternyata Hp Sloth berdering setelah Mia keluar dari ruangannya. Diligence memutuskan untuk menjawab panggilan tersebut.


"Halo ?"


" Oi, kok kamu yang angkat ?! Kamu apain adikku, hah ?"


"Eh, ternyata yang telepon si cabe ijo, kukira siapa" kata Diligence yang kemudian mematikan hp Sloth.


Di sisi lain . . .


" Mia, aku ada berita terbaru untukmu"


"Aku harap ini adalah berita yang penting" kata Mia.


" Yah, bisa  dibilang ini penting sih . . . Aku menemukan roh baru di sekitar area tempat tinggalmu"


Mia memainkan pisau yang sedari tadi dipegangnya, "Aku harap itu Envy"


"Bukan Envy, Mia. Tapi Egoism, Sang Keegoisan"


"Aku gak peduli juga sih, tapi kan lebih cepat aku membunuh Envy, lebih bagus"

Comment