10. Cerita Kelam

Warning! Child abuse!!










































Kehamilan Jihyo mengubah hidup Chris.


Chris amat mencintai Jihyo. Disamping itu, Jihyo mengandung darah dagingnya. Jadi tentu saja Chris akan bertanggung jawab. Chris akan membayar akibat dari kelalaiannya. Chris tidak akan meninggalkan Jihyo sendirian.


Chris dengan lapang dada melewati semua proses menyakitkan itu. Mendapat tamparan keras dari ayahnya sendiri, bahkan nyaris dihapuskan dari daftar keluarga. Rela bersujud memohon ampun di kaki ayah Jihyo, dan tetap berdiri tegak mempertahankan calon anaknya meskipun orangtua Jihyo memaksa untuk menggugurkan.


Kepada kedua belah pihak, Chris berjanji akan mempertanggungjawabkan semuanya. Menikahi Jihyo, menafkahi Jihyo dan calon anak mereka, menjanjikan kebahagiaan mereka di tangannya. Cinta Chris yang begitu besar cukup untuk menjanjikan itu semua dengan bersungguh-sungguh.


Chris dan Jihyopun menikah secara diam-diam, hanya diketahui keluarga dan kerabat dekat, termasuk Bambam dan Mina. Tidak boleh ada yang tahu tentang pernikahan mereka, apalagi tentang kehamilan Jihyo yang terjadi sebelum adanya ikatan pernikahan. Sampai Jihyo melahirkan, Jihyo diharuskan untuk cuti kuliah dan menghilang sejenak dari dunia hiburan. Jihyo Prabeswara si penyanyi populer, mendadak hilang ditelan bumi.


Chris menepati janjinya. Ia mati-matian mencari pekerjaan, apa saja yang bisa dilakukan sambil kuliah. Meskipun pemberian orangtuanya ditambah penghasilan Jihyo selama menjadi penyanyi cukup untuk menghidupi mereka, Chris tetap ingin bekerja. Ia sudah menjanjikan kebahagiaan keluarga kecilnya di tangannya, yang itu berarti kehidupan mereka sepenuhnya adalah tanggung jawabnya. Ia tidak bisa memakai uang milik orangtuanya maupun Jihyo.


Beruntung, otak pintarnya itu membuatnya seringkali dipercaya para dosen untuk menjadi asisten. Chris juga dengan begitu rajin membantu para dosen yang tengah melakukan penelitian, sehingga meskipun melelahkan, ia sanggup untuk menghasilkan uang ditengah sibuknya perkuliahan. Ia bahkan mendapat tawaran untuk menjadi dosen tetap jika ia mau melanjutkan belajar disana, yang tentu Chris terima dengan senang hati.


Semua berjalan nyaris sempurna. Nilai-nilai kuliahnya tidak terganggu, pekerjaannya lancar, dan ada Jihyo yang menyambutnya di rumah, siap memeluk tiap kali ia pulang dengan tubuh remuk dan lelah. Meski orangtua Jihyo masih membencinya, ia tidak begitu memusingkannya lagi. Setidaknya mereka berhenti memaksakan keinginan mereka untuk menggugurkan kandungan Jihyo.


Namun, menjelang bulan ketujuh kehamilan, Jihyo berubah.


Jihyo yang penuh senyuman, perlahan menjadi pemurung. Jihyo jadi enggan berbicara, mudah sekali tersinggung, menolak segala jenis makanan, dan tidak mau bertemu orang lain. Jihyo bahkan menolak Mina dan Bambam, dan menolak tidur satu ruangan dengan Chris. Chris juga seringkali menjumpai Jihyo yang menangis sendiri.


Semua menduga itu hanya bagian dari instabilitas hormon wanita hamil, meskipun aneh sekali karena biasanya kejadian itu sudah terjadi sejak awal kehamilan, bukannya muncul tiba-tiba begini. Awalnya Chris berpikir itu hal biasa dan tak perlu penanganan khusus.


Sampai Chris memergoki Jihyo yang sudah akan meminum pil penggugur kehamilan. Pil itu sudah akan tertelan kalau bukan Chris yang memaksa Jihyo memuntahkan semuanya. Chris marah besar, dan memaksa Jihyo menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.


"Semua ini, aku benci." Jelas Jihyo tersendat. "Sejak awal, aku benci keadaan ini, dan sekarang aku gak bisa pura-pura lagi."


Sejak awal ia tahu dirinya hamil, Jihyo sudah membenci janinnya. Saat itu, ia sudah siap dengan obat penggugur kandungan di tangan. Namun cintanya pada Chris membuatnya berpikir ulang, dan meyakini jika Chris menikahinya, maka kebencian terhadap janinnya akan pergi.


Nyatanya, kehadiran Chris sebagai suaminya tidak menghapus rasa bencinya. Jihyo bisa melupakan kebenciannya saat melihat Chris. Namun begitu Chris pergi, Jihyo akan melihat perutnya sendiri, dan satu-satunya yang ingin ia lakukan adalah menusuknya dengan pisau. Jihyo bahkan berdoa setiap hari supaya janin dikandungannya tercipta lemah, supaya bisa gugur sendiri tanpa Jihyo perlu merasa bersalah. Sayangnya, janinnya kembarnya kuat sekali.


Jihyo berhasil mengendalikan diri selama berbulan-bulan. Namun, hidupnya yang dulu dipenuhi sorot kamera dan jutaan penggemar membuatnya rindu sampai gila. Lama-lama, ia muak terkurung di rumahnya sendiri. Ia rindu menyanyi. Ia rindu berdiri di panggung. Lama-lama, segala sesuatunya tampak menjengkelkan. Lama-lama, Chris yang dulu ia puja berubah menjadi amat memuakkan.


Chris telah merenggut kebebasannya. Dan Jihyo jadi membencinya. Tidak ada lagi cinta di mata Jihyo untuk Chris, hanya ada kebencian yang mendalam.


Chris tidak menyalahkan Jihyo atas hal itu. Chris mengaku bersalah, dan berjanji akan benar-benar membiarkan Jihyo bebas asalkan Jihyo tidak membunuh anak mereka. Kesepakatan telah dibuat, dan hubungan mereka berubah menjadi dingin.


Ketika Chaewon dan Felix lahir, Chris sengaja tidak membahas kesepakatan mereka, sambil berharap semoga Jihyo melupakannya. Chris tidak masalah ketika Jihyo ogah menyusui si kembar. Chris juga tidak masalah ketika orangtua Jihyo datang hanya untuk menjenguk Jihyo tanpa mau repot-repot melirik si kembar. Chris tidak keberatan, asalkan Jihyo tetap disisinya. Chris berharap masih ada cinta di hati Jihyo, cinta yang membuat wanita itu mau bertahan demi dirinya dan anak-anak mereka. Dan Jihyo, meskipun masih bersikap dingin, ia tak kunjung membahasnya juga. Chris merasa harapannya akan terkabul.


Sayangnya, tidak.


Diamnya Jihyo selama ini hanyalah karena wanita itu lemas pasca melahirkan. Dan begitu kekuatannya kembali, ia kembali merasakan kebencian itu. Kebencian yang makin menjadi tiap kali mendengar si kembar menangis.


Jihyo benar-benar benci, dan itu membuat akalnya buta. Tiga hari setelah melahirkan, dengan gelap mata Jihyo membawa pisau dapur dan mendatangi kamar dimana si kembar diletakkan. Tanpa hati, ia mengangkat tinggi-tinggi pisau dapur itu, siap menghunuskannya ke perut Chaewon yang menangis.


Jarak ujung pisau itu tinggal sejengkal lagi, namun tiba-tiba tangannya tercekal kuat.


"Mulai sekarang, Chaewon dan Felix cuma punya satu orangtua, dan itu saya. Mulai sekarang, kamu bukan siapa-siapa kami. Saya ceraikan kamu, Jihyo. Kamu bebas sekarang." Begitu bisik Chris di telinga Jihyo, dengan suara dingin yang tak pernah cocok dengan kehangatan lelaki itu. "Tapi kalau sekali lagi kamu berani sentuh anak-anak saya, saya gak akan ragu laporin kamu atas tuduhan pembunuhan. Saya udah simpan semua buktinya. Dan saya pastikan karier kamu akan jauh lebih hancur dari ini."


Malam itu, Chris membereskan semua barang-barangnya dan si kembar, sebelum kemudian angkat kaki dari rumah itu. Sama sekali tidak menoleh ke arah Jihyo barang sedetik. Percuma, Jihyo juga tidak mengharapkan mereka lagi. Hanya panggung gemilang yang ada dihatinya.


Di sepanjang perjalanan, Chris menangis sambil menciumi Chaewon yang malam itu nyaris terbunuh. Chris menyesali betapa bodohnya ia yang nyaris kehilangan nyawa anaknya hanya karena keegoisannya. Bukankah sejak awal kehamilan, Jihyo memang sudah berniat membunuh kedua anaknya? Chris seharusnya lebih waspada.


Kisahnya dengan Jihyo berakhir malam itu.






































Yeji membekap mulutnya, tidak mempercayai cerita yang ia dengar dari si kembar.


"Kalian... serius?"


"Ngapain kita jelek-jelekin orang yang lahirin kita, bu? Kenyataannya, dia emang begitu," jawab Felix sambil mendengus.


Yeji kehabisan kata-kata. Tanpa berpikir, tangannya  meraih kepala Chaewon dan langsung menatapnya lekat-lekat, mengelus rambutnya dengan gusar. Enam belas tahun yang lalu, Chaewon nyaris kehilangan nyawa di tangan ibu kandungnya sendiri. Betapa bersyukurnya Yeji masih bisa melihat wajah ini sekarang.


"Kalian tau semua cerita itu dari siapa?"


"Dari Om Bambam sama Tante Mina."


"Kalian tau ini semua dari kapan?" Yeji tak habis pikir. Umur si kembar baru enam belas tahun, apakah itu berarti mereka sudah mengetahui masa lalu mengerikan mereka sejak kecil? Kejam sekali.


"Kalau gak salah waktu kita sembilan tahun," Jawab Chaewon, menikmati elusan di kepalanya. Chaewon mendesah sedih. "Waktu itu, kami marah besar sama papi. Kami diejek sama temen-temen karena gak punya mami. Dan kita gak pernah tau apa-apa soal mami. Papi gak pernah cerita apa-apa, cuma bilang kita gak punya mami. Mana bisa kita terima penjelasan gantung kayak gitu?"


"Padahal kita terima kalau seandainya papi bilang mami kita udah meninggal." Sahut Felix, yang langsung dihadiahi pelototan dari Yeji.


"Terus kita marah, dan kita kabur. Tapi karena gak tau mau kabur kemana, kita malah kabur ke rumah Om Bambam dan Tante Mina. Disana kita dimarahin karena udah bikin papi khawatir. Waktu kami jelasin alasan kenapa kita kabur, mereka mutusin untuk cerita semuanya tanpa ditutup-tutupin. Mereka gak mau kita jadi benci papi dan nekat nyari mami kandung kita. " cerita Chaewon.


"Untung mereka cerita. Kita jadi gak benci ke orang yang salah," sinis Felix.


"Jadi Bu Yeji ngerti,kan? Kita emang gak punya mami," Chaewon menutup dengan ceria. "Orangtua kita sejak awal cuma papi."


Yeji berperang dalam hatinya. Di satu sisi, Yeji amat sangat memahami perasaan si kembar. Bagaimana tidak benci? Nyawa mereka terancam oleh ibu yang melahirkan mereka, belum lagi tentang papi kesayangan mereka yang menderita karenanya. Tapi di sisi lain, rasanya salah melihat si kembar memendam kebencian teramat sangat kepada ibu kandung mereka sendiri. Yeji yakin tujuan Chris tidak bercerita tentang Jihyo adalah supaya si kembar tidak membencinya.


"Papi selama ini jarang senang-senang," lanjut Chaewon. "Papi sibuk kerja sama belajar, tapi entah gimana caranya, papi selalu ada kalau kita butuh. Dan kalaupun ada waktu luang, waktunya papi kasih buat kita. Gak pernah buat dirinya sendiri."


Yeji menatap Chaewon.


"Kita gak harapin perempuan itu kesini dan ngakuin kita. Kita gak akan mau sekalipun dia sujud di kaki kita. Tapi, kita mau papi punya pendamping. Biar papi punya temen buat berbagi beban, biar papi bisa nikmatin hidupnya sendiri. Dari dulu, ada beberapa orang yang kelihatannya naksir papi. Tapi, kita gak suka. Dan papi juga gak kelihatan tertarik. Jadi sering kita usir. Terus begitu, sampai Bu Yeji dateng."


Yeji mengerjap saat tangannya secara tiba-tiba dipegang Chaewon. "Kalau emang Bu Yeji serius sama papi, aku sama Felix bakal bantuin. Ya, kan, Felix?"


Felix mengangguk. Yeji membulatkan tekad.




To Be Continued


15/7/2021


DOUBLE UPDATE!!! jangan sampai skip yaaa zeyenkkkkk

Comment