The Streets - 05 : Secara Tersembunyi

Memasuki ruang UKS tersebut, Wooyoung berjalan dengan senyuman lebar, di waktu yang terlalu pagi untuk datang ke sekolah. Tetapi memang sudah niat dari Wooyoung untuk datang di waktu tersebut, lantaran ingin bertemu dengan satu teman sekelasnya.

Sebenarnya Wooyoung hanya menebak saja untuk hari ini, tetapi memang beruntung. Sosok yang dicarinya berada di salah satu ranjang, tengah terlelap.

Jadi Wooyoung melepas ranselnya, sebelum melempar ke arah tubuhnya. "Bangun! Wakey, Wakey!"

Lemparannya berhasil mengenai wajahnya, sehingga Mingi—sosok yang terlelap itu langsung terjaga, dan mendudukkan dirinya kemudian.

"Bangun, woy! Kapan lagi kita bisa ketemu?"

Dikarenakan Mingi telah menyadari bahwa yang datang adalah Wooyoung, lelaki itu mengerang sebelum meraih ransel tersebut dan melemparkannya balik.

Tetapi Wooyoung hanya tertawa saja senang, tampak sangat bersemangat di sana. "Gue punya cerita! Bangun dulu!"

"Apa?" tanya Mingi, sebelum mengusap wajah dan kemudian menatap di posisinya. "Jam berapa ini?"

"Santai, masih kosong sekolahnya." Wooyoung menjawab sekilas, lalu melompat dengan girang. "Jadi kemarin, gue sama Yeosang baru balik dari dari latihan tuh, terus kami nunggu di halte buat bis kedua. Tiba-tiba ada yang seumur kami, gak sengaja, atau mungkin sengaja lepas headset dari ha-pe-nya, terus muter lagu dan langsung breakdance."

Langsung saja, Mingi tertarik pada pembicaraan. "Serius? Terus gimana? Lo join?"

"Join-lah! Kapan lagi unjuk bakat?"

"Damn! Asik banget!" Mingi ikut sumringah di sana. "Ceritain lagi dong! Dia dari kru mana!"

Wooyoung langsung merengek menghentak-hentak kakinya. "Itu dia! Bisnya datang duluan jadi dia pergi! Antara kami atau dia, sama-sama lupa gak nanya nama atau at least nanya sekolah di mana deh!"

"Yah! Bego!" Mingi langsung memutar matanya malas.

Wooyoung cemberut, melihat bagaimana Mingi meraih tasnya sendiri di samping kasur, untuk mengambil seragamnya. Segera mengenakannya, tanpa melepas kaus putih yang sudah dirinya pakai selama tidur.

Mingi berucap kembali sambil melakukannya. "Mending lo datengin lagi deh tempatnya, beres hari ini."

"Woy, ngomong-ngomong hari ini, lo siap gak kita battle hari ini?" Wooyoung yang teralihkan, malah kembali antusias untuk hal lainnya. "Semalam gue bikin gerakan baru waktu latihan! Lo mau liat gak?!"

"Wooyoung... kita ini rival loh...?"

Wooyoung memutar matanya malas, tetapi setelahnya terkekeh di antara kalimatnya. "Bacot! Gue sama lo udah jadi saudara sejak kita saling bantu waktu kelas satu!"

"Gue bantu apa...?" Mingi menatap bingung, sembari berusaha mengingatnya. "Yang ada lo kali, yang bantu gue waktu itu."

Dalam senyuman santainya, sekaligus agak terluka mengingat masa lalu, Wooyoung menjawab. "Lo tau, sekolah kita sekolah Negeri yang gak ada makan siang gratis, 'kan? Ya walau sekolah lain juga bayar, masuk biaya sekolah."

Sadar akan yang dimaksud, Mingi menahan napas sejenak sebelum meringis. "Padahal makanan gue kayak sampah loh. Gak enak."

"Gak enak tapi lo rela bikin dua bekal makan dalam satu bulan, saat lo tau kehidupan gue lagi di krisis paling parah." Wooyoung berucap, nadanya kembali terluka untuk mengingatnya. "Yang nyakitin tuh, gue gak bisa terima kasih langsung ke lo, karena kita harus pura-pura musuhan, sejak bulan ketiga jadi anak kelas satu."

Perlahan, Mingi tersenyum, sangat tulus, sambil turun dari kasur perlahan. "Lo juga bantu gue di saat terburuk gue, Wooyoung. Tenang aja, dan lo bener; kita saudara."

"Selamanya?" Wooyoung kembali cerita, seolah mudah menyembunyikan sakitnya.

Tetapi Mingi langsung memasang wajah jijik di sana.

"Pokoknya lo harus lihat dulu! Gue bikin signature buat diri gue sendiri, sih, cuma ya kemarin udah gue tunjukin ke anak-anak gue." Wooyoung kembali melompat-lompat gembira. "Kata anak-anak bagusnya namanya driving dance, tapi gue mau namainnya Say My Name."

Mingi mengernyit. "Kok jauh, ya?"

"Soalnya ini signature gue!" Wooyoung berseru penuh percaya diri. "Orang-orang perlu nyebutin nama gue saat lihat tarian ini!"

"Oke!" Mingi menantangnya. "Bring it on!"

Dengan penuh rasa senang, Wooyoung langsung menunjukan satu gerakan buatannya. Terlihat seperti mengendarai, memang, dengan satu lengan lurus ke depan namun menjorok ke bawah, tangannya mengepal. Satu tangan lain berada di pinggang atau terkadang berpindah ke samping kepala--bebas. Tubuh teratas di bawa mencondong ke belakang, ketika melangkah sembari menggeser kaki, membuatnya terlihat seperti melayang--sangat ringan.

Wooyoung melakukannya bolak-balik dalam lima langkah di area kosong dari ruangan tersebut.

Hal itu membuat senyuman Mingi melebar, dan memberikannya anggukan--menyetujui bahwa gerakannya sangat fresh dan menyenangkan. "Bagus, bagus."

"Bener?!" Wooyoung berhenti dan kemudian melompat girang.

Mingi langsung memberikan ibu jari padanya. "Tapi lo mau pakai ini kalau disuruh tanding lawan gue? Lo tau sendiri, anak-anak lo dan anak-anak gue seneng banget ngadu domba."

"Pokoknya lo pura-pura kaget aja~" seru Wooyoung dengan penuh semangatnya. Sebelum kemudian meremas dadanya sendiri, bersikap dramatis. "Astaga, sakit banget harus pura-pura kayak gini~"

"Ah, paling lo juga nikmatin." Mingi meledeknya--bercanda.

Tetapi Wooyoung langsung menghentak marah dan menunjuknya cepat. "Lo kali yang seneng, soalnya lo sering ngeledekin gue pendek! Apaan lo, sombong banget karena tinggi!"

"Gimana ya... walau makan nasi doang, tapi nutrisinya masuk sih."

Wooyoung langsung melepas satu sepatunya, hendak memukul.

Di mana Mingi segera melindungi wajahnya sendiri sambil tertawa.

Tetapi bersamaan dengan bagaimana pintu UKS terbuka. Sesaat Mingi dan Wooyoung kira yang masuk adalah suster atau petugas UKS. Nyatanya, itu adalah teman sekelasnya, yang masih menggendong ransel sembari menyentuh kepalanya.

Mungkin memang sakit.

Hanya saja, Wooyoung dan Mingi sontak langsung bertingkah, seolah mereka bermusuhan.

"Awas aja, lo! Gue tungguin depan sekolah kalau berani!" Wooyoung berucap dengan nada menantang, sembari membanting keras sepatunya dan membuat teman perempuan mereka yang berhenti di muka pintu itu tersentak.

Mingi mengikuti keinginannya. "Lo mending tinggiin badan dulu, Wooyoung. Lo bakal kalah sama gue."

"Yakin?" Wooyoung makin menantangnya, terdengar nyata sekaligus terdengar berlebihan. "Gue tau kalau lo gak akan pernah bisa ngalahin gue. Bukan cuma di dance, tapi juga di pertarungan fisik."

Sontak Mingi terkekeh.

Merasa tersingungg, Wooyoung langsung menunjuk-nunjuknya berulang sembari berjalan mundur ke arah pintu. "Awas lo! Gue tungguin lo! Gue pokoknya nungguin lo, anjing! Awas aja!"

Mingi tak menjawab, membiarkannya pergi.

Sampai Wooyoung berlalu.

Mingi hendak bertanya pada teman sekelas mereka, hanya saja, Wooyoung mendadak melesat masuk kembali ke dalam UKS, untuk mengambil ranselnya. Sambil berjalan pergi, Wooyoung mengulang, dengan mundur sembari menunjuk-nunjuk ke arah Mingi.

Sehingga tak bohong, Mingi tertawa.

Selagi sang perempuan, mulai masuk ke dalam dan agak meringis pelan--dari sakit yang dirasakan sekaligus tingkah dari Wooyoung. "Lagian kalian kok berantem terus? Awal sekolah kalian dekat loh?"

Ya, jika bukan urusan dance, tentunya Mingi dan Wooyoung pasti sudah menguasai kelas dengan kemampuan mereka berdua, disatukan.

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Kehidupan di Balik Angan Pt. 2 gak di sini ya~ nanti~

Mohon bantuannya di SC~

s.id/au-thestreets

LOVE YOU ALL!

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

The Streets.

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

2023 © luxoreitijeu

Comment