Ch 2 [IND]

"Bold."/"Bold italic." : animatronik yang berbicara/di dalam pikiran

"Normal."/"Normal italic." : manusia yang berbicara/di dalam pikiran

***

Michael melesat keluar dari kamar, langkah kaki menggebu-gebu menuju lantai bawah dengan sebuah kertas catatan kecil kusut di tangan, berisi sebuah alamat serta nomor telepon. Dia berderap melalui anak tangga, akan menuju dapur dan menelpon nomor tertera di catatan, juga bersenandung pelan. Pagi ini lumayan sepi, tidak ada gangguan apa pun dari animatronik dengan unit tak lengkap tersebut lantaran dia sedang mengisi daya sejak kemarin. Berbicara mengenai Ennard, kini perhatiannya teralih ke ujung ruang tamu. Robot tinggi itu dalam keadaan nonaktif, Michael berhenti berjalan ke dapur untuk mendekat ke arahnya.

Dia masih cukup kesal dengan apa yang terjadi ke langit-langit di ruang belajar, sedikit balas dendam takkan menyakitkan sama sekali, bukan?

Berdiri tepat di hadapan Ennard membuatnya tersadar betapa besar animatronik tersebut dibandingkan dengan dirinya; pemikiran bodoh, tentu saja itu sudah jelas. Namun, dia tak terlalu mengira Ennard akan setinggi ini, nyaris tiga meter. Meski begitu, Ennard bisa mengatur badannya sendiri, meninggi atau memendek hingga pas berada di dalamnya tanpa kendala apa pun. Perut terasa bergejolak dengan rasa mual mengingat kembali Ennard perlu masuk ke dirinya dari waktu ke waktu. Bukan perasaan yang menyenangkan sedikit pun. Suer.

Kedua kakinya bertumpu di kaki depan, berjinjit mengambil topeng badut tersebut dari wajah Ennard. Dia bergidik sebentar melihat tatapan kosong mata robotik berwarna biru tersebut, kerangka metal membentuk wajah, dan bau anyir. Sial, mungkin karena dia sering bolak-balik masuk ke tubuhnya hingga baunya seperti darah dan bangkai. Kapan-kapan Michael akan menyemprotkan parfum satu botol kepada si bajingan itu.

Setelah berhasil mendapatkan apa yang dia inginkan, dia secara diam-diam melangkah pergi, naik ke lantai dua lagi. Dia membuka pintu ke tempat jemuran baju, tempat itu seperti balkon luas berlantai beton dengan pagar penghalang setinggi pinggangnya, dan beratap transparan. Setelah masuk, dia belok ke kiri, di mana mesin cuci satu tabung nan rusak tak digunakan tergeletak di sana, ayah tidak pernah membuangnya karena dia bilang dia akan memperbaikinya, tapi ujung-ujungnya mereka membeli yang baru.

Bagian belakang mesin bisa dibuka, biasanya dia menyembunyikan kertas ujiannya yang mendapat nilai jelek di sana, jadi tempat itu penuh dengan kertas-kertas meski dia dulu adalah salah satu top student. Kebanyakan pelajaran sejarah, dia benci mengingat-ingat masa lalu. Dia menyisipkan topeng di dalam, lalu beranjak berdiri setelah menutupnya secara asal-asalan. Merasa puas, Michael pun menetapkan tujuan awal untuk menuju dapur.

Dia mengambil gagang telepon lalu jari menekan tombol telepon walau mata berfokus kepada nomer di catatan; nomer dari salah satu toko grosir yang kekurangan karyawan. Dia melihat pengumuman pencarian pegawai baru ketika dia iseng jalan-jalan di tengah malam beberapa minggu lalu, lalu mencatatnya sebagai wanti-wanti dia membutuhkannya. Dia harap masih ada lowongan pekerjaan di tempat itu.

["Selamat pagi! Dengan Toko Grosir Orlando di sini, ada yang bisa kubantu?"]

"Hai," Michael berdehem. "Selamat pagi, aku ingin tahu apakah kalian masih memerlukan pegawai baru atau ... sudah ada yang mengambil tawaran pekerjaan kalian?" Dia memelintir ujung rambut cokelatnya dengan gelisah, senyum dipaksakan ke atas namun berakhir miring.

["Ah, apa kau ingin melamar untuk bekerja di sini? Karena kami masih kekurangan orang."]

Pagi yang lumayan sempurna.

"Ya," dia menjawab, bahu mulai melemas santai mengetahui dia memiliki kesempatan. "Kumohon."

["Bagus! Kau bisa datang hari ini dan mulai bekerja."]

"Tidak ada wawancara?"

["Tidak, kami benar-benar kekurangan tenaga kerja dan toko cukup ramai, jadi kau bisa langsung bekerja. Siapa namamu?"]

Michael mengangguk mengerti, senyumannya terpoles. "Michae—"

"Afton!"

Uh-oh.

Yah.

Michael menjauhkan telepon dari telinga lalu menempelkannya ke tulang selengka mendengar langkah berat dari mesin berjalan itu, menghampirinya dengan ekspresi murka yang mengejutkannya bisa dia perhatikan di kepala endoskeleton tersebut. "Aku tidak memiliki waktu denganmu," dia berbicara tanpa suara, hanya menggerakkan bibir tapi dia yakin Ennard tahu maksud perkataannya sementara dia juga mengibaskan tangan dengan gerakan mengusir. Ketika dia mengangkat gagang telepon dan mendekatkannya ke telinga lagi, dia memekik kaget begitu permukaan dingin nan kasar besi menggenggam tangannya lalu mengayunkan ke pesawat telepon hingga panggilan tertutup secara sepihak. "Hei!"

"Di mana kau menyembunyikannya?" Ennard menekan seluruh kosa katanya hingga suara terdengar memberat dari sebelumnya, dia bahkan bisa mendengar bunyi berdesing lebih kuat dari roda gigi animatronik itu seiring sang animatronik mencondongkan badan ke depan hingga dia harus mundur ke belakang perlahan-lahan.

Dia menelengkan kepala serta mengangkat kedua alis. "Apa maksudmu?" Berpura-pura tidak tahu apa-apa, Michael mengukir senyuman tipis di paras sembari meraih telepon lagi, meski Ennard mencengkram pergelangannya dan menariknya menjauh.

"Tak usah berakting, Benedict."

"Afton atau Benedict? Jangan labil, deh."

Membuat Ennard kesal terkadang menyenangkan meski dia tahu apa yang bisa dilakukan oleh animatronik itu lumayan berbahaya. Dia menyentakkan tangan dari cengkraman Ennard, berniat untuk kembali menelepon toko grosir tadi, namun terkesiap lantaran Ennard mengambil terlebih dahulu perantara komunikasi jarak jauh itu darinya. Mereka berdiri berhadapan tanpa berbicara sama sekali selama beberapa saat, dahinya mengerut sementara Ennard memegang telepon itu. Seharusnya Ennard takkan bisa membawa jauh benda tersebut karena kabel yang terhubung ke stop kontak tidak terlalu panjang.

Dia menjulurkan tangan. "Kembalikan," tuntutnya.

"Katakan terlebih dahulu di mana kau menyembunyikan topengku."

Matanya memutar malas mendengar itu, walau dia mendengkus geli dan menyampirkan satu tangan ke pinggang. "Kenapa kau langsung menuduhku begitu saja? Bisa saja kau menjatuhkannya atau," Michael menjeda sejenak, "dicuri oleh maling, mungkin?"

Geraman Ennard membuatnya berjengit mundur. "Pakai otakmu, tolol!" Ennard berseru marah. "Untuk apa maling mencuri topengku jika ada sesuatu yang lebih berharga di tempat ini?! Itu pun jika memang ada benda berharga selain dompetmu yang hanya berisi kasbon utang tahun lalu! Apa kau benar-benar segoblok ini?"

Cercaan itu tidak terlalu berpengaruh, malahan Michael memberanikan diri maju selangkah untuk menggapai telepon, tapi Ennard mengangkatnya lebih tinggi—jauh dari jangkauannya. "Memangnya kenapa, sih?" Michael mengangkat sebelah alis sembari menatap tepat ke sepasang mata biru robotik tersebut, terlihat tak gentar. Tak bisa disangkal Ennard memang nampak lebih baik dengan topengnya dari pada hanya menunjukkan kerangka mesin, meski itu agak lucu hingga dia tak sengaja mendengkus untuk kedua kali. "Kau keren kok tanpa topeng," ujarnya santai, Ennard menajamkan mata ke arahnya. "Beneran! Atau jangan-jangan," dia juga menajamkan mata seiring senyumannya terbentuk, "tanpa topeng, kau sebenarnya merasa insecure?"

"Kurang ajar!"

Bagaimana Ennard menarik telepon lebih tinggi lantaran dia mencoba melompat untuk menggapainya membuatnya memekik kaget. "Kau akan memutuskan kabelnya!" Michael berseru panik, melangkah lebih dekat kepada sang animatronik namun Ennard menggeram balik dan mengangkat benda tersebut tinggi lagi, lebih dari jangkauannya. "Ennard!"

Kabel yang menguar dari belakang badan Ennard mendorongnya menjauh, dia menggertakkan gigi dengan mata sesekali mengerling ke telepon, takut-takut sesuatu terjadi. "Beritahu aku, Benedict," desaknya tidak sabar.

"Berikan dulu teleponnya."

"Tidak sampai kau mengaku."

Ini tidak akan berakhir karena mereka berdua sama-sama keras kepala.

Michael mengepalkan tangan, mencoba berpikir keras apa yang harus dia lakukan untuk mengambil kembali telepon tersebut. "Aku akan memberitahumu jika kau memberikannya kepadaku." Itu mungkin satu-satunya cara agar alat komunikasi tersebut selamat, meski dia ingin menikmati lebih lama kekesalan Ennard akan topengnya yang menghilang. "Bagaimana?"

Ennard menelengkan kepalanya, kabelnya bergerak menepis tangan Michael sekali lagi begitu si sulung Afton itu mencoba menggapainya untuk sekian kali. "Tidak. Akan kulakukan setelah kau mengatakannya padaku."

"Ayolah."

"Apa kau tuli atau tolol? Tidak ya tidak."

Dia diam lagi, berpikir lebih keras apa yang dapat dia lakukan, jadi dia menatap lekat-lekat animatronik di hadapannya dengan pandangan menajam. Telepon masih diangkat tinggi-tinggi oleh Ennard, kabelnya meregang hingga ke batas maksimal dan dia mulai khawatir kabel tua itu akan terputus dan membutuhkan biaya lagi memperbaikinya. Ennard lebih tinggi darinya, akan susah jika dia hanya melompat secara normal untuk merebut teleponnya. Mata bergulir ke kursi yang tergeletak di samping, jika dia naik ke atas sana lalu melempar diri mungkin ada kemungkinan dia akan berhasil.

Namun, pertama-tama, mungkin dia harus mendistraksi Ennard terlebih dahulu.

Tangannya bergerak untuk menunjuk ke tempat asal di ruangan ini dan dia mendongakkan kepala, bertukar pandangan dengan Ennard. "Topengmu ada di sana."

Ennard menoleh ke mana dia menunjuk, maka dia segera naik ke kursi dan menapak ke kepala kursi hingga kursi berayun jatuh. Michael melompat tepat sebelum kursi benar-benar terhempas ke lantai, menerjang Ennard yang lengah; untuk keterkejutannya sendiri, Ennard menyadari itu lebih cepat dan mundur satu langkah, namun kabel-kabelnya melesat ke dirinya, membekuk leher hingga badan agak berkibas ke samping, menabrak kabinet atas dapur keras hingga pintu terbuka. Ennard memiringkan kepala, seolah-olah mematri seringai lebar pula lantaran mengetahui niatannya.

"Kau takkan bisa membodohiku dengan trik murahan, Benedict, tidak usah mengetesku," Ennard menghardik, nadanya merendah dengan kekesalan seiring dia berusaha melepaskan lilitan kabel Ennard dari lehernya yang kian mengencang, badan terangkat ke atas dan kakinya tak lagi menapak di lantai, malahan badan bergantung ke udara.

"Tapi kau sempat termakan oleh trik murahan tadi," dia membalas sembari terkekeh, meski selanjutnya dia meringis terkejut lantaran Ennard mencekiknya lebih kuat.

Kabel-kabel itu mengecap kasar permukaannya, rusak, merusak kulitnya dan terasa seperti menusuk hingga tenggorokan menyempit cepat, menghalangi jalan masuk udara walau dia tidak lagi bernapas secara harfiah itu masih terasa menyesakkan di dadanya. Mereka makin merapat, menghantarkan pening ke kepala hingga penglihatan mulai memburam oleh lilitan tersebut. Mata mengerling ke segala arah, mencari cara melepaskan diri dari animatronik. Sebuah kilauan mengambil atensi, benda berbilah tajam berjumlah dua di dalam kabinet yang pintunya terbuka. Sebuah gunting dia sambar dari kabinet, tanpa berlama-lama memotong salah satu kabel yang mencekiknya.

Tentu itu sepertinya mengejutkan Ennard, layaknya Ennard sama sekali tidak memikirkan kemungkinan tersebut dan seruannya keras, marah ketika kabel itu terputus, mengucurkan oli tanpa henti sementara telepon akhirnya terlepas dan terjatuh dari tangan robotnya. Mengambil kesempatan di mana Ennard melengah, Michael mengayunkan badan ke belakang lalu ke depan dengan kencang, menerjang langsung ke arah sang animatronik bersama tangan menggenggam gunting terangkat tinggi.

Ujung bilah tajam dihujamkan olehnya tepat ke mata sebelah kanan milik Ennard, teriakan kencang khas robot itu memekakkan telinga tapi dia tidak peduli, menumpukan badannya ke depan seiring gravitasi mulai menarik mereka ke bawah, mendalamkan tusukan tepat di mata robotik tersebut. Bunyi gedebuk keras terdengar pada akhirnya, Ennard terjungkal dengan dia berada di atas badannya; sebuah posisi yang menguntungkan. Kabel yang mencekiknya mulai terlepas seiring dia menarik kuat-kuat gunting yang menancap secara paksa. Suara percikan listrik dari sistem di balik wajah endoskeleton dapat terdengar, sebuah bola mata yang tertarik dari rongga mata besi ke udara, agaknya meretak dengan kabel-kabel penghubung terputus, oli menguar.

Mengambil kesempatan untuk sekian kalinya dari Ennard yang kehilangan konsentrasi akan apa yang harus dia lakukan terlebih dahulu, Michael menjatuhkan gunting yang menusuk bola mata robotik itu dan bangkit dari badan besar sang animatronik untuk melesat kabur sebelum Ennard sempat memulihkan kontrol dirinya dan balik membalasnya. Kakinya berderap kencang keluar dari rumah, membanting pintu hingga jeritan penuh kemarahan Ennard kepadanya langsung teredam. Ennard takkan mengejarnya hingga ke luar lingkungan tempat mereka tinggal, terlalu banyak resiko yang jelas dan dia memanfaatkan itu untuk segera pergi ke toko grosir yang dia panggil tadi.

Hah, sekarang Ennard memiliki kemungkinan kecil untuk mencari topengnya juga. Rasain.

***

Jadi, dia dipecat.

Bagaimana bisa? Begini ceritanya;

Datang ke alamat di mana toko grosir berada berdasarkan ingatannya saja lumayan mudah, dia mengenali daerah-daerah di sekitar kota tempat dia tinggal, terima kasih pula saat remaja dia selalu keluyuran kemana-mana setiap hari. Setelah sekitar setengah jam berjalan kaki, meninggalkan rumah serta animatronik yang pasti sedang mengamuk itu, dia menemukan tempat tujuannya. Pemilik masih bersiap-siap membuka toko, tidak ada karyawan yang datang maka dia langsung disambut dengan ramah. Semuanya berjalan sangat baik, dia segera mengambil salah satu posisi staf toko, dan pria itu benar-benar baik kepadanya.

Setelah melayani satu pelanggan yang datang di sekitar jam satu siang, ada waktu istirahat selama lima belas menit. Dia pergi ke bagian belakang toko untuk bersantai, merapikan kembali bajunya dan membenarkan posisi penutup mata. Dia menyenderkan punggung ke dinding, memperhatikan ruangan secara seksama, agaknya memikirkan apa yang akan terjadi jika dia pulang ke rumah nanti. Ennard pasti akan membunuhnya untuk kedua kali.

Kemudian pintu terbuka, pemilik masuk ke ruang khusus karyawan itu, maka dia tersenyum menyapa dan pemilik balik menyapanya.

"Kau datang di waktu yang tepat," dia berkata, Michael mendengarkan. "Seharusnya ada karyawan lain, tapi hari ini mereka berdua kompak tidak datang bekerja karena sakit. Akhir-akhir ini memang banyak orang jatuh sakit."

"Sepertinya karena perubahan musim." Michael melemparkan pandangan ke luar jendela, mereka sedang bertransisi dari musim dingin ke musim semi, musim dingin tahun ini berlangsung lebih lama hingga akhir bulan Maret, walau salju telah mencair dari pertengahan bulan, hanya suhunya tidak menurun-nurun hingga sekarang. Itu mengingatkannya bahwa dia tidak memakai mantel sama sekali ketika pergi dari rumah karena pertengkaran dengan animatronik itu.

Pemilik toko grosir mengangguk setuju. "Seharusnya kau memakai pakaian lebih tebal, Michael," dia mengingatkan, itu memberikan Michael perasaan canggung seiring dia mengangguk balik dengan kikuk. "Omong-omong, pembicaraan kita tadi terputus hingga aku tak mendapat nama belakangmu, aku akan mendatamu jadi aku memerlukannya. Apa nama lengkapmu?" Pemilik mengeluarkan sebuah buku catatan kecil serta sebuah pena, dan saat itu dia benar-benar tidak memikirkan apa yang bisa saja terjadi kemudian.

"Michael Afton."

Dia tidak luput memperhatikan bagaimana pemilik toko segera berhenti menulis dan memandangnya terkejut sebentar, tapi melihat lelaki tersebut kembali menulis lalu meninggalkannya sendirian, dia pikir tidak ada masalah besar sama sekali.

Waktu istirahat selesai, maka dia melanjutkan pekerjaannya; menjadi kasir, membantu pelanggan, mau pun menata kembali barang-barang yang berantakan di sana. Sekali lagi, bagi Michael, semua berjalan dengan baik dan sempurna. Tidak ada masalah, dan jam pulangnya sekitar jam enam sore, masih ada dua jam sebelum dia diperbolehkan pulang, kemudian ada wanita menyebalkan ini. Tidak jarang menjumpai pelanggan yang cukup mengesalkan, sebenarnya, tapi meributkan sesuatu sepele benar-benar menguras kesabarannya.

"Nyonya, saya sudah mengatakannya pada anda bahwa tidak ada karyawan lain hadir hari ini, jika anda memiliki kesulitan mencari barang saya bersedia untuk membantu," dia berkata, mempertahankan nada ramahnya kepada wanita berambut cokelat terang bergelombang di hadapannya.

"Tidak! Kau berpakaian tak sopan sama sekali!"

Apa yang dia ocehkan, sih?

Michael mengecek dirinya dari bawah hingga tangan, hari ini dia memakai sepatu berwarna hitam, celana kain krem dan kemeja putih yang dilapisi cardigan berwarna merah sebagai outer. Tidak ada yang salah sama sekali. "Sejauh yang saya tahu, kami tidak memiliki aturan khusus untuk seragam di toko ini, tapi mohon maaf jika saya salah karena saya baru bekerja hari ini dan masih belum mendapatkan seragam," dia membalas tenang, keributan ini terjadi hanya karena wanita tersebut tidak ingin dirinya yang membantu, namun karyawan lain.

Dia memandang wanita yang akhirnya menunjuk tepat ke matanya, membuatnya agak gelagapan dan mundur selangkah. "Kau tidak sepatutnya memakai itu! Lepaskan sekarang juga!"

Melepas penutup matanya? Menunjukkan bagaimana salah satu matanya telah rusak, kehilangan warna serta nyaris buta? Bahkan dikelilingi oleh kulitnya yang membusuk? Not a chance. Michael menghela. "Maafkan aku, Nyonya, aku tidak bisa melakukannya—mataku lebam."

"Lebam atau tidak, kau harus tetap melepaskannya!"

Ada dendam apa orang ini dengan penutup mata?

"Nyonya—"

"Michael." Pemilik tiba-tiba datang, menepuk bahunya dari belakang dan dia menoleh dengan bingung. "Pergi ke belakang sebentar, aku akan menangani ini."

Agaknya dia ragu, tapi dia menurut saja dari pada berlama-lama berurusan dengan pelanggan yang mengesalkan. Dia pergi ke halaman belakang seperti apa yang diarahkan oleh pemilik toko grosir, menunggu hingga urusan bersama wanita itu selesai. Ada sedikit perasaan tidak tenang timbul di dalam dirinya, tapi dia mencoba untuk tak berpikiran aneh, mau pun negatif. Michael menunggu selama beberapa menit, ketika bunyi pintu terbuka terdengar, dia segera membalikkan badan dan menemukan pemilik toko grosir berjalan mendekat kepadanya dengan ekspresi yang tak bisa dijelaskan sama sekali.

"Semuanya baik-baik saja, Sir?" dia bertanya, nadanya cukup pelan nan penasaran.

"Ya ... hanya saja," pemilik menjeda, "aku merasa kau tidak bisa bekerja di sini."

Oh, wow?

Michael mengerutkan dahi seketika. "Kenapa? Apa aku melakukan sesuatu?" Seperti salah menempatkan barang, mungkin. Kenapa dia tiba-tiba dipecat? Bahkan belum sehari penuh dia mulai bekerja, ini tidak masuk akal sama sekali, dia menatap pemilik lekat-lekat meminta penjelasan lebih jelas.

"Tidak, tidak. Pekerjaanmu bagus."

"Lalu kenapa?"

Ekspresi pemilik berubah serius, dia juga mulai menampakkan gelagat tak nyaman. "Kau dari keluarga Afton yang itu, bukan?" Michael terhenyak kaget, tertegun dengan mata membulat, pemilik melanjutkan. "Rumor mengenai William Afton meluas hingga ke seluruh kota hingga saat ini dan aku tidak ingin tokoku tercap buruk oleh itu."

Ah.

"Juga, bukankah kau adalah anak remaja dari insiden tahun 198—"

"Aku mengerti," Michael memotong dengan cepat, jemarinya perlahan gemetar seiring relung dada sesak. "Aku mengerti."

Dia tidak ingin mengingat kembali apa yang terjadi di tahun 1983.

Begitulah yang terjadi secara lengkap. Dipecat karena nama belakangnya, lumayan menggelikan tapi seharusnya dia memang memikirkan lebih lanjut sebelum dia berbicara. Itu kebiasaan yang sulit dihilangkan, mengerem mulutnya sendiri tanpa mengetahui akibatnya di waktu yang akan datang. Seharusnya dia tahu, rumor mengenai ayahnya belum kunjung mereda, laki-laki itu menghilang sebelum sidang kedua akan tuduhan pembunuhan kelima anak yang saat ini belum ditemukan jasad mereka. Semua bukti merujuk kepada William Afton, bukti-bukti yang dikumpulkan oleh Henry Emily.

Dia takkan pernah bisa menyalahkan paman Henry pula mengetahui itu.

Dalam kurun waktu satu tahun hidupnya langsung diputar ke bagian terbawah, terus-menerus di bawah hingga saat ini. Ayah telah menghilang sejak tahun 1984, dan sembilan tahun kemudian dia tidak pernah kembali, orangtuanya tidak pernah kembali. Ada banyak desas-desus mengenai restoran yang dikelola oleh ayahnya, maka dua tahun lalu dia pergi ke sana, melamar sebagai satu-satunya posisi yang tersedia.

Mengerikan, di sana mengerikan. Para kreasi itu benar-benar mengerikan.

Pada malam terakhir, kertas terselip ke saku. Dia tidak tahu siapa atau bagaimana kertas itu berada di dalam saku, tapi ada satu perintah di dalam sana.

Hancurkan mereka.

Maka dengan sebuah kapak dia menghancurkan mereka satu jam sebelum pergantian hari dari malam ke pagi.

Ada tulang-belulang di dalam kostum, dan dia takut. Takut dengan spekulasi yang memenuhi isi kepalanya seketika. Takut apa yang dia takutkan, yang dia pikirkan adalah nyata. Dia akhirnya tahu di mana anak-anak itu berada, dan dia dipenuhi kengerian. Mereka mulai seperti menghantuinya tanpa berhenti, semua apa yang dia lihat di sana mengikutinya pulang. Mereka adalah mimpi buruknya yang terbaru, sesuatu yang tak bisa dia ungkapkan bahkan kepada paman Henry, dia tidak tahu bagaimana bisa dia masih dapat menyembunyikan hal tersebut hingga sekarang. Semua ini hanya karena dia merasa takut.

Kenapa dia yang harus menanggung dosa-dosa yang telah ayahnya lakukan?

Bahkan kematian pun menolaknya.

Tapi, hei setidaknya dia mendapatkan gaji dari pemilik toko grosir!

Comment