SLEEPLESS NIGHT 5 : SUN & RAIN

Hari-hari Yunho berjalan seperti biasanya setelah dia meninggalkan Jaejoong di restoran dua minggu yang lalu. Satu hari setelah kejadian itu, meski mereka bertemu, dan mereka pasti bertemu karena kubikel Jaejoong berada di sebelahnya, Yunho tidak meminta maaf atau memberi alasan apapun pada Jaejoong walaupun Jaejoong bertanya padanya. Yunho kembali menjaga jarak dengan Jaejoong, memperlakukan Jaejoong seperti dia memperlakukan rekan kerja yang lain, secara profesional dan hanya sebatas rekan kerja yang kubikelnya bersebelahan. Tidak lebih. Karena pada dasarnya mereka tidak pernah memiliki hubungan apapun selain hubungan kerja.


Seminggu pertama Jaejoong masih dengan sifat keras kepalanya menekan Yunho dan berusaha untuk memulai percakapan tapi Yunho mengabaikannya. Dia hanya akan menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan pekerjaan itupun jika dia mau. Jika dia tidak minat karena tahu Jaejoong hanya berusaha memancingnya maka dia akan meminta rekan kerja yang lain untuk menjawab pertanyaan Jaejoong.


Dan minggu berikutnya, Yunho dapat menarik nafas lega karena Jaejoong menghentikan semua usahanya untuk mendekati Yunho dan Yunho kembali kepada kehidupan normalnya. Masih bersama sleepless nightnya dan juga second job-nya yang menghasilkan uang melimpah namun berbahaya.


"Stupid creatures." Ujar Yunho saat dia dan Dom tiba di club milik salah seorang klien mereka.


Dom mendecakkan lidah sambil menggeleng. Sejak kedatangan Yunho di persembunyian mereka, dia menyadari mood Yunho yang sangat tidak baik. Kebenciannya pada makhluk hidup semakin terlihat tanpa dinding penghalang beberapa hari terakhir ini. Bahkan  tanpa ragu namja berkulit tan itu mengambil job yang tidak biasa dia ambil. Pekerjaan yang sangat berbahaya.


Sebagai rekan, karena dia merasa tidak dapat menyebut dirinya sebagai teman dan dia ragu Yunho menganggapnya sebagai teman, Dom khawatir pada Yunho. Namun kali pertama dia mempertanyakan kenapa Yunho mengambil job yang tidak biasa, namja tan itu meledak dan hampir membunuhnya. Sejak itu baik Dom, Ricky atau Bane tidak ada yang mempertanyakan perubahan aturan yang dilakukan oleh Yunho.


"Because their ignorance is the source of our money. So we can live with abundant money." Dom menjawab berdasarkan fakta.


Yunho menyapu dinding mulutnya menggunakan lidah, memandang jijik pada orang-orang yang keluar masuk ke club dalam keadaan mabuk dan saling menempel satu sama lain. Yang dikatakan oleh Dom memang benar namun dia tetap tidak menyukai orang-orang dengan keidiotan maksimum meski mereka memiliki otak untuk berpikir.


Ketika mereka sampai di depan pintu masuk club, mereka dihadapkan dengan dua orang penjaga pintu dengan badan besar seperti seorang binaragawan. Namun ekspresi wajah sangar yang dipasang oleh kedua penjaga itu langsung berubah seperti tikus yang ketakutan dan mencicit saat mengenali Yunho dan Dom. Kedua penjaga itu langsung membungkukkan badan hormat pada Dom dan Yunho.


"Welcome to Sunburn Zen-sii, Dom-ssi." Kata salah seorang penjaga yang memiliki empat tindik di telinga kanan. "Semoga anda menikmati waktu anda di sini."


Yunho tersenyum miring, melenggang dengan langkah kakinya yang panjang melewati kedua penjaga tanpa menoleh.




Yunho dikenal dengan nama Zen di dunia gelap. Zen, The Supplier dan The Executor. Dia akan menyediakan apa saja bagi siapa saja melalui The Dealer dengan bayaran yang dianggapnya pantas. Barang seni curian, narkotika, pelacur, senjata dan organ manusia adalah barang-barang yang dia sediakan.


Dibantu oleh Dom yang berperan sebagai Middleman, yang menjadi perantara antara Yunho dan The Dealer. Tugas utamanya adalah menjadi perantara, penjalin kesepakatan antara The Supplier dan The Dealer, dalam hal ini antara Yunho dan The Dealer yang identitas aslinya dirahasiakan. Hanya Dom yang mengetahui identitas asli The Dealer mereka. 


Setelah kesepakatan terjalin antara The Dealer dan Supplier, mereka akan mencari Source sebutan yang mereka pakai untuk manusia jika mereka membutuhkan organ, bandar atau pembuat narkotika jika mereka memerlukan obat-obatan terlarang. Untuk mencari source mereka membutuhkan keahlian Ricky sebagai Tracker. Dia mencari source melalui 'link-link' terpercaya yang dia kenal dan setelah dia mendapatkannya, dia akan mengamankan jalur agar Yunho sebagai eksekutor dapat melakukan tugas selanjutnya.


Lalu yang terakhir adalah Bane, The Doctor. Dia adalah orang yang memiliki peranan paling penting dalam hal menjalankan bisnis penjualan organ. Namja yang dikehidupan luarnya memiliki profesi sebagai dokter itu menjadi pilar utama ketika menjalankan operasi pembedahan untuk mengambil organ. Setelah itu Dom akan mengantarkan organ pada The Dealer. Namun pola itu terkadang tidak berlaku jika mereka mendapatkan permintaan khusus. Terkadang Yunho akan menjadi tracker sekaligus executor, begitu juga dengan Bane, Ricky dan Dom. Bane, Ricky dan Dom pun juga bukan nama asli dari ketiga namja itu. Namun Yunho lebih suka menyebut mereka dengan nama alias mereka daripada nama asli.


Seorang namja berpakaian putih yang sedang melayani tamu specialnya malam itu berdiri ketika melihat sosok Yunho dan Dome memasuki area club.


"I will be back." Katanya lembut pada namja berusia tigapuluhan yang dia temani.


Meski namja itu memprotes namja berpakaian putih itu tidak menghiraukannya dan berjalan menghampiri Yunho dan Dom.


"Hello Daddy." Sapa namja itu dengan nada merdu dan manja.


Namja itu memiliki posture tubuh kecil yang dibalut kaus lembut berbulu oversized berwarna putih yang jatuh di paha nyaris menutupi celana putih ketat yang bahkan tidak cukup untuk menyembunyikan kedua bongkahan pantatnya yang sintal. Kedua kakinya yang langsing dibalut dengan kaus kaki yang tingginya mencapai lutut lalu memiliki strap yang menghubungkan antara kaus kaki dengan celana ketat putihnya.


Lehernya yang putih pucat dihiasi oleh lilitan kain sutra berwarna soft pink dengan ikatan pita di sisi lehernya, membuat namja itu terlihat seperti kado natal yang siap dibuka. Wajahnya berhias makeup yang memberi warna dikulit putih pucatnya. Lalu di atas kepalanya terdapat bando telinga kelinci putih yang menjadi point dari penampilannya.


Namja itu menempelkan tubuh kecilnya pada Yunho, dan kerena perbedaan tinggi mereka wajah namja itu berada tepat di dada Yunho. Yunho dapat merasakan hembusan nafas namja kecil itu menyapu permukaan kulitnya, melewati kaus yang dia pakai. Wangi parfume yanh dikenakan oleh namja kecil itu manis, segar namun memabukkan.


"Hallo baby. How are you doing?" Tanya Yunho yang tanpa sungkan menjatuhkan tangannya di pinggang ramping namja kecil itu, memperdekat jarak mereka sehingga tubuh mereka saling menempel.


"I miss you daddy. You're so cruel. Kau jarang mengunjungiku." Rengeknya dengan bibir mengerucut pada Yunho.


"Well, sedikit sibuk dan sekarangpun begitu." Jawab Yunho santai dengan senyum miring saat melihat wajah namja kecil itu memerah dengan nafas tertahan saat Yunho meremas pantatnya.


Di belakang Yunho, Dom memutar bola matanya, merasa terlupakan keberadaannya.


"Ehem. Jihwan-ssi, jika tidak keberatan bisa kau lepaskan Zen dan biarkan kami bekerja." Katanya setelah berdeham dan menarik perhatian kedua namja berbeda tinggi badan yang saling menempel seperti terkena lem perekat.


Jihwan melirik tajam pada Dom, lalu mendongak pada Yunho.


"Apa Daddy memiliki janji dengan executive manager?" Tanyanya pada Yunho, mengabaikan sepenuhnya ucapan Dom padanya.


"Ya, begitulah."


"Aku akan mengantarmu, Daddy."


Yunho tersenyum tipis, merunduk dan mengecup pipi Jihwan singkat. "Good boy."


"Only for you daddy." Balas Jihwan.


Dom memutar kedua bola matanya untuk yang kesekian kalinya.


_________


"Jadi kau benar-benar sudah menyerah?" Tanya Changmin ketika namja itu keluar dari dapur Jaejoong, membawa tiga botol soju di satu tangan dan gelas di tangan yang lain.


"Apa aku terlihat bercanda?" Jaejoong balas bertanya, nada kesal terdengar jelas di suaranya dan dia semakin kesal saat mengingat bagaimana Yunho meninggalkannya di restoran tanpa ucapan selamat tinggal dan mengabaikannya ketika mereka bertemu di kantor.


"Well," Changmin meletakkan botol soju dan gelas di atas meja dan duduk di sebelah Jaejoong. "Aku sudah memperingatkanmu kalau taruhan yang diajukan Yoochun hanya akan merugikanmu."


Jaejoong menyingkirkan bantal yang dipeluknya ke samping, lalu duduk bersila di atas sofa menunggu Changmin yang membuka botol soju pertama mereka malam ini.


"Daripada itu aku lebih memikirkan nasib tabunganku." Jawabnya singkat dan kesal.


"Apa kau membutuhkan sumbangan?" Tanya Changmin dengan senyum jahilnya.


Jaejoong langsung melirik pada Changmin. "Apa kau mau merasakan menjadi kangguru yang melompat-lompat?" Ancamnya.



"Kekekeke." Changmin terkekeh, ancaman Jaejoong sama sekali tidak mempan padanya. "Sepertinya ada yang sedang tidak bisa diajak bercanda."


"Cepat tuang atau aku tendang dari sini!" Perintahnya.


"Baik. Baik Yang mulia Kim Jaejoong."


Jaejoong memutar bola matanya malas. "Sepertinya aku salah mengundang orang."



_________


"Kami membutuhkan lebih banyak mice." Kata executive manager Sunburn pada Yunho dan Dom seraya menyerahkan koper pada Yunho.


Yunho membuka koper yang diberikan dan langsung mendorongnya dengan satu tangan ke arah Dom yang melirik sekilas ke arah Yunho lalu membuka koper dan mengecek keaslian uang yang mereka dapatkan.


"Ada uang ada barang." Kata Yunho sambil mengangkat gelas berisi wiskeynya.


"Yah, anda pasti sudah paham dengan pertauran mendasar kami." Sambung Dom tanpa mengalihkan perhatiannya dari tumpukan uang yang dipengangnya.


"Tentu saja. Tapi kali ini kami akan memberikan kriteria khusus."


"Dan untuk itu ada bayaran tambahan yang harus anda berikan." Kata Yunho mengingatkan.


Manager Sunburn menatap Yunho lamat lalu berpindah pada Dom yang masih menghitung uang, merasa sedikit tersinggung dengan kedua namja di depannya karena dia merasa kedua orang itu masih tidak mempercayainya sehingga mereka harus menghitung uang di depan matanya tanpa merasa sungkan.


"Investor kali ini berbeda. Dia rela mengeluarkan uang dalam jumlah berapapun asal Mice -nya sesuai dengan permintaannya." Lanjutnya.


"Then,berikan kriteriannya dan jumlah Mice yang kalian inginkan dan aku akan menyediakannya."


Dom hanya menjawab dengan gumaman tanpa arti saat menghitung uang. Tidak ingin hitungannya kacau hanya karena menjawabi pernyataan yang sudah ditentukan oleh Yunho finalnya.


"Good." Manager Sunburn menepukkan tangan di atas pahanya dan kemudian berdiri. "Silakan kalian menghitung uangnya sementara aku permisi untuk melanjutkan pekerjaanku."


"Ah." Yunho berser sedikit lebih keras sehingga manager Sunburn menghentikan langkahnya dan menoleh pada Yunho.


"Yes, Zen-ssi?" Tanyanya.


"Panggilkan Jihwan kemari. Aku ingin dia menemaniku minum malam ini." Katanya santai. 


"Baik. Tunggu sebentar." Katanya dan langsung berjalan keluar dari ruang VVIP yang biasa digunakan rombongan Yunho jika mereka bertandang ke Sunburn.


"Kenapa kau sekarang menaruh perhatian pada Mice  seperti Jihwan?" Tanya Dom tanpa menoleh pada Yunho.


Yunho menoleh ke arah Dom, menyunggingkan senyum miring yang disertai dengan dengusan. "Hanya ingin bersenang-senang sedikit. Lagipula dia penurut."


"Apa bukan karena dia mirip dengan namja yang pergi berdua denganmu dua minggu yang lalu?" Tanya Dom sedikit berhati-hati.


Untuk beberapa saat Yunho terdiam kemudian dia melirik Dom. Dom yang merasakan tatapan Yunho padanya meski dia tidak melihat ke arah Yunho melanjutkan.


"Aku tidak sengaja melihatmu bersama seseorang memasuki restoran ketika aku sedang dalam 'berjalan-jalan'."


"Itu bukan urusanmu." Kata Yunho kemudian dengan nada datar yang dingin.


Dom menangguk tidak berniat melanjutkan pembicaraan karena dia mendengar suara Jihwan yang melenking memanggil Yunho dengan sebutan Daddy seperti gadis kecil. Ketika dia menoleh sekilas, dia pun melihat kelakuan Jihwan yang mirip seekor anjing puddle kecil ketika bertemu dengan majikannya, bersemangat dan langsung melompat ke pangkuan Yunho.


"Aku senang Daddy memanggilku." Katanya.


"Mana mungkin aku tidak memanggil my baby boy terbaikku hm?"


Jihwan terkekeh dengan wajah merah merona. Jemarinya yang lentik memainkan jaket kulit yang dipakai Yunho.


Yunho dan Jihwan menoleh samping saat mendengar suara benda di tutup dan melihat Dom yang telah berdiri dari kursi dengan koper yang telah tertutup di tangannya.


"Aku akan memakai ruangan sebelah untuk menyelesaikan ini. Jadi kalian bisa bersenang-senang tanpa ada gangguan."Katanya.


"Suruh Ricky dan Bane kemari jika pekerjaan mereka sudah selesai. Katakan pada mereka aku akan mentraktir mereka minum."


"Got it." Jawab Dom singkat sambil berlalu.


_______


Siang itu, seperti biasa Yunho memilih meja yang berada di ujung ruangan, jauh dari keramaian untuk makan siang. Dia mendongakkan kepala saat mendengar suara yang biasa menganggunya dan melihat Jaejoong berjalan memasuki area cafetaria kantor bersama dengan karyawan dari divisi lain yang dia ketahui bernama Kim Junsu.  Salah satu orang yang pernah diceritakan Jaejoong padanya.


Yunho tidak dapat mendengarkan pembicaraan yang terjadi antara Jaejoong dan Junsu namun dia dapat mendengar suara Jaejoong di kepalanya dan bahkan dia seperti mendengar suara tawa Jaejoong berdenging tepat di telinganya. Merdu. Semerdu suara nyanyian Jaejoong dua minggu yang lalu. Suara yang sering kali terdengar di telinganya setiap kali dia mencoba menulis lagu. Dan, ngomong-ngomong Yunho telah membuat lagu yang dia rasa pas dengan suara Jaejoong yang indah. Dia memang bukan penulis lagu profesional dan tidak pernah memperdengarkan lagu buatannya pada orang lain selain dirinya. Namun dia ingin suatu saat Jaejoong dapat menyanyikan lagu buatannya. Meski hal itu bukan sesuatu yang mudah untuk dia lakukan. Memperlihatkan, memperdengarkan lagu buatannya pada orang lain.


Setelah memenuhi nampan makanan mereka dengan makanan, Jaejoong dan Junsu duduk di kursi yang tak jauh dari counter cafetaria, berbaur dengan karyawan-karyawan yang lainnya. Walaupun sedikit terhalang oleh tubuh-tubuh karyawan yang lain, entah bagaimana Yunho masih dapat melihat Jaejoong dengan jelas, seolah orang lain memiliki tubuh transparant yang tidak menghalangi pandangan matanya. Jaejoong dan Junsu saling mencondongkan tubuh sambil berbisik, lalu kembali ke sandaran kursi mereka masing-masing lalu tertawa. Aneh, Yunho merasa dunia seakan lebih hangat dan ceria ketika dia melihat Jaejoong tertawa. Lalu tawa mereka terhenti untuk beberapa saat untuk menoleh dan menyapa Changmin dan Junsu yang ikut bergabung di meja mereka.


Dan di saat itu, Yunho merasakan adanya gemuruh badai melanda dadanya, memberi perasaan tidak nyaman yang membuatnya mual sekaligus jijik ketika Changmin berbisik pada Jaejoong dengan jarak yang sangat dekat. Sampai dia yakin jika Changmin dapat mencium aroma parfum dari tubuh Jaejoong.


Yunho tidak bodoh dengan tidak menyadari perasaan apa yang sedang berkembang di dalam dirinya terhadap Jaejoong. Dia menyukai Jaejoong, mungkin juga dia mencintainya, setidaknya itu yang dia tangkap dari pengambaran tentang cinta dari novel-novel yang dia baca. Dia memang tidak memiliki hati-hati kecil yang beterbangan ketika dia memandang Jaejoong, atau setidaknya dia bukan tokoh kartun yang dapat melakukannya. Dan dia juga tidak merasakan dunia menjadi tempat yang lebih indah karena dia mencintai Jaejoong. Namun dia jelas merasakan nyaman ketika dia memandang Jaejoong. Ya, Jaejoong memang orang yang berisik dan tidak tahu cara untuk menutup mulutnya, itu menyebalkan bagi Yunho, pada awalnya. Tetapi sekarang dia justru menemukan kecerewatan Jaejoong sebagai sesuatu yang unik dan menyenangkan seperti suara rintik air hujan yang dia rindukan setiap saat. Suara Jaejoong bagaikan angin di malam hari yang lembut dan dingin namun mampu memberinya ketenangan. Tingkah polah Jaejoong seperti kopi yang membuatnya kecanduan sehingga dia ingin terus mengamati Jaejoong, lagi, lagi dan lagi. Cara Yunho mendeskripsikan kekagumannya pada Jaejoong memang berbeda dengan semua buku yang dia baca, mungkin karena dia memang tidak terlalu menyukai hal-hal yang disebutkan dalam buku dan mencari hal yang disukainya untuk menjelaskan seorang Kim Jaejoong.


Memandnag Jaejoong membuat Yunho melupakan makan siangn dan juga secangkir kopinya di atas meja dan hampir melewatkan panggilan dari Dom yang masuk ke ponselnya.


Yunho mengambil ponselnya dari atas meja dengan wajah ditekuk. Dia cukup kesal karena dia yakin telah memperingatkan ketiga rekannya untuk tidak menelfonnya ketika dia sedang berada di kantor.


"Sudah-"


"Sebelum kau marah. Aku sedang berada di belakang gedung kantormu. Temui aku sekarang. Dan ini dangat PENTING."


PIP


Yunho mengerang, namun segera mengantongi ponsel di saku jas dan berdiri meninggalkan makan siangnya. Berjalan sedikit lambat saat dia melewati meja Jaejoong dan menahan diri untuk tidak menoleh ke arah Jaejoong dan rombongannya.


Setelah Yunho melewati meja Jaejoong, Changmin menyenggol siku Jaejoong yang berada di atas meja dan ketika Jaejoong menoleh Changmin berkata.


"Apa kau sadar jika tadi Yunho memperhatikanmu?"


"Hah? Apa kau tidak waras?"


Changmin memutar bola matanya malas. "Ya sudah kalau tidak percaya."


__________


Yunho berjalan dengan badan tegak namun memasang sikap waspada pada sekitarnya ketka dia berjalan memutar gedung kantornya, memastikan jika tidak ada yang sedang memperhatikannya. Dia berjalan menyebrangi jalan, berhenti sebentar dan kembali berjalan dengan langkah lebih cepat saat melihat mobil sedan hitam yang dia kenali. 


"Kuharap urusanmu ini sangat penting sampai kau harus menemuiku di kantor seperti ini." Katanya ketika dia menutup pintu penumpang mobil.


"dan aku berharap kau tidak mengamuk jika aku menunjukkanmu ini." Jawab Dom sambil menyerahkan sebuah amplop coklat besar pada Yunho.


"Mwoya?" Tanya Yunho dengan alis terangkat.


"Buka saja dan kau akan tahu alasanku menemuimu." Jawabnya.


Yunho membuka amplop itu sementara Dom menurunkan jendela mobil dan kemudian menyalakan sebatang rokok. Dengan rokok yang telah menyala di tangan, Dom melirik ke arah Yunho melihat namaj itu membeku dengan mata melebar.


"That's it." Dom menghisap rokoknya dan menghembuskannya kasar. "Itu daftar Mice Yang diinginkan oleh klien Sunburn dan kurasa kau telah melihat siapa salah satunya."


"Kim... Jaejoong...?"


"Ah, jadi namanya Kim Jaejoong." Dom membeo. "Ricky dan Bane belum melihat daftar ini. aku membawanya padamu lebih dulu."


"Apa yang akan kau lakukan sekarang?" Tanya Dom saat Yunho sama sekali tidak menanggapi ucapannya.


Untuk beberapa saat Yunho tidak bereaksi, namun kemudian dia memasukan semua daftar itu kembali ke amplopnya melipatnay sekecil mungkin sehingga dapat masuk ke dalam kantung jasnya.


"I got it." Katanya singkat dan keluar dari mobil Dom.


Dari dalam mobil Dom melihat Yunho berjalan pergi. "Even a monster will be weak if faced with a heart." Gumamnya sambil menghembuskan asap rokoknya.


_________


Changmin keluar dari rungannya dan melihat kubikel Yunho masih kosong. Dia menoleh pada Jaejoong yang sepertinya sama sekali tidak ambil pusing dengan absennya Yunho sejak istirahat makan siang tadi.


"Apa kau tidak tahu Yunho ke mana?" Tanya Changmin.


Jaejoong menoleh pada Changmin lalu ke kubikel Yunho.


"Aku bukan sekertaris pribadi atau temannya, jadi aku tidak tahu dan tidak mau tahu dia ke mana."  Jawabnya dan langsung kembali pada pekerjaannya tanpa menoleh pada Changmin yang masih berdiri di sampingnya.


Changmin menghela nafas panjang. "Jika dia kembali sampaikan padanya jika dia harus menemuiku."


"Nde." Jawab Jaejoong singkat dan changmin kembali ke ruangannya.


Tak lama setelah Changmin masuk ke ruangannya, Jaejoong menoleh pada kubikel Yunho yang kosong. Merasa aneh karena Yunho yang termasuk dalam jajaran pegawai terbaik setiap bulannya menghilang begitu saja. Meski absennya Yunho hanya baru berlangsung dua jam tapi tetap saja itu aneh. Karena Yunho adalah pegawai terbaik dan disiplin. Tidak seperi Jaejoong yang sering terlambat masuk dan memperpanjang jam istirahat sesuka hati.


"Aish, untuk apa aku mengkhawatirkannya." Gumamnya dengan wajah cemberut dan mencoba melanjutkan pekerjaannya.


Jaejoong berpikir dengan tidak adanya Yunho di sebelahnya, dia akan lebih mudah bekerja. Toh dia tidak punya kewajiban untuk mengkhawatirkan namja tan itu. Namja tan itu telah menolaknya dengan cara yang sangat tidak terpuji. Meninggalkannya begitu saja di restoran saat Jaejoong berpikir jika namja itu telah membuka sedikit pintu hatinya untuk Jaejoong.


Perginya Yunho tanpa ucapan selamat tinggal atau sekedar pesan singkat membuatnya berpikir sepanjang malam. Apa dia melakukan kesalahan. Apa dia telah mengucapkan sesuatu yang tanpa sengaja menyakiti atau menyinggung Yunho. Atau Yunho pergi karena tidak menyukai nyanyiannya.


Jung Yunho adalah namja yang penuh misteri. Meski Jaejoong telah bertanya secara langsung pada namja tan itun namja tan itu selalu memiliki cara untuk mengabaikannya. Sehingga dia lelah untuk mencoba bertanya dan mendekati namja tan itu lagi.


Jaejoong memang mendekati namja tan itu karena taruhan yang dia lakukan bersama Junsu, Yoochun dan Changmin. Tetapi dia melakukannya bukan karena taruhan semata, dia menerima taruhan itu karena dia memang telah menaruh perhatian pada seorang Yunho, rekan kerjanya yang pendiam, si coffee freak. Sehingga penolakan Yunho terhadapnya memiliki efek yang lebih besar daripada sekedar rasa kesal karena dia akan kehlangan uang. Jaejoong merasa dirinya telah patah hati dan tidak memiliki harapan lagi.


Tetapi Jaejoong tidak dapat diam saja dan bertindak seolah tidak perduli pada namja itu meski Yunho jelas-jelas telah menyakitinya. Dia khawatir pada keselamatan namja itu. Terlebih dia membaca banyak berita tentang orang-orang yang menghilang secara mendadak tanpa jejak dan belum ditemukan. Mengingat berita-berita yang dia baca, Jaejoong dipenuhi rasa cemas dan was-was sampai dia tidak dapat berkonsentrasi pada pekerjaannya.


"Aish." Dia mendesah kesal.


Mengeluarkan ponsel dari saku dan menelfon ke nomor Yunho.


"TUT... TUT... TUUTTT..."


Jaejoong memutuskan panggilan setelah mendengar nada sambung dan mencoba menghubungi lagi. Kali ini dia semakin tidak sabar untuk menunggu. Tanpa sadar dia mengarahkan ibu jari ke bibirnya dan mulai mengigiti kuku ibu jarnya saat mencoba melakukan panggilan lagi.


Setelah dia mencoba untuk yang kesekian kali, kesabarannya menjadi sekamin tipis dan kekhawatirannya berkembang makin besar. Jaejoong mekudian berdiri dari kursi kerjanya dan bergegas keluar dari ruangannya setegah berlari.


___________


Yunho menginjak rokok yang telah habis dia hisap dengan ujung sepatu kulitnya yang mengkilat. Dia kemudian mengeluarkan amplop coklat yang terlipat dari saku jas. Membuka lipatannya dan mengeluarkan data Mice yang harus dia cari.


Yunho menarik lembar berisi nama dan data Jaejoong, memisahkan lembaran itu dari yang lain. Setelah dia memasukkan kembali amplop ke saku jas, Yunho menggunakan tagannya merogoh saku celana dan menarik keluar sebuah pemantik api. Menggunakan pemantik api itu Yunho membakar kertas berisi data Jaejoong.


Mata musangnya memandang kosong pada lembaran kertas yang telah dia jatuhkan ke lantai.  Perlahan kertas itu dirambati api, membakar setiap tulisan, termasuk foto Jaejoong sehingga menjadi abu dan terbang tertiup angin kencang yang berhembus di atap gedung.


Dia melihat abu kertas itu terbang bersama angin. Hanya dia dan Dom yang tahu jika nama Jaejoong ada di sana dan dia cukup mempercayai Dom untuk tidak memberitahu Ricky dan Bane. Dia hanya perlu memikirkan cara untuk memastikan The Dealer tidak menggunakan geng lain untuk mendapatkan Jaejoong. 


Ya, Yunho akan melakukan apapun agar Jaejoong tetap aman.


Yunho memasukkan kedua tangannya ke saku celana, dan berputar dengan tumit sepatunya lalu berjalan meninggalkan atap gedung yang telah menemaninya untuk berpikir sebelum dia mengambil keputusan. Dia tidak tahu sudah berapa lama dia berada di sana, namun dia tahu berapa banyak rokok yang telah da hisap saat sedang berpikir tadi.


Dengan langkah kaki yang tenang, Yunho menuruni susuran anak tangga. Di balik tenangnya wajah dan sikap tubuhnya, tersembunyi sebuah perasaan cemas yang meliputi. Seperti dia menyembunyikan satu sisi gelap dalam dirinya. Tidak akan ada yang berpikir jika Jung Yunho, seoramg karyawan biasa yang bekerja di perusahaan normal adalah orang yang berada dibalik kasus menghilangnya orang-orang.


Tidak akan ada yang berpikir jika seorang Jung Yunho yang seorang pendiam dan pekerja keras di kantor adalah orang yang sama dengan orang yang memiliki pengaruh dan nama di pasar gelap. Dan orang-orang tidak pernah akan berpikir jika Jung Yunho, si coffee freak adalah orang yang mampu membunuh orang hanya demi setumpuk uang.


Setelah memasuki lift, Yunho menekan tombol lantai divisinya. Merasakan lift bergerak lambat tak lama setelah pintu lift menutup. Kondisi lift pada jam itu sepi, karena kebanyakan karyawan sedang terperangkap di ruang rapat atau di kubikel mereka, kecuali Yunho tentunya.


DING


Yunho mengambil langkah maju, menunggu beberapa detik sebelum akhirnya pintu lift terbuka.


Dia hendak keluar dari lift tetapi sebelum dia sempat melakukannya, tubuhnya terhuyung ke belakang dan berhenti ketika punggungnya membentur dinding dalam lift yang dingin bersamaan dengan satu tubuh lain yang kini memeluknya. Mata musangnya membesar karena kaget.


"Jae-..."


"Syu..kurlah... ku..ku..pikir kau... hiks..."


CRASH


Seperti sebuah pedang yang terayun menebas sesuatu, Yunho dapat merasakan pedih dan perihnya tebasan pedang di dadanya ketika dia menyadari Jaejoong menangis sambil memeluknya. Dan ketika dia menundukkan pandangan untuk melihat namja itu, dia menyadari Jaejoong tidak memakai jasnya dan dia juga dapat melihat punggung kemeja Jaejoong basah oleh keringat. Rambut Jaejoong pun lebih berantakan dari yang terakhir dia lihat di cafetaria kantor tadi siang.


Why? Pikirnya.


Kenapa Jaejoong menangis. Kenapa Jaejoong memeluknya. Kenapa Jaejoong berantakan. Kenapa?


Terlalu banyak pertanyaan yang berputar di kepalanya, Yunho melupakan jika dia harus kembali bekerja. Melupakan jika Jaejoong berada di dalam daftar mice. Melupakan pintu lift yang kembali menutup dan melupakan fakta jika Jaejoong masih memeluk pninggangnya dengan sangat erat seolah hidup dan matinya bergantung di sana.


Yunho tidak tahu apa yang harus dia lakukan saat ini. Ini pertama kalinya ada orang yang menangis dalam pelukannya. Dia hanya dapat diam mematung dan membiarkan Jaejoong menangis sepuasnya hingga tangisnya reda. Tapi dia menikmati kehangatan tubuh Jaejoong yang berada dekat dengannya.


Di dalam lift yang kosong dan tertutup udara disekitar Yunho serasa dipenuhi aroma parfume Jaejoong yang bercampur dengan aroma tubuhnya sendiri, membuat kepalanya menjadi ringan dan tanpa sadar dia menghirup nafas dalam-dalam. Menghilangkan dahaga dirinya dengan aroma tubuh mereka yang bercampur menjadi satu.


DING


Yunho terperanjat di tempat saat mendengar pekikan tertahan dari tiga karyawati yang berdiri dengan mata lebar menatapnya. Tanpa pikir panjang, Yunho melepaskan pelukan Jaejoong di pinggangnya. Mengenggam tangan Jaejoong dan segera menarik Jaejoong menjauh dari tiga karyawati yang dia yakin masih membuntuti mereka dengan tatapan mata penasaran sekaligus binggung.


Dia tidak tahu ke mana dia ingin membawa Jaejoong, karena dia memang tidak memiliki rencana. Yunho hanya tahu dia perlu membawa Jaejoong pergi menjauh dan tempat yang dapat dia pikirkan untuk memberi mereka privasi yang mereka butuhkan adalah di dalam mobilnya. Beruntung Yunho adalah tipe orang yang selalu membawa kunci mobil dan dompet di dalam sakunya. Jadi dia membawa Jaejoong ke tempat parkir basement dan setelah dia mendudukkan Jaejoong di kursi penumpang, Yunho mengikuti masuk. Dan setelah itu dia menyalakan mobilnya, melesat keluar dari area parkir.


________


Kerutan di kening Changmin semakin dalam dan terlihat jelas, ketika manager muda itu mengamati dua kubikel pegawainya yang kosong.


"Baik. Aku sudah cukup dengan kelakuan mereka." Gumamnya.


_________


"Ke mana kita akan pergi?" Tanya Jaejoong setelah dia dapat menghentikan tangisnya.


"Molla." Jawab Yunho singkat tanpa menoleh.


Hal yang dilakukan Yunho itu cukup untuk membuat Jaejoong berpaling dari namja tan itu dengan kepala tertunduk dalam. Jaejoong merasakan matanya kembali memanas dan pandangannya mengabur saat airmata telah berkumpul di pelupuk matanya.


"Aku tidak pernah jalan-jalan dan pergi bersama seseorang selain untuk urusan pekerjaan. Jadi jika kau tidak keberatan, mungkin kau dapat memikirkan ke mana kita harus pergi. Karena jika kita kembali ke kantor saat ini Changmin pasti akan mempermasalahkannya." Lanjut Yunho.


"Nde?!" Tanya Jaejoong spontan karena binggung.


"Yah, kembali ke kantor sekarang atau besok akan sama bermasalahnya. Dan kurasa untuk saat ini kau tidak ingin kembali ke kantor jadi aku akan mengantarmu ke manapun kau mau pergi."


Airmata Jaejoong yang siap untuk tumpah lagi, tersedot masuk kembali ke dalam tubuhnya hanya dengan barisan kalimat Yunho. Bukan itu saja, barisan kalimat Yunho yang terdengar lembut mengembangkan senyum di wajah Jaejoong.


"J-jjinj-a?" Tanya Jaejoong tidak percaya.


Yunho bergumam sambil mengangguk sebagai jawaban. Jawaban itu singkat namun penuh dengan ketulusan dan kepastian untuk meluluhkan keyakinan dalam hati Jaejoong. Sedikit dorongan untuk Jaejoong agar dia mempercayai namja tan itu, dan membuat Jaejoong ingin mengambil langkah untuk kembali mendekati namja tan itu.


____________


Jaejoong tidak sepenuhnya ingat apa yang dia dan Yunho lakukan pada hari itu. Tetapi dia mengingat Yunho selalu berjalan di sisinya, mengenggam tangannya dan senyum tipis di wajah Yunho saat Jaejoong menoleh padanya. Hari itu bagaikan mimpi untuk Jaejoong. Hari di mana dia menghabiskan waktu dengan Yunho di luar kantor saling bergandengan tangan dan bebas.


Namun apa yang Jaejoong bayangkan dan kenyataan sangatlah berbeda. Di dalam bayangannya dia hanya dapat menerka seperti apa rasanya jika tangan mereka saling mengenggam. Dia membayangkan rasa hangat dan nyaman. Tapi pada kenyataannya dia merasakan tangannya berkeringat dan lembab ketika Yunho mengenggam tangannya, seperti tidak memiliki keingingan untuk melepaskannya. Walaupun saat namja itu mengeluarkan dompet dari saku celana belakangnya untuk membayar ice cream yang diinginkan oleh Jaejoong. Sehingga setelah mengeluarkan dompetnya, Yunho meminta Jaejoong untuk mengambil uang dari dompet Yunho. Dan hal itu cukup menimbulkan penjual ice cream di depan mereka memutar bola mata dan berkata jika mereka pasangan yang konyol ketika memberikan ice cream pesanan mereka. 


Jaejoong pikir Yunho akan marah dan mengelak saat penjual ice cream itu mengatakan mereka adalah pasangan. Karena pada kenyataannya hubungan mereka tidak seperti itu. Tetapi dugaannya sangatlah salah. Yunho tidak marah sama sekali bahkan Yunho tertawa renyah sambil berkata.


"Terlihat seperti itu 'kah? Tapi bagiku ini tidak buruk. Anyway, thanks."


Dan itu cukup melambungkan dirinya. Membuatnya berpikir jika Yunho merasakan hal yang sama dengannya. Namun ketika Yunho mengantarkannya pulang, dia menjadi takut. Takut jika hari yang dia habiskan bersama Yunho memang sebuah mimpi. Atu kenyataan pahit yang lain, yang akan membuatnya patah hati untuk kedua kalinya.


Lagi-lagi dia salah. Yunho tidak meninggalkannya tanpa penjelasan seperti kejadian di restoran. Tidak membuatnya patah hati, lagi.


Keraguan dan ketakutannya terhapus oleh sosok Yunho yang berdiri di depan pintu apartemennya tanpa pemberitahuan dan menjelaskan dia hanya ingin pergi ke kantor bersama Jaejoong pagi itu. Dan seperti yang sudah mereka duga, Changmin memanggil mereka berdua ke ruangannya dan menceramahi mereka panjang lebar soal peraturan perusahaan yang harus dan wajib untuk ditaati oleh semua karyawan termasuk mereka.


"Terkadang aku lupa jika Changmin lebih muda dariku." Kata Jaejoong setelah mereka keluar dari ruangan Changmin dengan pipi mengembung sambil menarik kursi.


Yunho terkekeh sambil mengangkat tangannya dan kemudian menaruhnya di kepala Jaejoong. Mengusap lembut tanpa merusak tatanan rambut Jaejoong.


"Yeah. Tapi dia hanya melakukan pekerjaannya. Sekarang kau harus bekerja jika kau tidak mau memarahimu untuk yang kedua kalinya."


Jaejoong menoleh. "Kenapa aku harus melakukannya? Rasanya aku ingin balas dendam dan tidak mau bekerja untuk hari ini."


"Well, bagaimana kalau aku yang memintamu bekerja sehingga kau dapat menyelesaikan pekerjaanmu tepat waktu lalu kita dapat makan malam bersama sepulang kerja."


Jaejoong menyipitkan matanya curiga. "Apa kau berniat meninggalkanku lagi nanti saat makan malam?"


"Hahaha." Yunho tertawa. "Mian soal itu. Tapi kali ini aku tidak akan lari. Otte?"


"Kau yang traktir?"


"No problem."


"Okey. Aku akan bekerja dan pastikan kau membawa uang yang cukup karena aku akan meminta makan malam super mewah."


"Heem. Sepertinya aku berubah pikiran."


"Mwo?!" Pekik Jaejoong dengan mata melotot. "Yak! Ka-"


Jaejoong berhenti bicara saat Yunho menempelkan jari telunjuk di permukaan bibirnya. Sentuhan Yunho itu membuat jantung Jaejoong berdegup cepat, memompa semua darah ke wajahnya sehingga wajahnya panas dan memerah. Senyum tipis di wajah Yunho sama sekali tidak membantunya untuk tenang, bahkan memperi efek pacu pada jantungnya.


"Just kidding, babe. Now lets work. Okay?"


Mata doe Jaejoong kian membulat, wajahnya yang sudah merah kini menjadi makin merah sampai ke telinganya.


"A- e... u..."


"Hm?" Yunho memandang Jaejoong, sedikit memiringkan kepala ketika Jaejoong ingin mengatakan sesuatu namun yang keluar dari bibirnya hanya penggalan-penggalan huruf yang tidak berstruktur.


Yunho berniat menunggu namun kemudian memalingkan wajah dan menghapap ke komputernya untuk bekerja. Jaejoong yang binggung, meraih lengan jas Yunho agar namja tan itu menoleh namun namja itu tetap memasang wajahnya ke depan.


"YAK!! Apa kau mengabaikanku sekarang?" Tanya Jaejoong tanpa menyembunyikan kekesalan di wajah dan caranya bicara.


"Ehem!"


Jaejoong membatu, menoleh kaku ke belakang dan menyeringai lebar dengan wajah kaku saat melihat Changmin berdiri di belakangnya dengan kedua tangan terlipat di depan dada.


"Kim Jaejoong-ssi, boleh aku tahu apa pekerjaan utamamu sebagai karyawan perusahaan?" Tanya Changmin dengan nada datar yang mengintimidasi.


"Ehehehe."


"Jangan tersenyum." Perintah Changmin yang langsung membuat Jaejoong mengatupkan bibir lalu berpaling pada komputernya.


"Astaga, rasanya aku ingin pensiun dini." Gumam Changmin sambil berjalan kembali ke ruangannya dengan tangan menekan pelipis.


Jaejoong menoleh pada Changmin, menjulurkan lidahnya pada punggung namja muda yang menjadi atasannya itu. Dia lalu menoleh pada Yunho.


"Aku akan membuat perhitungan padamu nanti." Katanya mengancam.


Yunho hanya tertawa kecil dengan kepala sedikit menunduk di depan komputernya.


________


Hari demi hari berlalu, Yunho dan Jaejoong menjadi semakin dekat. Perlahan Yunho membuka dirinya pada Jaejoong dan Jaejoong belajar mengenali Yunho.


Mereka memiliki banyak perbedaan. Itu pasti karena mereka bukanlah orang yang sama. Perbedaan mereka sangat mencolok.


Yunho menganggap Jaejoong seperti matahari. Matahari yang terang dan hangat, sama seperti Jaejoong yang selalu menebarkan kehangatan melalui kebaikan yang dia lakukan, dalam wujud terkecil sekalipun, seperti saat namja itu tertawa.


Sementara Jaejoong menganggap Yunho bagaikan hujan. Dia menganggap Yunho seperti hujan bukan karena namja tan itu menyukai hujan namun karena aura dingin yang menyelimuti namja tan itu. Tapi seperti hujan, Yunho membuat suasana menjadi nyaman dan menenangkan, setidaknya bagi Jaejoong.


Mereka seperti dua musim yang bertentangan namun bersinggungan. Seperti saat terjadi hujan dikala matarahi bersinar terang, maka di sudut langit akan ada pelangi yang indah. Seperti itulah mereka.


Namun seperti matahari yang tidak mengetahui rahasia hujan, Jaejoong pun tidak mengetahui rahasia paling gelap dari Yunho dan Yunho tidak akan pernah membagi rahasianya yang mengerikan pada Jaejoong. Yunho tidak ingin Jaejoong menatapnya dengan bola mata bergetar karena ketakutan. Dia tidak ingin Jaejoong menjauh darinya dan meneriakinya sebagai monster.


Mereka bagaikan matahari dan hujan, yang kebersamaannya tidaklah abadi. Seperti pelangi yang akan menghilang saat hujan reda dan matahari bersinar terang. Seperti pelangi yang akan menghilang saat cahaya matahari terkalahkan oleh tebalnya awan mendung yang membawa badai.


______


BRAK


"What the fuck is this? Huh?!" Seru Ricky dengan emosi meluap di wajah sehingga urat lehernya menonjol keluar.


Yunho menatap Ricky tanpa berkedip, seolah menantang namja yang berdiri dengan berkacak pinggang di depannya melalui tatapan mata. Dom menoleh pada Bane, Bane menghela nafas lalu menggeleng dan menunjuk amplop yang dilemparkan oleh Ricky di atas meja dengan dagunya. Mengerti maksud Bane dan untuk menghilangkan rasa penasarannya Dom mencondongkan tubuhnya ke meja, menjulurkan tangan dan meraih sebuah amplop yang berada di depan Yunho.


Mata Dom membesar saat dia melihat data Kim Jaejoong di sana.


"I don't know. You tell me." Kata Yunho santai.


Ricky memutar bola matanya lalu mendengus ke arah Yunho.


"Pretend to be innocent? Huh?"


"Maybe." Jawab Yunho.


"Zen, kau hanya memperkeruh suasana." Bane buka suara.


Yunho menoleh pada Bane, membuka kedua tangannya sambil mengedikkan bahu.


"Huh. Hahahaha." Yunho menoleh kembali ke arah Ricky yang tertawa sarkas.


"Jadi kau ingin mengatakan jika kau tidak tahu  bahwa seharusnya ada lima mice yang diminta The Dealer di Sunburn? Lalu kau secara tidak sengaja hanya menemukan empat mice dan menyuruhku mengantarnya dan membuatku dihina oleh manusia rendahan di Sunburn? Begitu?" Cerca Ricky.


"Oh." Bibir Yunho terbuka, membentuk bulatan kecil seolah dia kaget. "Five? Jadi mereka meminta lima? Entahlah. Kurasa mereka melupakan satu data. Karena aku dengan sangat yakin hanya menerima empat data. Bukan begitu Dom?"


Mereka menoleh pada Dom yang diam.


"Ye-yeah. Kurasa aku tidak sengaja menjatuhkan datanya." Jawab Dom dengan kepala tertunduk.


"See?" Kata Yunho congkak.


"Don't protect him, Dom." Ricky menyalak. "Aku tahu kalau kau berbohong."


Yunho mendengus. "Sebenarnya apa masalahmu, Ricky? Apa kau merasa sakit hati hanya karena dihina oleh manusia rendahan Sunburn? Oh, come on man. Just brush it off or kill them."


Ricky memalingkan wajahnya ke arah Yunho, matanya melotot dan berkilat dengan kemarahan.


"Ini bukan permasalahan melupakan atau menghabisi." Tanpa mengalihkan pandangan matanya dari Yunho, Ricky meletakkan kedua tangannya di atas meja. "Masalahnya di sini adalah nama gang kita. Kesalahan kecilmu membuat nama gang kita tercoreng. Did you know that?"


Yunho tertawa kering. "Kita membuat cukup banyak uang dengan menjual narkoba dan organ. Siapa yang mau mempertahankan memperjual belikan mice?"


"I do." Jawab Ricky cepat.


"Oh, jadi itu menjadi masalahmu. Mulai sekarang aku tidak mau menyediakan mice. Jika kau mau melanjutkan bisnis itu silakan. Aku tidak akan melarang." Kata Yunho.


"Okay." Ricky mengangkat tangannya dari atas meja, mengangguk-angguk. "Great. Jadi aku akan memulai bisnisku dengan mengembalikan reputasiku. Aku akan mencari Kim Jaejoong." Lanjutnya dengan memberi penekanan pada nama Jaejoong.


Secara refleks, Yunho berdiri dari kursinya lalu menendang kursinya ke belakang hingga menimbulkan bunyi gaduh saat kursi itu membentur lantai. Dia kemudian meraih kerah leher baju Ricky, menggenggamnya dengan erat sampai urat-urat di tangannya menonjol keluar.


"You dare to touch him even if it's just one strand of hair. Then you must be ready to die in my hand. I will skin you and destroy your soul. Mark my words." Kata Yunho dengan mengisyaratkan bahaya dan kesungguhan di setiap kalimatnya.


"Aku bisa saja tutup mata soal ini seperti yang dilakukan oleh Dom. Tapi The Dealer tidak akan tinggal diam. Dia akan mencari gang lain untuk menangkap Kim Jaejoong."


Cengkraman Yunho di kerah Ricky mengendur dan Ricky langsung memanfaatkannya untuk menepis tangan Yunho menjauh darinya. Dia merapikan bajunya, lalu menyapukan jari ke rambut menarik rambutnya ke belakang. Hembusan nafas panjang putus asa keluar dari bibirnya tanpa ada hambatan.


"Listen Zen." Ricky mulai bicara namun tidak ada lagi kemarahan dicaranya bicara atau suaranya, dia lebih tenang. "Aku tidak tahu apa hubunganmu dengan Kim Jaejoong ini, sampai kau melindunginya dengan mencari masalah dengan The Dealer di Sunburn. Aku tahu dan kau juga tahu. Kita semua yang ada di sini tahu  Dealer macam apa orang-orang di Sunburn. Mereka adalah orang-orang yang akan melakukan apapun. Dengan cara apapun dan sekotor apapun untuk mendapatkan keinginan mereka."


Ya, Yunho mengerti apa maksud Ricky tapi dia juga tidak dapat menyerahkan Jaejoong begitu saja hanya untuk dijadikan mice. Tidak. Dia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.


"Sekarang kau pilih, aku atau kau yang membawa Kim Jaejoong pada mereka sehingga kita dapat memastikan keselamatannya. Atau kau akan membiarkan mereka menyewa gang lain untuk menangkapnya. Dan well, kita semua tahu gang seperti apa yang akan mereka pilih dan bagaimana mereka menjalankan tugas mereka. The decision is in your hands."


Setelah selesai berbicara Ricky melenggang keluar dari ruangan. Bane bangkit dari kursinya, menaruh tangannya di bahu Yunho.


"Choose wisely." Ucapnya lembut dan mengikuti Ricky keluar dari ruangan.


Untuk waktu yang cukup lama Yunho hanya diam. Dia tidak sanggup berpikir lagi, semua ketenangannya untuk berpikir telah direnggut darinya. Dom menjadi satu-satunya orang yang bertahan di ruangan itu bersama Yunho.


"It seems like love isn't something that is right for people like us." Kata Dom dengan senyum pahit.


Dia tahu Ricky dan Bane tidak bermaksud untuk memojokkan Yunho pada situasi yang sulit seperti sekarang. Namun keadaan yang memaksa mereka berbuat begitu. Sebagai orang yang telah menjejakki dunia hitam dalam waktu yang lama, mereka berempat tahu keras dan kejamnya dunia hitam. Tidak ada tempat bagi mereka untuk melarikan diri dari situasi mereka saat ini. Tidak ada kata ampun bagi yang melanggar peraturan. Tidak ada tempat untuk mereka yang memiliki hati lemah dan lembut.


Yunho tertawa, menyadari betapa dirinya telah terjerumus terlalu dalam pada permainan berbahaya yang dulu hanya dia gunakan sebagai waktu untuk mengisi sleepless night-nya. Tawanya berlangsung lama dan semakin lama dia tertawa, tawanya terdengar memilukan. Dom yang menyaksikan Yunho yang biasanya tanpa emosi menjadi tak berdaya dan hancur karena keadaan merasakan adanya rasa iba dan prihatin yang muncul secara mendadak di dalam dirinya. Tetapi dia tidak tahu bagaimana cara membantu Yunho.


_________


Sejujurnya Jaejoong ingin melewatkan malam bersama Yunho, sedar bersantai sambil menonton film dari chanel Netflix. Atau sekedar bersantai tanpa melakukan apapun, dia sudah cukup senang. Namun namja tan itu menolak secara halus ajakannya dan mengatakan bahwa dia memiliki urusan yang penting malam itu.


Dan saat dia mendapati Yunho datang ke apartemennya hampir tengah malam, dia senang bukan kepalang. Tetapi senyum di wajahnya sirna ketika dia menyadari wajah Yunho yang murung.


"무슨 일이야? / ( Museun il-iya?/ What happened? )" Tanyanya setelah dia berhasil menarik namja yang mematung di depan pintu unit apartemennya masuk ke dalam dan duduk di ruang tengahnya.


Yunho diam dan hanya memandangi Jaejoong dengan mata penuh kasih sayang.


"제발 내게 말해줘요. ( Jebal naege malhaejwoyo./ Talk to me, please.)" Pinta Jaejoong dengan nada memohon pada Yunho.


Yunho mengangkat tangannya, menyentuh permukaan pipi Jaejoong yang lembut. Melihat setiap detail wajah Jaejoong dengan matanya dan merakan kelembutan kulit Jaejoong dengan indera perabanya.


"너는 항상 너를 사랑하는 줄 알았지? / (Neoneun hangsang neoleul salanghaneun jul al-assji?/ You know that i always loves you, right?)" Tanya Yunho.


Jaejoong mengangguk.


"내가 말하면, 나는 너를 보호하고 너를 안전하게 지키기 위해 무엇이든 할 것이다. 날 믿어 줄래? / (Naega malhamyeon, naneun neoleul bohohago neoleul anjeonhage jikigi wihae mueos-ideun hal geos-ida. Nal mid-eo jullae? / If i said, i will do anything to protect you and keep you safe. Will you believe in me?)" Tanyanya lagi.


"너 무슨 소리 야?/ (Neo museun soli ya? / What are you talking about?) " Jaejoong balik bertanya saat dia merasakan keanehan dari cara Yunho bicara padanya. "Kenapa kau bicara seolah-olah aku sedang dalam bahaya?"


"Karena kau memang sedang dalam bahaya." Jawab Yunho setengah berteriak karena frustasi.


"M-mworago?" Tanya Jaejoong.


Helaan nafas frustasi berhembus kasar dari hidung Yunho, namja itu kemudian memalingkan wajahnya dari Jaejoong. Dia menunduk lalu mengarahkan keduanay ke atas kepala dan meremas rambutnya seolah dia ingin menarik semua rambutnya untuk mengluapkan rasa frustasinya.


"Kau sedang dalam bahaya yang mungkin akan mengancam nyawamu." Ucap Yunho lirih. "Kau akan kehilangan kehidupan yang kau jalani sekarang." Lanjutnya dengan suara tercekat.


"Ba-bagaimana kau bisa tahu jika aku dalam bahaya?"


"Ka-karena..." Yunho menyingkirkan tangannya dari kepala dan menoleh pada Jaejoong. "Karena  aku adalah orang yang seharusnya membawamu ke tempat yang tidak ingin kau bayangkan meski dalam mimpi sekalipun."


Akhirnya Yunho membongkar rahasia mengerikannya.


"Aku adalah orang dibalik berita menghilangnay orang-orang secara misterius. Aku membunuh mereka, mengambil organ mereka dan menjualnya pada orang yang memberi bayaran tinggi. Aku menculik orang-orang dan menjual mereka di pasar gelap untuk dijadikan budak seks."


Yunho memperbaiki posisi duduknya, sehingga kini dia dan Jaejoong duduk berhadapan di atas sofa panjang. Yunho menelan ludah kecut saat Jaejoong menatapnya dengan tatapan mata ketakutan, tatapan mata yang sangat tidak dia harapkan dari Jaejoong.


"Jae-..."


Yunho mengulurkan tangannya pada Jaejoong namun dia segera menarik tangannya ketika Jaejoong bergerak mundur, menjauh dari Yunho. Inilah kenyataannya, pikir Yunho.


"Aku hanya ingin menjagamu." Ucapnya dengan bibir gemetar.


Tidak pernah Yunho merasa setakut ini pada seseorang selama dia hidup. Bahkan sat dia menghadapi mayat pertamanya. Namun seorang Jaejoong dapat membuat sekujur tubuhnya gemetaran, sehingga dia tidak dapat mengkontrol dirinya sendiri.


"Aku hanya ingin kau mengetahuinya. 약속 할게. 나는 너를 보호하기 위해 나의 삶을 놓을 것이다. / ( Yagsog halge. Naneun neoleul bohohagi wihae naui salm-eul noh-eul geos-ida. / I promise. I will put my live to protecting you.)" Ucapnya lebih mantap.


Tanpa menunggu jawaban dari Jaejoong, Yunho berdiri dan segera pergi dari apartement Jaejoong. Namun dia tidak benar-benar pergi. Dia hanya keluar dari gedung apartemen Jaejoong dan bermalam di dalam mobilnya. Memastikan tidak ada orang mencurigakan yang akan menyelinap masuk ke dalam apartemen Jaejoong.




________


TBC


________




Annyeong....


adakah yg nungguin updatean ane?


awalnya cerita ini cuma bakal 5 part tp ternyata part terakhir puanjang bagt jadi ane bagi jadi 2. dan part selnjutnya


alias part 6 bakal jadi ending dari cerita ini...


bakal ane update ceritanya kalau vote sampai 300(?!)


Mungkin gak sih? hahahaha....


ya intinya sih gtu....


Please voment if you like it....


See you in next part....



















Comment