Chap.2

Vanilla berjengkit kaget lalu menaruh bingkai tersebut di tempat semula. Ia menghembuskan nafas kasar dan duduk di tepian kasur.


"maksud lo apa coba?lo mau bikin gue jantungan?"


"yang bisa bikin lo jantungan cuma Iga seorang" Steffanie menggidikkan bahu lalu duduk di meja rias sambil berkaca ria. "lo itu ngerasa gak sih kalo sebenernya Dirga masih cinta sama lo dan dia berusaha ngejar cinta lo sampai kapanp-"


"ngomongin dia mulu, udah basi tau"


Vanilla memotong ucapan sahabatnya yang sedang membahas kembali pria bernama Dirga yang entah mengapa membuat isi perut Vanilla ingin dikeluarkan. Ia harus mengalihkan topik pembicaraan sebelum Steffanie memulai dongengnya tentang pria tersebut.


"kita hangout kemana?" gadis itu mengambil clutch bag yang tergantung di belakang pintu kamarnya lalu membuka ponsel untuk melihat pemberitahuan.


from: 0838xxxxxxxx


'gue Hafizh, jangan tanya darimana gue dapetin nomor lu karna itu rahasia;)'




Vanilla tersenyum tipis, ternyata lelaki yang mengirim pesan tanpa nama ini adalah teman satu kelasnya yang berwajah kembar. Ia mengabaikan Steffanie yang asik berceloteh tentang kemana tujuan perginya saat ini dan mulai membalas pesan tersebut. Sebelumya gadis itu menambahkan nomor ponsel tersebut ke kontak, ia menamai di kontaknya dengan nama 'Hafizh kembar'.


to: Hafizh kembar


'ya jelas gue harus tanya lah, itu kan nomor gue_- lo dapet dari mana?'




"ohh, sekarang lo udah move on dari ayang Iga, yak?kenalin lah, Van" Steffanie mencubit pelan pelan perut gadis itu. Membuat dirinya terkejut dan merasa geli. Vanilla tak tinggal diam, ia menimpuk sahabatnya dengan clutch bag yang sedari tadi bertengger di bahu kirinya. Mereka bergurau dan saling memukul satu sama lain. Akhirnya Steffanie pun menyerah, nafasnya tidak teratur karena tertawa keras. Ia mengajak Vanilla untuk bergegas pergi sebelum matahari terbenam.


"emang kenapa?"


"nanti malem gue belajar, gila, baru masuk aja udah dikasih tugas. bener-bener tuh guru"


Vanilla tertawa melihat Steffanie yang tersiksa karena tugas pertamanya. Kemudian mereka turun dan berpamitan kepada ibunda Vanilla dan masuk ke mobilSteffanie untuk menuju pusat perbelanjaan.


Dentingan ponsel bergetar di tangan Vanilla, ia melihat layar ponselnya dan saling berkirim pesan dengan Hafizh.


from: Hafizh kembar


'gue dapetin nomer lo dari ciki jeki'




to: Hafizh kembar


'astaga, serius, jawab gak kalo gak jawab nanti semua pesan lo gak bakal gue bales!'




from: Hafizh kembar


'yaelah galak amat, gue dikasih sahabat lo'




Gadis itu tergelak lalu melirik Steffanie yang sedang bersenandung kecil, mengapa ia tak memberitahu dulu sebelum memberikan nomor ke orang lain?untung saja orang yang kini sedang berkirim pesan dengan Vanilla bisa dibilang tampan. Coba kalian bayangkan jika Steffanie memberikan nomornya ke orang yang ia sendiri pun tak kenal dan ternyata pria tersebut berwajah seperti Sapri?ugh, entahlah, mungkin cerita ini akan segera tamat.
Kali ini ia memaafkan sekaligus berterima kasih atas sikap dari sahabatnya.




to: Hafizh kembar


'oh'




from: Hafizh kembar


'gitu doang respon lo?'




to: Hafizh kembar


'trus gmn?'




from: Hafizh kembar


'oh nya yang banyak kek, biar bisa dibagiin'




to: Hafizh kembar


'hahah, lucu bgt sih lo, saking lucunya pengen gue timpuk tai'




from: Hafizh kembar


'that's not a joke, vanilla ice cream'




"yaelah, udah nyampe, vanilla. lo mau disini aja?"


"huh, cepet banget"


"kalau mau lama mending gue anter lo pulang abis itu lo bisa kesini lagi jalan kaki"


Vanilla memutar kedua bola matanya, sahabatnya ini memang terkadang menyebalkan jika dalam saat-saat tertentu. Ia turun dari mobil Steffanie lalu masuk ke dalam grand mall yang cukup terkenal di jakarta. Mereka saling bercakap-cakap sambil memilah-milah pakaian atau aksesoris yang diminatinya.


****


Dirga POV




aku turun dari blacky, panggilan untuk mobil ferrari 250 GTO 1962 kesayanganku, dan melangkah dengan cepat menuju tempat makan yang diberikan alamatnya oleh dovi.


"kenapa harus mall coba?!ini anak pengen ngebangkrutin gue, gitu?" aku menggerutu sembari menengok kanan kiri melihat beberapa restoran dan clothes shop yang memenuhi mall sebesar ini. kaki kananku menginjak elevator kemudian dilanjutkan dengan kaki kiri. setelah menaikki lantai 2, akhirnya aku dapat menemukan alamat dari restoran yang diberikkan dovi.


aku mencoba mengatur nafas dan menghembuskannya sambil menikmati suasana vintage restoran ini.


"pesen apa?"


"gue gak makan"


"diet?"


aku mengangguk pelan sambil memejamkan mata. mencoba mengingat kenanganku bersama gadis yang kini pergi karena kesalahan yang telah aku perbuat. aku selalu meyakinkan bahwa semua ini akan berakhir indah. aku akan mencari dan membuatnya kembali padaku meski sangat banyak rintangan yang harus aku lewati. dia harus tahu bahwa aku sangat menyesal.


"sejak kapan lo diet?" dovi tertawa konyol karena dia mengira aku akan melakukan diet seperti para lelaki penggila tubuh sempurna. aku tak segila itu. aku ini memang doyan makan tapi untuk saat ini aku harus mengurangi semuanya.


"maksud gue diet kantong"


"lo nabung buat apa?"


"buat kuliah di LA"


dovi membelalakkan kedua matanya, dapat kutebak dia pasti sangat terkejut karena alasanku menghemat uang. ya, aku memang memiliki rencana untuk menyelesaikan pendidikkan ku di kota yang penuh gemerlap kemewahan itu. dan itu adalah salah satu alasan mengapa ia menjauh dariku.


"lo serius?"


"emang kelihatannya bercanda,ya?"


"kagak sih, cuma..cuma aneh aja gitu"


"anehnya?"


"lu kan orang sunda, sedangkan waktu SMP nilai raport bahasa inggris lo dikasih merah semua dari pak agus"


aku menepuk jidat, mengapa ia harus mengungkitnya kembali?sekarang sudah berbeda. untuk apa aku jauh-jauh pergi ke LA tapi aku tak bisa berbicara bahasa inggris?aku bukan orang kaya yang seenaknya membuang uang dengan menyewa juru bicara bahasa asing untuk berkeliling dunia.


"astaga, itu SMP, dov. sekarang gue udah SMA..lu ngeremehin?"


"k..kagak, coba gue tes nih yak"


aku mengibas tangan kiriku ke udara. membiarkannya untuk mengetes bahasa inggrisku saat ini. dia kira aku pria bodoh?dulu aku pernah menjalin hubungan spesial dengan gadis cantik kelahiran Texas.


"nah, coba lo ngomong ke bule yang itu tuh, eh bentar, kayaknya dia itu.."


"siapa?" mataku mencoba mengikuti arah yang ditunjuk oleh jari telunjuknya.


"itu kan bule yang sekolah di sekolahan gue, tuh cewe cakep bener"


aku tertegun ketika melihatnya kembali, senyuman yang tercetak di bibir indahnya, mata coklat misterius, dan semua yang ada pada dirinya yang kini sangat aku rindukkan.


"sekarang lo deketin dia terus minta nomor hpnya, kalo lo nolak berarti lo gak bisa bahasa inggris"


"lo nyuruh?"


"of course"


ini bencana!


apa yang harus kulakukan?di satu sisi dia pasti akan semakin menjauh dariku dan disisi lain bocah bodoh yang saat ini menaikkan turunkan kedua alisnya sedang menantangku. ya tuhan, bantu dirga.


dovi mendecak, "udah gue tebak, lo itu emang  gak bisa kan, dir?"


"sekali lagi ngomong, gue lempar sambel muka lo"


"wow, gue takut, tapi cepetan lakuin yang gue suruh tadi"


"iya iya!"


dengan terpaksa aku bangkit dari kursi yang kududuki sebelumnya dan menatap gadis yang sedang asik memakan ice cream float dengan satu gadis lainnya. semoga kedatanganku tidak merubah moodnya yang sedang baik.


aku melirik dovi yang terus memperhatikkan langkah demi langkah yang kupijak untuk mendekatinya. sebaiknya aku bernafas dalam-dalam karena saat ini jantungku berdetak seperti habis dikejar anjing. 


"Vanilla"


****


AUTHOR POV


"Vanilla"


seorang lelaki memegang bahu gadis itu dari belakang. steffanie yang berada di depannya pasti sudah sangat jelas melihat bahkan mengetahui lelaki yang menyentuh bahu sahabatnya itu. ia membentuk kedua bibirnya seperti huruf o. tentu saja kaget karena kedatangannya yang pasti membuat mood vanilla berubah drastis menjadi lebih buruk.


vanilla melihat raut steffanie yang sangat terkejut membuatnya penasaran dan menengok ke belakang agar dapat melihat wajah lelaki yang menyentuh bahunya. seketika kepala gadis itu terasa berat ketika melihat wajahnya kembali. semua masalah-masalah dari masa lampau seperti terlempar seluruhnya ke otak vanilla. ia menyingkirkan tangan lelaki itu dari bahunya dan menatap dingin ke arahnya.


"What?"


"i'm s..sorry, but i dont mean to disturbing your day right now"


"so?go ahead!i dont have much time"


"vanilla please, you still mad at me?"


dirga memegang kedua tangan vanilla erat. lelaki itu tak melepas pandangan kepada gadis di yang kini membuang muka darinya. ia terus berharap jika vanilla bisa memberikan kesempatan satu kali lagi.


"answer my question"


"you didn't make a question, tho. so what would i say?"


"you still mad at me?"


"i'm not"


"yes, you do"


dirga menyela jawaban vanilla dan masih menatapnya sendu. dovi yang tadinya santai kini menjadi bingung dengan tingkah dirga dan gadis berwajah asing itu. mengapa mereka bertingkah seolah-olah bermusuhan?uhm,no,mungkin si gadis itu yang menganggap dirga adalah musuh terberatnya.


dovi melangkah ke meja dimana gadis itu berada dengan langkah tergesa-gesa.


"what had happened?"


semua menoleh ke arah lelaki yang baru saja menghentikkan langkahnya tepat disamping dirga. mereka terdiam dan enggan untuk menjawab pertanyaan yang memang seharusnya dovi katakan. sebenarnya ada apa?apakah dovi salah jika mempertemukkan dirga dengan gadis yang sedang menatap kawannya dengan sangat benci dan muak. memangnya apa yang dirga lakukan kepada dirinya?apakah dirga melecehkan gadis ini?


"hey, tell me!"


"what should we tell?!" gadis berambut hitam panjang melangkah maju dan menyamai teman sampingnya yang saat ini menunduk. rona merah di sekitar pipinya menyebar hingga ke daun telinga. sepertinya gadis itu berupaya menahan emosi.


"i know that you can speak bahasa, can't you?"


"iya, gue bisa, emang kenapa?!"


"uhm, gapapa, udah keliatan muka lo ga keliatan bule"


"excuse me?" ia berkacak pinggang dengan kedua matanya yang melebar. rasanya ia ingin menjatuhkan pria didepannya ini dari lantai teratas mall.


sementara dirga menarik pergelangan tangan vanilla dan membawanya menuju lantai teratas dimana lantai itu digunakan untuk parkiran mobil. kali ini dirga harus menjelaskan semuanya tanpa ada pengusik sekecil apapun.


"lepasin gue, dirga!"


gadis itu mencoba memberontak dengan memukuli lengan pria yang masih membawanya kabur dari steffanie. kaki jenjangnya terus melangkah dengan pasrah mengikuti arah dirga berjalan. teriakan ataupun ocehan vanilla tak ada gunanya, tiada satupun orang yang lewat untuk membantunya melepaskan pergelangan tangan yang masih dicengkram erat oleh pria yang pernah hadir di masa lalunya ini. hanya terdengar suara pijakan kaki mereka serta gema suara vanilla lah yang selalu mengikuti.


mendadak dirga menghentikkan langkahnya kemudian berbalik arah. membuat vanilla menabrak dada lelaki itu lumayan keras. mereka saling bersitatap untuk beberapa saat.


"van, semua gak seperti yang lo lihat, saat itu gue terpaksa karna dia-"


"udah, gausah dibahas"


"dengerin gue, sebenernya lo masih ada perasaan kan ama gue?"


"lo pede banget, sih!udah ah, steffanie pasti nyariin gue"


"enggak, sebelum lo jawab semuanya"


"APA YANG HARUS GUE JAWAB, HAH?!"


"lu masih ada perasaan buat gue?"


"No, i hate you so badly!!" vanilla melirih dan melangkah mundur. ia memberi jari telunjuknya, "stay away, and let me go" kemudian gadis itu berbalik arah dan berlari sekencang-kencangnya meninggalkan dirga yang masih membeku.


vanilla mencoba menahan air mata yang kini sudah berkumpul untuk membanjiri pipinya. mengapa ia harus berbohong pada dirga?tidak, ia tak membencinya. namun ia belum bisa menerima semuanya begitu saja. dimana saat itu keadaan vanilla sedang jatuh dan dirga hanya bisa menyakitinya saja. dimana semua yang dirga katakan bahwa ia akan selalu ada kapanpun itu hanya omong kosong. sekali lagi itu hanya omong kosong!


"are you okay?" steffanie memegang kedua bahu gadis itu. hidung dan kedua pipinya sangat merah. kemudian ia mengajak vanilla untuk pergi dari tempat ini dan kembali ke rumah untuk mengembalikan mood vanilla yang hancur.


selama perjalanan vanilla hanya diam melamun dengan pandangan kosong. steffanie menatap sendu gadis itu, huh, tak seharusnya ia sibuk berdebat dengan orang tak berguna seperti dovi. hanya membuang tenaga dalam saja! lelaki itu sangat menyebalkan dan cerewet. bahkan kecerewetan beliau melebihi ibunya sendiri.


"van, tell something, please"


steffanie menyerah dan menyuruh gadis yang masih diam itu untuk berbicara. setidaknya untuk mencairkan suasana seperti ini. tanpa ocehan vanilla, mobilnya ini akan terasa panas dan sumpek untuk ditempati.


"i'm surprised"


"why?"


"i dont understand what he did just said to me"


"what did he say to you?"


"gak ngomong apa-apa sih, cuma dia selalu nanya ke gue tentang perasaan gue ke dia"


"ya, lo jawab dong kalo sebenernya lo masih suka am-"


"steffanie.."


****


stuck in this part:( hell with that, but always vomments:) your vomments are so worth it for me.

















Comment