6.2



Eri memegang gagang telepon sampai buku jarinya memutih. Ia berada di telepon umum. Baru saja ia membeli kartu telepon. Eri menarik nafas panjang lalu menaruh gagang telepon tersebut ke telinganya. Saat mendekatkan jarinya untuk menekan angka, ia menyentakkan tangannya. Dikembalikannya gagang telepon itu. Ia belum siap. Ia tidak siap menghubungi rumahnya–ayah ibunya.


Apa yang akan kau katakan, Eri? Tanyanya dalam hati.


Hai, Ma...apa kabar? Ngomong-ngomong...anakmu ini mengidap positif HIV lho sekarang.


Eri tertawa getir membayangkan percakapan itu. Harus-nya aku menyiapkan catatan. Tanpa diperintah, jari-jari Eri mulai menekan tombol angka di telepon, angka-angka yang tidak ia rencanakan sebelumnya. Telepon diangkat pada dering kedua.


"Jangan! Hentikan! Geli!" suara cewek. Eri bisa mendengarnya terkikik menahan geli.


"Ya? Halo?" Akhirnya Eri mendengar suara yang ia kenal.


"Siapa Fre?" suara cewek itu menjadi background suara. "Nggak tahu...nomornya aneh. Halo? Halo?"



Eri menahan nafas. Kalimat yang sudah ada di otaknya tiba-tiba hilang tak berbekas. Terhapus oleh pekikan tawa seorang gadis yang tidak ia kenal suaranya.


"Mungkin orang iseng, sayang," suara cewek itu lagi. "Tutup aja teleponnya."


Tut-Tut-Tut.


Eri tak mampu bergerak. Tangan kanannya masih me-nempelkan gagang telepon ke telinganya. Ia harus mencerna kalimat demi kalimat yang ia dengar di telepon. Ia harus mencernanya pelan-pelan.


Fre...dia...gadis itu...Ha-ha-ha...Eri tertawa getir. Di-tekannya dadanya yang tiba-tiba terasa ditusuk ribuan jarum. Sakit...


Fre tidak merasa kehilangan dirinya. Fre bersama seorang gadis. Pacar barunya? Sepertinya begitu. Eri merasa bodoh sekali! Kenapa ia berpikir Fre akan mencarinya? Akan merasa kehilangan? Tidak...Fre punya kehidupan sendiri. Dan kelihatannya ia bahagia.


Ia juga punya kehidupannya sendiri. Ini hidupnya. Ia yang bertanggung jawab, bukan orang lain. Yang bisa di-andalkan Eri sekarang adalah dirinya sendiri! Ia tak bisa bergantung pada orang lain. Eri tahu hukum ini sejak ia masih kecil. Kenapa sekarang ia melupakannya?


Sebutir air mata tiba-tiba jatuh dari matanya dan lang-sung membasahi tanah tempatnya berdiri. Jadi inilah rasa-nya sendirian di dunia ini. Tak memiliki siapa-siapa. Kenapa tadi jarinya menekan nomor Fre? Eri tahu jawabannya, tapi gadis ini tak mau mengakuinya. Aku kangen kamu, Fre.


Fre membuka kotak sms ponselnya. Ia meminta pada provider teleponnya untuk mengirimkan nomor orang yang menghubunginya sore tadi. Ia membaca sederetan nomor yang dikirim lewat sms oleh operator. Panjang sekali. Nomor luar negeri? Seakan sedang diingatkan, Fre mulai membuka laci-laci kamarnya. Ia mencari sebuah tas kertas yang menjadi oleh-oleh dari temannya.


Ah! Fre menemukannya. Ditidurkannya tas itu sampai tulisan yang tercetak di sisi samping bawah bisa ia baca.


The Face Mask Gallery


Korea-Indonesia- Singapore-Japan-Malaysia-China


Seoul: +82-829200091


+82. Benar! Ini nomor negara Korea. Siapa yang me-neleponnya? Eri? Apa gadis itu? Fre tidak mengenal siapa-pun yang tinggal di Korea. Fre membuka daftar kontak ponselnya dan menekan sebuah nomor. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres.


"Eri? Kemana kamu...aku sudah nunggu dari tadi..."


"Lho, Nak Fre," suara dari seberang telepon menjawab. "Ini bukan nomornya Eri. Salah pencet ya?"



"Ya ampun...Tante...sorry...iya...kayaknya salah pencet.


Waduh...sorry ya tante...," Fre berbohong.


"Nggak pa-pa kok. Sampein salam tante buat Eri ya. Kangen...sudah lama nggak lihat Eri."


"Iya, Tante."


Fre menekan tombol merah, mematikan sambungan telepon. Benar! Eri tidak bersama ibunya. Kenapa ia mengira Eri ada di rumahnya? Kalau dulu, saat Eri masih kecil, bisa dipastikan gadis itu akan lari ke ibunya saat ada masalah. Tapi sekarang Eri sudah dewasa. Kemana Eri dewasa pergi saat ada masalah?


Harusnya ke aku! Fre mulai bingung. Ia tahu betul Eri akan selalu mengatakan masalah yang ia hadapi padanya. Apa Eri punya masalah? Mungkin. Eri tiba-tiba meninggal-kan ruang operasi. Itu tanda sebuah masalah, ya kan?


Masa dia ke Korea? Tidak mungkin Eri ke Korea. Nga-pain pergi ke Korea? Beribu-ribu pertanyaan mulai menye-rang Fre dan tak ada satupun yang bisa ia jawab.


Kalau Eri benar-benar ada di Korea...apa yang ia lakukan di sana? Kenapa membuat orang khawatir?


Jangan memberi tahu siapapun. Suara hati Fre memerin-tah. Tidak keluarga Eri maupun keluarganya sendiri. Aku harus mencari tahu dulu! Fre memutuskan.


"Awas kau Eri kalau aku menemukanmu. Aku nggak akan memaafkanmu karena telah membuatku khawatir," ucap Fre geram. "Aku tak perlu khawatir ya kan, Eri? Kau bisa menjaga dirimu sendiri, kan?" tambahnya lirih, lebih pada dirinya sendiri.

Comment