Dumb and Dumber

Sudah seminggu sejak insiden UKS terjadi dan diantara Ceye maupun Dev tidak ada yang saling bertegur sapa. Bukannya tidak mau bertegur sapa, tapi kedua manusia itu memang jarang berpapasan seminggu belakangan ini. Padahal kelas mereka berdua hanya dibatasi oleh satu kelas saja, namun sepertinya semesta sedang membantu mereka agar berjauhan sementara untuk saling menata perasaan masing-masing yang tak karuan saat insiden UKS.


Mereka sedang sibuk dengan urusannya masing-masing, Ceye dengan panitia prolog nya sedangkan Dev dengan organisasinya. Pernah sekali mereka berdua bertemu di lorong kelas saat keduanya sama-sama ingin pergi ke kantin. Dev tampak kaget awalnya, kemudian ia hanya bisa memaksakan seulas senyum untuk diberikan kepada Ceye. Begitupun dengan Ceye yang hanya tersenyum awkward saat bertemu Dev dan hanya sepatah kata yang meluncur dari mulut nya


"Siku lo udah baikan kan dev?"


Tersenyum sambil sesekali melirik siku dev yang tampak masih terbalut oleh hansaplast. Dev yang ditanya hanya menimpali dengan seadanya.


"Yes its fine, very fine hehe". Setelah itu mereka berpisah di kantin, Ceye berkumpul dengan teman se-geng nya dan Dev berbaur dengan teman kelasnya.


Baik Ceye maupun Dev sepertinya ingin sekali melupakan insiden UKS dan menganggap hal tersebut tidak pernah terjadi. Namun seperti hal yang semakin ingin dilupakan justru malah semakin kuat memorinya, begitu juga dengan insiden UKS yang selalu mampir di pikiran mereka berdua ketika ingin dilupakan. Kejadian itu terjadi terlalu mendadak dan bukan hal yang sama sekali diharapkan. Bagi ceye itu adalah sebuah the worst start untuk dirinya yang sedang mulai mendekati Dev. Dev sendiri juga masih menyalahkan dirinya sendiri atas insiden tersebut. Coba saja ia tidak melamun pasti hal konyol itu tidak akan pernah terjadi. Belum lagi ia masih bertanya-tanya bagaimana pikiran Ceye terhadapnya yang pasti tak lepas dari hal negatif.


"Argghhhh tauklah....", kalimat tersebut meluncur dari mulut Dev tanpa sengaja. Sang pemilik suara pun tidak menyadari jika dirinya berkata seperti itu.


Dev mendongak dan kaget ketika semua pasang mata yang ada di ruangan itu melihat ke arahnya. Dia bingung mengapa semua orang menengok kepadanya. Apa dia barusan melakukan hal yang bodoh?


"Kak Dev kenapa? Minggu depan udah fiksasi tempat kok kak dan rundown bakal kita perbaiki lagi. Nanti malam kami mau rapat lagi buat bahas pelantikan. Maaf kalo progress kami lambat." Tomi yang notabene adalah junior Dev di organisasi mulai merespon ucapannya dengan ekspresi bersalah.


Saat ini Dev berada di sekre organisasi pecinta alam, organisasi yang menjadi rumahnya selama hampir 3 tahun ini untuk mengikuti rapat besar yang membahas pelantikan anggota baru. Dia tidak sadar jika kalimat yang meluncur dari mulutnya terucap tepat setelah rapat besar ditutup. Hasil rapat besar pun masih mengambang karena tempat pelantikan yang belum jelas dan rundown acara yang terkesan tidak efektif. Juniornya mengira jika kalimat Dev ditujukan kepada mereka karena progress acara mereka yang sangat lambat. Raut ketakutan jelas terpampang di wajah mereka saat Dev berbicara seperti itu, terlebih Tomi yang merasa memiliki tanggung jawab lebih sebagai ketua acara pelantikan.


"Heh lo ngomong apa sih? Daritadi ditanyain ada saran apa ga lo diem aja. Sekarang pas rapat udah ditutup lo malah nyembur adik-adiknya. Lihat noh muka mereka pada ketakutan", sergah Aalok yang merupakan ketua angkatannya. Dia mulai menyenggol Dev untuk meluruskan maksud dari omongannya.


"Ehh sori sori guys. Gue tadi emang ngomong apaan sih? Gue ga sadar sumpah wkwk", Dev menggaruk rambutnya yang tak gatal sambil cengar-cengir. "Terlepas dari apa yang gue omongin tadi, gue minta maaf karena udah ga fokus sama forum dan kata-kata yang tadi jangan diambil hati ya. Itu bukan buat kalian kok guys tenang. Sama jangan lupa notulensi kirim di grup yak. Yoww semangat buat semuanya"


Dev mencoba mencairkan susasana dengan bertepuk tangan untuk menyemangati adik-adiknya. Wajah tegang mereka meluntur dan mulai mengikuti Dev bertepuk tangan.


Bagaimanapun ia pernah berada di posisi mereka. Merancang acara yang bisa dibilang gak mudah karena berkegiatan di alam dengan membawa 'anak orang' merupakan suatu tanggung jawab yang besar. Belum lagi tekanan dari senior yang terkadang membuat mereka tambah down. Angkatannya yang saat ini berperan sebagai steering committee sebisa mungkin memberikan support terbaik untuk mendukung adik-adiknya. Mereka tak mau mengulangi kesalahan para seniornya yang terlalu keras mendidik angkatannya, sehingga banyak angkatannya yang hilang satu-persatu di pertengahan jalan.


Anak-anak mulai meninggalkan ruangan sekre satu-persatu. Kini hanya tinggal Aalok dan Dev yang ada disana.


"Pulang sama siapa lo?" Pertanyaan Aalok mengagetkan Dev yang sedang membereskan alat tulis nya yang tadi dipakai untuk notulensi rapat.


"Oh gue naik motor lah biasa."


"Lo abis nglamun lagi ya? Anjirlah serem abis lo. Ati-ati kesambet setan sekre baru tau rasa lo". Dev tau jika banyak rumor yang mengatakan jika sekre di sekolahnya cukup angker tapi ia bodoamat toh dia tidak melamun dengan pikiran kosong.


"Hush ada-ada aja lo Lok kalo ngomong. Gue ga nglamun kok, serius deh. Cuma kurang fokus aja", elak Dev halus.


"Butuh aqua? Atau butuh Kak Naren?", Aalok mencoba menggoda Dev dengan menyebut nama Kak Naren. Iya, Narendara Bagaskara mantan Ketua OSIS yang juga mantan kekasih Dev.


"ANJING!", umpat Dev spontan. Aalok semakin tertawa terbahak-bahak melihat sahabatnya mulai ngegas.


Dia tahu jika Dev sangat sensitif dengan nama 'Naren'. Walaupun saat itu mereka putus baik-baik, tapi Dev merasa sakit hati karena alasan Naren memutuskannya sangatlah konyol, bahkan Dev malu untuk menceritakannya.


"Nah gitu dong ngegas, that's my girl ahaha. Sumpah gue kangen denger lo misuh-misuh Dev, kayak udah lama banget gitu rasanya hahaha."


Aalok masih tidak bisa mengehentikan tawanya. Pundaknya naik-turun akibat tertawa terlalu kencang. Ia mulai mengelap matanya yang mengeluarkan air mata karena terlalu banyak tertawa.


"Sialan lo emang, Lok. Udah ah gue mau cabut dulu. Bye!"


Dev mulai beranjak dari tempatnya, meninggalkan Aalok yang masih sibuk tertawa. Jika Dev tidak mengingat Aalok sebagai ketua angkatannya, mungkin ia akan menabok muka lelaki itu dengan bidai yang ada di Sekre.


"Untung lo punya banyak jasa di angkatan kita Lok hhhh", rutuk Dev dalam hati.


"Eh Dev tunggu dong, gue mau nebeng. Gue lagi ga bawa motor." Aalok berlari mengejar Dev yang hampir sampai ke parkiran. Tak lupa ia mengunci pintu sekre dan meletakkan kuncinya di dekat jendela sekre.


Dev melemparkan kontak motornya asal-asalan ke Aalok yang dengan sigap berhasil menangkapnya. Aalok berlari kecil untuk mensejajarkan langkahnya dengan Dev yang hanya berjarak tak ada tiga meter. Begitu berhasil menyusul langkah Dev, Aalok dengan spontan melingkarkan lengannya di pundak Dev. Yang dirangkul hampir saja oleng karena tenaga yang dikeluarkan Aalok sangat berlebihan. Aalok terus menggoda sahabatnya itu dengan senyuman-senyuman jahil sambil mengacak-acak rambut hitam panjangnya. Dev seperti sudah tahu tabiat Aalok jika ingin mengejeknya habis-habisan hanya bisa diam sambil terus mengusir tangan Aalok dari kepalanya.


"Huee gitu doang ngambek", tangan Aalok seperti tidak bisa diam untuk mengacak rambut Dev. "Udah mau tiga tahun lho coy, masa masih belum move on sih? Jangan bilang lo nyesel waktu itu ga milih gue", sambungnya masih dengan tawa khas miliknya.


"Tau gitu dulu gue milih lo ya, Lok. Tapi kalo gue milih lo, sekarang mungkin kita kayak orang goblok who share the same brain cells lol. Ga bayangin deh kalo kita beneran jadian waktu itu", mata Dev menerawang, mencoba mengingat-ingat masa lalu.


"Justru bagus dong, like dumb and dumber. Kata orang sih, pasangan kalo makin mirip peluang jadi jodoh makin gede." Dev menoyor kepala Aalok enteng dan lagi-lagi Aalok hanya menanggapinya dengan tawa.


Aalok memang terkenal enteng banget kalo ngomong. Jalan pikirannya pun terkenal simple dan straight to the point. Beda banget sama Dev yang perlu banyak perhitungan sebelum bertindak. Mungkin perbedaan itulah yang buat mereka berdua cocok karena saling melengkapi.


Bukan sebulan-dua bulan Dev mengenal Aalok, sudah hampir 3 tahun Aalok menjadi salah satu tokoh yang melengkapi masa SMA nya. Persahabatan konyol yang dimulai dari pengungkapan rasa Aalok kepada Dev dan berakhir dengan Dev yang lebih memilih Kak Naren—Mantan Ketua Osis . Semacam cinta segitiga pada zamannya yang anehnya membawa mereka menjadi sepasang sahabat tanpa ada rasa lebih diantaranya. Organisasi pecinta alam tempat mereka tumbuh juga menjadi satu diantara banyaknya sebab persahabatan yang terjalin antara keduanya. Bekerja dibawah tekanan yang sama, saling membantu ketika ada yang membutuhkan, berjanji untuk selalu ada bahkan di saat-saat paling buruk sudah mereka lakukan selama menjadi budak organisasi.


Tanpa mereka berdua sadari, dari kejauhan sepasang manik hitam sedang melihat tingkah mereka yang seperti sepasang kekasih. Tangannya terlihat mengepal melihat adegan romansa yang tersaji di depan sana. Matanya menyipit tajam seolah memastikan jika wanita yang sedang dirangkul oleh seorang lelaki sebayanya ialah wanitanya. Dahi berkerut dengan alis yang hampir menyatu sebagai bentuk rasa kesal yang tertahan akan kejadian di depannya. Semua hal itu dilakukan oleh lelaki yang sudah tiga tahun menyimpan rasa untuk wanita di depan sana, seorang lelaki bernama Candra Yustisia.



Perkenalkan:



        Aalok Abrisam Pranadipa

Comment