1: Awal Yang Mengakhiri


"Hanya saja menunggumu tak semenyenangkan dulu, karena aku tahu kamu tak pernah rindu, karena aku rasa kisah kita begitu sendu. Menunggumu benar-benar melelahkan untukku." Blackheartsy, Kata Yang Patah.


-


Kanya memasukki kamarnya, menghembuskan nafas yang terasa berat. Ah, seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya karena teringat Biru.


"Kanya, tolong jangan goyah!" bisiknya berusaha menyakini diri sendiri.


Bukan tanpa alasan gadis serius itu memutuskan untuk mematikan semua rasanya pada Biru, bagi Kanya sebenarnya Biru lah yang lebih dulu memberikan banyak isyarat agar mereka berpisah. Karena, hari-hari yang mereka jalani membuat Kanya tidak lagi mengenali Biru sebagai kekasihnya.


--


Sudah satu jam Kanya duduk berhadapan dengan laptopnya, sambil sesekali memperhatikan handphone-nya barangkali akan memunculkan notifikasi dari Biru kekasihnya. Kanya telah selesai menghabiskan segelas ice Americano miliknya. Tetapi, tidak ada tanda-tanda bahwa Biru akan hadir. Padahal laki-laki itu yang memaksanya untuk datang kemari.


Kanya menyerah untuk menahan kesabarannya tidak menghubungi Biru. Gadis itu kemudian mengambil handphonenya yang terletak di meja dan menghubungi Biru. Nada sambung terdengar sebanyak tiga kali sebelum akhirnya suara Biru menyapanya.


"Kenapa?" tanya Biru


"Dimana?"


"Di kampus, kenapa?" Apa laki-laki itu lupa?


"Aku udah di café dari sejam yang lalu. Gimana sih kan kamu yang maksa aku buat datang semalam!" Kanya menekan nadanya merasa kesal dan entah kenapa sulit bernafas dadanya terasa sesak.


"Nya, maaf Biru lupa.." Kanya menghembuskan nafasnya kasar.


"Nyanya, maaf ya?" suara Biru terdengar memohon.


"Iya."


"Nya, Biru beneran minta maaf."


"Iya!"


"Maafin, Biru!" kata Biru


"Iyaaa!"


"Jangan marah." Kanya tidak marah, entah kenapa hatinya merasa kecewa dan terluka.


"Nggak kok."


"Nanti malam aku kerumah kamu ya?" kata Biru, bermaksud meminta izin.


"Nggak usah!" jawab Kanya


"Boleh ya? Malam ini aku free kok."


"Emang sekarang kamu lagi ngapain?" tanya Kanya


"Lagi ngerjain tugas bareng Shanin di perpustakaan." Kanya menahan rasa kesalnya. Shanin adalah teman yang Biru kenal ketika masa PPMB Universitas tempat Biru menimba ilmu, bukan bermaksud kekanakkan karena tidak menyukai Biru mempunyai teman perempuan. Tetapi, Kanya merasa Biru bukan miliknya saat laki-laki itu bersama Shanin.


"Ok." Kanya mematikan sambungan telponnya memilih untuk tidak memperpanjang masalah atau mengutamakan kemarahannya.


Kemudian, gadis itu merapikan laptop dan peralatan tulisnya. Memasukkan kembali sebuah kotak kecil berisi jam tangan ke dalam tas miliknya. Hadiah untuk Biru, dalam hati gadis itu berucap.


"Selamat datang kembali di bulan desember yang kedua, Biru!" meninggalkan gelas kedua Americano yang masih utuh dengan es yang telah mencair bersama harapannya.


Sebenarnya apa yang ia harapkan dari Biru? Tidak perlu hadiah, Kanya hanya ingin bisa meenghabiskan waktu seharian bersama Biru. Kanya tahu bahwa ia bukan gadis yang menyenangkan seperti gadis lainnya, dia terlalu serius jika di bandingkan dengan Shanin yang suka bercanda sama seperti Biru.


Untuk pertama kalinya, Kanya merasa bahwa ia bukan gadis yang pantas untuk di sandingkan dengan Biru.


-


Biru merebahkan tubuhnya di Kasur milik seorang lelaki yang menatapnya sinis sekarang.


"Enak ya jadi lo, datang-datang nggak pake permisi, nggak pake cuci kaki. Nggak bilang-bilang dulu, langsung tiduran di Kasur orang. Indahnya hidup orang yang baru patah hati!" Biru bangun dari tidurnya, dan langsung duduk.


"Kok lo tahu gue lagi patah hati?" tanya Biru


"Ya, menurut lo aja. Muka sama rambut sekusut lo mana mungkin habis bahagia karena mendadak jadi jutawan nggak ada!"


"Gue putus sama Kanya." Kata Biru


"Oh, putus kirain kenapa." Laki-laki itu meminum segelas air yang ada di kamarnya untuk kemudian menyemburkannya merasa kaget.


"Vano, jorok banget sih lo setan!" Biru mengelap wajahnya yang terkena semburan air dari Vano.


"Eh, maaf-maaf! Lo serius putus? Asli nggak sih? Demi apa? Kok bisa? Kapan putusnya? Dimana? Siapa yang putusin? Gara-gara apa? Beneran putus?" Biru tidak menjawab pertanyaan Vano, laki-laki itu memilih merebahkan kembali tubuhnya.


"Ok, karena lo lagi patah hati. Babang Vano yang baik akan bernyanyi untukmu!" Vano mengambil gitar miliknya dan mulai bernyanyi, Vano memang kelihatan barbar tetapi dalam urusan bernyanyi laki-laki itu juaranya jika ia dalam tahap serius maka suara merdunya akan menenangkan telinga.


Aku yang lemah tanpamu..


Rasanya benar, Biru merasa lemah sekali sekarang mengetahui Kanya bukan lagi miliknya.


Aku yang rentan karena cinta yang telah hilang darimu yang mampu menyanjungku.


Biru tidak butuh keceriaan Kanya, tidak butuh pujian dari gadis serius itu juga. Dulu selama Kanya masih menjadi miliknya setiap hari bagi Biru gadis itu membuatnya merasa jadi orang yang paling hebat.


Selama mata terbuka, sampai jantung tak berdetak selama itu pun aku mampu untuk mengenangmu.


Biru tidak yakin mampu untuk mengenang Kanya tanpa merasakan sakit hati, mengetahui gadis itu bukan miliknya lagi.


Darimu kutemukan hidupku, Bagiku kaulah cinta sejati.


Saat akhirnya Biru menyakini bahwa Kanya adalah rumah untuknya, bahwa gadis itu membuatnya menyadari kalau hidup tidak harus tentang candaan. Biru pikir dulu Kanya adalah cinta sejatinya.


Bila yang tertulis untukku, adalah yang terbaik untukmu. Kan kujadikan kau kenangan yang terindah dalam hidupku..


Kalau Tuhan menakdirkan memang dirinya dan Kanya tidak untuk di persatukan, kalau memang hal itu dapat membuat Kanya bahagia. Biru akan berusaha merelakannya seraya berdoa setiap hari agar Tuhan merubah pikiran-Nya untuk menakdirkan Kanya dengannya.


Namun takkan mudah bagiku meninggalkan jejak hidupmu yang telah terukir abadi sebagai kenangan yang terindah...


Dari dulu sampai hari ini Kanya adalah hal terindah yang pernah di milikkinya.


Vano menaruh gitar di samping tempat tidurnya,


"Kanya memang di ciptakan bukan buat gue," Vano tidak menjawab, memilih mendengarkan.


"Mungkin Kanya datang dulu bukan buat melengkapin cerita gue, mungkin sebenarnya gue yang hadir buat sekedar jadi pelengkap di ceritanya. Buat sekedar menjadi jembatan yang nanti bakal mempertemukan dia sama jodohnya, sama orang yang bakal bersanding sama dia, sama laki-laki lain yang nanti ngucapin janji suci di hadapan keluarganya dan Tuhan." Vano hanya menepuk bahu Biru, Vano tahu bagaimana rasanya patah hati. Namun ini adalah hal yang pertama kali dirasakan sahabatnya.


"Mungkin Kanya adalah bagian yang di kirim Tuhan sebagai bukti utama yang bakal ngajarin lo caranya mengikhlaskan."


"Mungkin," Biru menghela nafasnya.    


--


Selamat natal bagi yang merayakan dan selamat berlibur.


Gimana sama part ini? Komen dong komen biar semangat :)

Comment