Rahmania

We And Rainfall

Kala rintik hujan dini hari menyapa kita dalam gerak mesin beroda dua yang menyandang gelar sepeda motor membelah dan membelalakkan jalan sunyi yang licin dengan kegelapan yang harusnya menakutkan

Ketika aku turun dari bus yang membawaku dalam tugas yang dipercayakan padaku sampai ketempat pemberangkatan awal, saat itu aku ragu sampai dirumah dini hari ini juga tanpa menunggu sisi timur membangunkan mentari pagi. Pasti membosankan menunggu selama itu dengan pemikiran hororku. Belum juga satu langkahku sempurna setelah turun dari bus, ada seorang lelaki dengan helm menatapku penuh minat. Lelaki dengan helm biru makin mendekat dengan sepeda motornya, sial ! kenapa tempat ini gelap.

Tunggu... tunggu... helm biru dengan motor brand dari perusahaan Jepang yang juga berwarna biru? (jangan bayangkan motor itu tunggangan pembalap motoGP, karena itu motor biasa dan bukan matic) Ah rasanya aku tak asing dengan motor dan sipenunggangnya itu.
Coba liat plat nomor kendaraannya Rania, ayok coba sampai kamu bisa melihatnya. Tuhan boleh aku meminta padamu, tolong detik ini juga kirimkan kilat dengan durasi cahayanya lima menit. Yah cukup lima menit saja Tuhan, aku tak meminta penambahan waktu. Karena aku butuh untuk melihat plat nomor sialan itu yang memiliki background senada dengan kondisi tempatku berdiri ini.