"Gimana bro?" tanya oceph ke gue.

"Bukan type gue kali"

"Ah munafiklah"

"Entar aja lo liat."

Kami kembali ke tempat duduk masing-masing di bus. Gak mungkin tukaran tempat karena barang-barang udah kami tinggalin di tempat masing-masing. mana penumpang masih full kapasitas. Si cewek yang duluan naik udah di tempatnya. eh dianya makin sok akrab sekarang.

"Ih temannya mas lucu yah?" komentarnya begitu gue duduk. senyumnya tipis tipis.

Gue monyongin bibir. Gak sepakat gue, mana lucunya. Klo nyebelin ya jelas.

"Eh gue udah omong kan klo gue sering bolak-balik kupang? N gue mastiin klo elu bertiga orang baru di sini. Benar?"

Gue naikin aja alis. mengakui ucapannya.

Jelas dia udah tengsin liat gue gak antusias nanggepin. iya ini trik gue sih bikin dia tengsin, terus ilfil, biar gak nanya macam-macam lagi atau sok akrab.

"Eh mas di sana kegiatannya apa?"

"Gue? Kita bertiga? "

"Iya." si cewek keliatan penasaran banget nunggu jawaban.

"Hm gak ada kegiatan kok. kita mah tukang kebun doang. dulunya sih di kupang. tapi katanya ada kerjaan di kecamatan N jadi kita ke sana."

Gue lalu ngarang cerita macam-macam. soal kerjaan tukang kebun yang kotor dan berat. Gue cerita kalo hari-harinya tugas gue ngasih pupuk organik ke tanaman.

"Tau pupuk organik?" gue tanyain dia.

"Yang mana ya?"

"Itu lho yang dari tinja. Hiii jijik juga gue sebenarnya." gue nyambung berharap dia tambah ilfil. tapi keliatan dianya fine fine aja.

Si cewek pun akhirnya ngaku kalau dia seorang pedagang. Sering bolak balik kupang dia. pantas keliatan menguasai medan seolah semua pengguna jalan anak buahnya aja. dia kemudian gak banyak lagi ngobrol. diam-diaman saja sampai kami tiba di kota S. Duduknya pun sudah agak terpisah. Nggak kayak tadi dari kupang, kepalanya sampe nyandar ih.

Tapi gue mulai respek sama si cewek. Wah pasti tulang punggung keluarga nih cewek. bela-belain ke kupang buat urusan dagang. entah apa dagangnya yang ia simpan di tas travel super besarnya itu. tapi ah gak penting banget. yang penting gue udah respek sama si cewek. tapi kini dianya udah mingkem gak sok akrab-akraban kayak tadi lagi. ah biarin. emang penting? setelah turun bus pun mungkin kami gak akan pernah ketemu lagi.